JAKARTA, FOKUSRIAU.COM-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi mengumumkan Bupati Kepulauan Meranti, Riau, Muhammad Adil sebagai tersangka penerima dan pemberi suap.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, perkara bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan di sejumlah tempat di Riau dan Jakarta.
Setelah melakukan pendalaman dan menemukan bukti permulaan yang cukup, KPK kemudian menetapkan tiga tersangka.
“KPK menetapkan tiga orang tersangka, Bupati Kepulauan Meranti periode 2021-2024, MA (Muhammad Adil). Kemudian, FN (Fitria Nengsih) selaku Kepala BPKAD Pemkab Kepulauan Meranti dan MFH (M Fahmi Aressa) selaku Pemeriksa Muda BPK Perwakilan Riau,” kata Alex dalam konferensi pers di KPK, Jumat (7/4/2023).
Sebelumnya, Muhammad Adil diciduk KPK, Kamis (6/4/2023) malam. Dalam OTT tersebut, KPK mengamankan 25 orang, antara lain Bupati Adil, sekretaris daerah (sekda), kepala dinas dan badan, kepala bidang dan sejumlah pejabat Pemkab Kepulauan Meranti.
KPK juga menyita uang miliaran rupiah saat OTT. Usai ditangkap, Adil diterbangkan ke Jakarta dan tiba di Gedung Merah Putih KPK sekitar pukul 16.18 WIB, Jumat kemarin.
Adil kemudian digiring petugas KPK masuk ke dalam gedung. Sepanjang jalan, ia tak merespons satu pun pertanyaan wartawan.
Ditahan di Rutan KPK
KPK kemudian mengumumkan menahan Muhammad Adil selama 20 hari ke depan. Selain Adil, KPK juga menahan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Fitria Nengsih dan Ketua Tim Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Riau M Fahmi Aressa dalam kurun waktu yang sama.
“Terhitung mulai tanggal 7 April 2023 sampai dengan 26 April 2023,” kata Alex dilansir FokusRiau.com dari Kompas.com.
Muhammad Adil dan Fitria ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) KPK Gedung Merah Putih, sedangkan Fahmi ditahan di Rutan KPK di Pomdam Jaya Guntur.
Sebelum dicokok KPK, Adil sempat menjadi buah bibir di masyarakat pada Desember 2022. Saat itu, dia menumpahkan kekesalannya kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Luky Alfirman.
Adil mengaku kesal karena nilai dana bagi hasil (DBH) produksi minyak dari Meranti yang diberikan Kemenkeu tak sebanding dengan produksi dan kenaikan harga minyak.
Diungkapkan, lifting minyak Meranti saat ini mencapai 7.500 barrel per hari, dari sebelumnya hanya di kisaran 3.000-4.000 barrel per hari.
Sementara asumsi harga minyak dalam anggaran negara naik menjadi 100 dollar AS per barrel dari sebelumnya 60 dollar AS per barrel. Namun, dana bagi hasil yang diterimanya untuk tahun 2022 sebesar Rp 115 miliar.
Menurutnya, jumlah ini hanya naik sekitar Rp 700 juta dari sebelumnya. Sedangkan, di sisi lain, Kepulauan Meranti berstatus sebagai salah satu daerah termiskin di Indonesia dengan jumlah penduduk miskin mencapai 25,68 persen.
“Meranti itu daerah termiskin se-Indonesia, penghasil minyak, termiskin, ekstrem lagi. Pertanyaan saya, bagaimana kami tidak miskin, uang kami tidak dikasihkan,” kata Adil saat itu.
Adil pun sempat melontarkan pernyataan bahwa pemerintah pusat tak perlu lagi mengambil sumber daya alam Kabupaten Kepulauan Meranti jika tak ingin mengurus daerah itu. Ia bahkan mengatakan pemerintah pusat bisa sekalian menyerahkan daerah Meranti ke negara tetangga.
“Maksud saya, kalau pusat enggak mau mengurus Meranti, kasihkan kami ke negeri sebelah. Kan saya ngomong (keluhan dana bagi hasil), atau bapak tak paham juga omongan saya,” ujar Adil.
“Apa perlu Meranti mengangkat senjata? Kan tak mungkin. Ini menyangkut masalah Meranti yang miskin ekstrem,” tukasnya. (bsh)