PEKANBARU-Tim kuasa hukum Rina Winda (terpidana penggelapan uang perusahaan PT AMNI) mulai kesal. Sebab, aduan terkait penyuapan yang dilakukan pihak perusahaan kepada aparat diabaikan.
Karena itu, Tim kuasa hukum Rina Winda terdiri dari Rolan L Pangaribuan SH, Robi Mardiko SH, Ahmad Alamsyah SH MH, Beni Ariansyah SH, Zulfikri SH, Ramadhan Syahputra SH dan Wesley Samuel SH kembali melayangkan surat aduan ke Mapolda Riau.
Tak hanya itu, mereka juga meminta Kapolda menindaklanjuti laporan dugaan penyuapan PT Ambara Nata Indonesia (AMNI) kepada oknum polisi unit Tipiter Polres Bengkalis tersebut.
“Ya, kita sudah mengadukan kasus ini pada beberapa bulan lalu ke polda Riau, tapi sampai saat ini tak ada tanda-tanda kalau laporan kami itu ditindaklanjuti. Makanya kita kembali membuat surat aduan,” kata Robi Mardiko SH kepada awak media, Jumat (15/10/2020).
Dijelaskan, dugaan penyuapan yang dilakukan oleh saudara Karyoto selaku supervisor PT Ambara Nata Indonesia atas suruhan dari manajemen terhadap oknum penyidik unit Tipiter Polres Bengkalis.
Terkait itu, 3 Juli 2020, mereka selaku Tim kuasa hukum Rina Winda telah membuat pengaduan ke Polda Riau.
Namun sampai sekarang tak jelas ujung pangkalnya, walau kasus ini sebelumnya sempat viral di beberapa media.
Seperti Dipimpong
Diberitakan sebelumnya, Rina Winda adalah terpidana terkait kasus penggelapan uang perusahaan (PT AMNI) senilai Rp500 juta lebih. Setelah berkali-kali sidang, akhirnya majelis hakim memutuskan Rina Winda bersalah dan diganjar kurungan 2,6 tahun penjara.
Dari fakta persidangan inilah kemudian terkuak kasus-kasus pidana lainnya yang telah mengantarkan Rina Winda ke penjara. Salah satunya dugaan suap yang dilakukan Karyoto selaku supervisor PT AMNI. Dan merentet kepada kasus pidana lainnya yakni BBM palsu.
Fakta persidangan ini menjadi bukti yang kuat bagi kuasa hukum Rina Winda untuk melaporkan ke Polda Riau. “Klien kami dihukum, sementara yang membuat klien kami dihukum dibiarkan bebas. Padahal gara-gara mereka (pihak perusahaan) klien kami dipersalahkan. Mereka jelas suda melakukan tindakan pidana penyuapan dan pengadaan BBM palsu. Ini harus diusut tuntas,” tegas Robi.
Semula, laporan pengaduan kasus dugaan penyuapan dan BBM palsu yang disampaikan Tim Kuasa hukum Rina Winda ini ada harapan direspon. Hal tersebut muncul ketika Tim mempertanyakan ke Polda Riau sejauhmana perkembangannya.
“Dan menurut informasi dari Polda Riau, perkara tersebut telah di supervisi ke Polres Bengkalis. Atas dasar itulah kami mempertanyakan ke Polres Bengkalis. Namun dari keterangan Polres Bengkalis, limpahan pengaduan yang kami buat di Polda Riau belum sampai. Kita seperti dipimpong oleh aparat,” ungkapnya.
Dikarenakan tidak adanya kepastian tentang pengaduan 3 Juli 2020 tersebut, sambung Robi, pihaknya kembali membuat pengaduan dengan perihal yang sama ke Polda Riau, Kamis, 15 Oktober 2020 dan diterima Bripka Anggun Apriansyah.
Terkait BBM Palsu yang juga terkuak dalam persidangan, Roland Pangaribuan menjelaskan, bahwa dugaan pemalsuan minyak yang dilakukan oleh PT AMNI yang dijual kepada masyarakat Bengkalis adalah minyak bukan dari Pertamina. Tapi sudah dicampur alias minyak palsu.
“Direktur PT BLJ menurut saksi ada dalam rapat PT AMNI membahas pengadaan minyak dari pihak ketiga. Jadi, siapa pihak ketiga diluar Pertaminaiti?” ujar Roland.
Dikatakan, dugaan pemalsuan minyak juga sudah diperiksa Dirkrimsus Polda Riau. Pihaknya akan terus mengawal laporan ini. Mereka juga akan menghadap ke Mabes Polri jika perkara ini lambat ditangani.
“Dengan semua fakta yang terjadi sangat jelas terlihat bahwa nuansa penegakan hukum di Polres Bengkalis ini adalah untuk menutupi perkara perkara besar lainnya dengan menaikkan perkara yang penuh rekayasa seperti yang dialami oleh klien kami Rina Winda. Sementara perkara penyuapan yang dilakukan oleh Karyoto kepada oknum penyidik unit Tipiter Polres Bengkalis sepertinya diabaikan,” ujar Roland.
Divonis 2,6 Tahun
Rina Winda sendiri divonis hukuman 2,6 tahun penjara oleh PN Bengkalis atas kasus Tindak Pidana Penggelapan dan saat ini ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Bengkalis.
Tak terima dengan putusan ini, kuasa hukum Rina Winda mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Pekanbaru. Namun kembali ‘dewi Fortuna’ keadilan belum berpihak kepada Rina Winda.
Gadis keturunan dan anak yatim ini tetap dihukum sesuai putusan peradilan tingkat pertama.
Padahal, menurut Roland dari audit dan pemeriksaan sudah jelas tidak ada uang yang digelapkan oleh Rina Winda. Bahkan Rina Winda ini hanya menjadi korban.
“Mungkin ada pertanggungjawaban dari pihak lain yakni pemodal. Untuk bertanggungjawab kepada pemodal, Rina Winda ini yang dikorbankan. Artinya pertanggungjawaban mereka hilang karena Rina Winda yang disebut sebagai yang menggelapkan uang. Seolah-olah begitu,” katanya.
Diceritakan, Rina Winda mulai Agustus 2017-Oktober bekerja sebagai kasir di PT Ambara Nata Indonesia.
“PT Ambara Nata Indonesia ini adalah pihak yang mengontrak SPBU di Bengkalis milik PT Bumi Laksamana Jaya (BLJ). Jadi Rina Winda ini dituduh menggelapkan uang sebesar Rp560 juta milik perusahaan. Yang mana uang ini sebenarnya disetor setiap hari ke rekening PT Ambara Nata Indonesia dan juga PT BLJ dan juga ke rekening direktur PT Ambara Nata Indonesia,” katanya.
Dikatakan, fakta persidangan sebenarnya tidak bisa membuktikan telah dilakulan tindakan penggelapan uang ini. Di bagian mana uang itu digelapkan juga tidak diketahui. Apakah di bagian pembelian atau operasional atau bagian yang lain. Sebenarnya ini tidak bisa dibuktikan oleh Jaksa Penuntut Umum.
“Justru fakta di persidangan itu yang nampak uraian penggunaan dana pertama Rp100 juta digunakan untuk menyuap unit Tipiter karena tertangkapnya minyak palsu yang dibawa PT Ambara Nata Indonesia yang pada saat itu supirnya namanya Endon. Saat itu, Endon dibawa ke kantor polisi. Kemudian oleh Manager PT Ambara Nata Indonesia ini disuruhlah Karyoto selaku Supervisor untuk selanjutnya dilakukan penyuapan terhadap kasus ini. Dan uang itu diambil dari operasional SPBU yang dipegang oleh Rina Winda,” sebutnya.
“Apa yang telah dilakukan oleh PT Ambara Nata indonesia ini telah memenuhi unsur pasal 20 9 ayat 1 KUHP yang berbunyi barangsiapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seorang pejabat dengan maksud menggerakkannya untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya,” sebutnya.
Andai saja para penegak hukum mulai dari Jaksa dan hakim tidak mengabaikan fakta fakta persidangan seperti penyuapan dan pemalsuan minyak, karena memang berkait kelindan dengan kasus Rina Winda yang dituduh menggelapkan uang perusahaan, kata Roland, kemungkinan besar kliennya akan bebas.
“Makanya semua kami bongkar sekarang agar menjadi pelajaran bagi dunia penegakan hukum di negeri ini. Adapun yang kami laporkan adalah adanya dugaan pelanggaran meniru/memalsukan bahan bakar minyak dan gas bumi yang dimaksud dalam UU Noor 22 tahun 2001, pasal 54 tentang Minyak dan Gas Bumi,” ungkapnya.
Dikatakan, dalam kesaksian Karyoto selaku Supervisor PT Ambara Nata Indonesia dalam kesaksiannya dibawah sumpah dalam persidangan dengan Nomor perkara : 213/Pid.B/2020/PN.Bls, menerangkan bahwa SPBU yang dikelola PT BLJ melakukan pencampuran minyak dari minyak tiruan dengan premium pertamina dan diambil dari gudang PT Ambara Nata Indonesia untuk kemudian dijual kepada masyarakat atau pihak ketiga.
“Penjualan BBM tiruan tersebut diduga telah berulang kali dilakukan di SPBU 16.28 7053 yang beralamat di desa air putih Kecamatan Bengkalis,” sebutnya.
Menurut Roland, apa yang dilakukan PT Ambara Nata Indonesia telah memenuhi unsur pasal 54 UU Nomor 22 Tahun 2002 tentang minyak dan gas bumi yang berbunyi setiap orang yang meniru atau memasukkan bahan bakar minyak dan gas bumi dan hasil olahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling tinggi Rp60 miliar. (*/rls)