Ada Relaksasi Pajak, Penjualan Mobil Baru Kembali Turun, Apa Penyebabnya?

Petugas melakukan pengecekan fisik kendaraan sebelum dikirimkan ke pelanggan di Dealer Honda Sawangan, Depok, Jawa Barat (17/9/2020). (Foto: CNBCIndonesia)

JAKARTA-Penjualan mobil bulan Mei 2021 mengalami penurunan dibanding bulan sebelumnya. Padahal, sudah ada relaksasi Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPNBM) sebesar 100 persen yang berakhir Mei lalu.

Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat wholesales (pembelian dealer dari pabrik) sebesar 54.815 unit. Sementara retail sales (pembelian konsumen dari dealer) sebanyak 64.302 unit.

Penjualan mobil di Indonesia pada April 2021 secara wholesales menembus 78.908 unit, turun tipis dibandingkan bulan sebelumnya yang sempat 84.915 unit.

“Kalau dibanding April turun sekitar 30 persen, wholesales dibanding bulan sebelumnya. Tapi masih lumayan gede lah, penjualan masih 54 ribuan untuk wholesales dan ritel 64 ribuan atau lebih sedikit 10 ribuan,” kata Sekretaris Umum Gaikindo Kukuh Kumara, Jumat (11/6/2021).

Di bulan Ramadan, biasanya angka penjualan menurun, sekalipun di waktu normal. Penyebabnya karena jumlah hari kerja jauh lebih sedikit dibanding waktu normal. Gaikindo menganggap, penurunan penjualan tidaklah buruk.

“Ini fenomena wajar. Selama Ramadan jam kerja pendek hanya separuh bulan, biasanya tren sekitar gitu turunnya di kondisi normal, sementara ini kan kondisi pandemi. Dalam normal turun 29 persen – 30 persen, saat pandemi turun 30 persen di lebaran harusnya oke, masih tergolong wajar. Kita bandingkan 2019 sebelum pandemi bulan sebelum Lebaran dan pada lebaran turunnya sekitar 30 persen,” papar Kukuh.

Di sisi lain, minat masyarakat untuk membeli mobil masih tinggi, terlihat dari angka inden yang sampai berbulan-bulan. Kukuh bilang menurunnya penjualan mobil bulan lalu sejalan dengan turunnya permintaan, melainkan jam kerja produksi di pabrik yang lebih pendek.

Selain itu, Gaikindo juga mengakui, persoalan kekurangan pasokan chip semikonduktor secara global telah berdampak bagi produksi mobil di Indonesia. Namun, tidak begitu signifikan. “Secara global betul tapi Indonesia masih bisa mengelolanya lah,” kata Kukuh. (*)

Sumber: CNBCIndonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *