News  

Ketika Elite Golkar Terjerembab dalam Pusaran Kasus Korupsi

Bupati Kuansing Andi Putra. (Foto: Merdeka.com)

PEKANBARU, FOKUSRIAU.COM-Partai Golkar tengah diterpa isu korupsi secara beruntun. Setidaknya, dalam sebulan terakhir sudah empat kader partai beringin ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Mulai Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin, mantan Gubernur Sumsel juga Anggota DPR RI Alex Noerdin, kemudian Bupati Musi Banyuasin Dodi Reza Alex Noerdin dan Bupati Kuansing Andi Putra. Semuanya kini telah berstatus tersangka dan ditahan.

Alex Noerdin sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka dan kemudian ditahan pada 16 September 2021. Alex menjadi tersangka kasus dugaan korupsi pembelian gas bumi oleh BUMD Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) Sumatera Selatan tahun 2010-2019.

Tidak cuma satu kasus, Alex juga menjadi tersangka dalam dugaan korupsi dana hibah pembangunan Masjid Sriwijaya Palembang. Kedua kasusnya kini ditangani kejaksaan. Kerugian negara akibat korupsi tersebut ditaksir Rp116 miliar.

Elite Golkar berikutnya yang ditangkap penegak hukum adalah mantan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin. Dia ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 25 September 2021, satu pekan setelah Alex. Azis diduga menyuap penyidik KPK Robin Pattuju.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar tersebut langsung mundur dari partai dan pimpinan DPR. Tak cuma karena menyuap penyidik KPK, Azis juga ditetapkan sebagai tersangka terkait Dana Alokasi Khusus (DAK) Lampung Tengah.

Kader ketiga yang kemudian ditangkap adalah Dodi Reza Alex Noerdin. Dodi merupakan anak kandung Alex Noerdin. Dodi terjaring operasi tangkap tangan KPK persis satu bulan setelah ayahnya ditahan Kejagung, 16 Oktober 2021.

Bupati Musi Banyuasin ini terlibat kasus dugaan suap proyek di pemerintahan yang dipimpinnya. Selain sebagai bupati, Dodi adalah Ketua DPD Golkar Sumatera Selatan.

Dodi ditahan bersama Kadis PUPR Musi Banyuasin Herman Mayori, pejabat pembuat komitmen (PPK) Dinas PUPR Musi Banyuasin Eddi Umari, dan Direktur PT Selaras Simpati Nusantara Suhandy.

Terbaru, KPK menangkap Bupati Kuansing Andi Putra. Dia ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap izin perkebunan usai terjaring operasi tangkap tangan KPK.

Andi Putra ditetapkan sebagai tersangka bersama General Manager PT Adimulia Agrolestari, Sudarso (SDR). Kader Golkar itu diduga menerima suap terkait perizinan perkebunan dari Sudarso sebesar Rp700 juta.

Suap itu diduga diberikan untuk memperpanjang hak guna usaha (HGU) perusahaan milik Sudarso.

Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar menegaskan, penangkapan tiga kader Golkar murni penegakan hukum. Dia menyatakan, KPK melakukan tugas tanpa pandang bulu dalam upaya pemberantasan korupsi.

“Kalau kemudian menyangkut dengan partai politik atau hubungan dengan politik, tentu KPK tidak berpolitik,” tutur Lili kepada wartawan, Rabu (20/10/2021).

Menurut Lili, KPK memiliki alat bukti yang membuat penyidik menjerat Bupati Kuansing dan Bupati Musi Banyuasin dalam kasus dugaan korupsi. “Kita melihat ini kasusnya ya murni hukum,” kata Lili.

Tanggapan Golkar
Menanggapi sejumlah kasus yang mendera kadernya, Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia bilang, partainya akan melakukan upaya pencegahan.

“Kami bertekad dengan beberapa peristiwa itu, akan menambah upaya kami agar lebih intensif mengantisipasi agar kader-kader kami tak terjebak lagi dalam masalah hukum,” ujar Doli ditemui di DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Rabu (20/10/2021).

Doli menyebut, meski kader Golkar sudah tersangka, namun di dalam hukum tetap menganut asas presumption of innocence. Sebab, Indonesia adalah negara hukum.

“Jadi belum tersangka itu terbukti salah kemudian otomatis menjadi terdakwa atau terpidana. Prosesnya kan masih panjang. Oleh karena itu kita serahkan mekanismenya pada mekanisme yang berlaku. Kita hormati proses hukum para penegak hukum,” kata dia.

“Mudah-mudahan kita berdoa para kader kita tak terbukti bersalah. Dan kemudian akhirnya memang mereka membuktikan bahwa mereka bekerja selama ini dengan prinsip clean government dan good government,” sambungnya.

Lebih lanjut, kata Doli, partai beringin memiliki Badan Hukum dan HAM. Salah satu tugasnya adalah memberikan bantuan kepada kader maupun pimpinan partai yang membutuhkan bantuan hukum. Namun, bantuan hukum itu tergantung kepada kader apakah meminta bantuan hukum atau tidak.

“Itu tergantung dari individu masing-masing. Mereka kan juga merasa punya kuasa hukum atau lawyer yang mereka rasa bisa membantu mereka. Tapi kami siap saja kalau memang itu diminta,” ujar anggota DPR tersebut. (*)


Editor: Boy Surya Hamta
Sumber: Merdeka.com

Exit mobile version