News  

Utang Pemerintah Tembus Rp6.074,56 Triliun

Menteri Keuangan Sri Mulyani. (Foto: Istimewa)

JAKARTA-Utang pemerintah sampai akhir Desember 2020 sudah mencapai Rp 6.074,56 triliun. Berdasarkan laporan APBN KiTa yang dikutip, Minggu (17/1/2021) menyebut, jumlah itu setara dengan 38,68 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Dengan jumlah tersebut, utang pemerintah sepanjang tahun 2020 meningkat Rp 1.296 triliun atau 27,1 persen bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2019 yang sebesar Rp 4.778 triliun.

Selanjutnya Secara lebih rinci dijelaskan, komposisi utang pemerintah tersebut terdiri atas pinjaman sebesar Rp 852,91 triliun. Untuk pinjaman dalam negeri besarnya Rp 11,97 triliun sedangkan pinjaman luar negeri mencapai Rp 840,94 triliun.

Sementara itu, sebagian besar dari sumber utang, yakni mencapai 85,96 persen, berasal dari penerbitan surat berharga negara (SBN) yang mencapai Rp 5.221,65 triliun. Untuk SBN domestik, nilainya Rp 4.025,62 triliun, sedangkan dalam bentuk valas nilainya mencapai Rp 1.196,03 triliun.

Dari sisi mata uang, utang pemerintah pusat pun didominasi dalam mata uang rupiah, yakni mencapai 66,47 persen dari total komposisi utang pada akhir Desember 2020.

“Dominasi mata uang Rupiah ini seiring kebijakan pengelolaan utang yang memprioritaskan sumber domestik dan penggunaan valas sebagai pelengkap untuk mendukung pengelolaan risiko utang valas,” sebut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dikutip dari laporan tersebut.

Dikatakan, peningkatan nilai utang pemerintah disebabkan oleh pelemahan ekonomi akibat pandemi Covid-19. “Serta peningkatan kebutuhan pembiayaan untuk menangani masalah kesehatan dan pemulihan ekonomi nasional,” kata Sri Mulyani.

Menurutnya, komposisi utang pemerintah juga akan terus dijaga dalam batas tertentu sebagai pengendalian risiko dan menjaga keseimbangan makro ekonomi. Dalam UU No 17 tahun 2003 dikatakan, batasan maksimal rasio utang pemerintah adalah 60 persen dari PDB.

“Portofolio utang pemerintah dikelola dengan hati-hati dan terukur, pemerintah Indonesia melakukan diversifikasi portofolio utang secara optimal untuk meningkatkan efisiensi utang (biaya dan risiko minimal), baik dari sisi instrumen, tenor, suku bunga, dan mata uang,” ujar Sri. (*)

Sumber: Kompas.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *