PADANG, FOKUSRIAU.COM-Ranah Minang tidak hanya dikenal dengan kuliner nan lezat, tetapi juga sebagai daerah lahirnya para pahlawan nasional. Salah satunya, Ibrahim Datuk Tan Malaka.
Tan Malaka merupakan Bapak Republik Indonesia yang lahir 2 Juni 1897 di Kenagarian Pandam Gadang, Kecamatan Gunuang Omeh, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat (Sumbar). Negara telah menganugerahi Tan Malaka sebagai pahlawan nasional.
Disandarkan kepada hasil peneliti asal Belanda, Harry Poeze, Tan Malaka tutup usia di Kediri, Jawa Timur pada 21 Februari 1949 silam.
Ironisnya, meskipun sudah bergelar pahlawan nasional sejak 28 Maret 1963 oleh Presiden Soekarno, Tan Malaka tetap saja terabaikan di tanah kelahirannya.
Hal itu tampak nyata dari terbengkalainya rumah Tan Malaka yang telah ditetapkan sebagai museum dan pustaka tahun 21 Februari 2008 lalu dan terpampang palang cagar budaya di halamannya.
Senin (24/4/2024) siang, kala merdeka.com mendatangi Rumah Tan Malaka, tampak rumah dengan arsitektur khas adat Minangkabau dengan lima gonjong yang atapnya terbuat dari seng itu tidak terurus.
Dari belakang rumah terlihat dinding terbuat dari anyaman bambu dan ditumbuhi semak, tiada satupun petugas penjaga di sekitar lokasi.
Bagian depan rumah tampak lima buah jendela dalam keadaan terbuka dan pintu masuk dalam keadaan terkunci. Pada bagian depannya, bangunan rumah itu terbuat dari papan kayu bercat biru berpadu dengan garis merah putih di tengahnya.
Di samping halaman juga berdiri kokoh palang Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat dengan patung Tan Malaka. Pada bagian depan berkibar bendera merah putih dan juga terdapat tiga makam, makam paling tengah yakni Ibrahim Datuk Tan Malaka.
Samping kiri dan kanan ada makam orang tua Tan Malaka, Ibunya bernama Rangkayo Sinah dan Ayahnya bernama Rasad Bagindo Malano.
Makam Ibrahim Datuk Tan Malaka yang berada di Kenagarian Pandam Gadang tersebut merupakan makam yang dipindahkan dari Kediri Jawa Timur pada 1 Maret 2017 silam yang diikuti keluarga dan tokoh adat, niniak mamak dengan membawa gumpalan tanah makam tersebut.
Sementara itu berdasarkan ranji (silsilah keturunan), Ibrahim Datuak Tan Malaka merupakan Tan Malaka yang keempat di Kenagarian Pandam Gadang. Tan Malaka merupakan sebuah gelar diberikan suatu kaum secara turun-temurun kepada seseorang yang berarti rajo adat di sebuah nagari dari berbagai penghulu.
“Ibrahim Datuk Tan Malaka merupakan Tan Malaka yang keempat. Sekarang sudah Tan Malaka yang ketujuh, gelar itu diampu oleh Hengky Novaron S.E.M.M,” tutur ahli waris dari Rumah Tan Malaka, Indra Ibnu Ikatama diwawancarai di Pandam Gadang, Kecamatan Gunuang Omeh.
Museum dan Pustaka Terabaikan
“Antah sia nan kadisalahkan, lintuah ati awak nengok rumah iko kini (Entah siapa yang akan disalahkan melihat kondisi rumah saat ini),” kata Indra kala memasuki Rumah Tan Malaka.
Rumah Tan Malaka yang telah resmi ditetapkan ditetapkan sebagai museum dan pustaka pada 21 Februari 2008 silam yang diresmikan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata kala itu, tampak tidak berarti sama sekali.
Tidak hanya pada bagian luar rumah yang memprihatinkan, namun juga bagian dalam. Pertama masuk akan disuguhkan dengan buku besar polio terbentang di atas meja dengan tinggi sekitar 60 cm. Buku yang sudah berdebu itu digunakan sebagai buku tamu dengan berbagai kesan pesan pun dari pengunjung pun terlihat di dalamnya.
Dalam rumah terdapat deretan foto-foto muda Tan Malaka yang terpampang pada dinding dengan lantai yang mulai lapuk dan dipenuhi dengan kotoran kelelawar. Terlihat juga beberapa buku di dalam lemari dengan keadaan yang sudah berdebu tanpa tertata rapi.
Kata Indra, rumah gadang merupakan satu-satunya peninggalan Ibrahim Datuk Tan Malaka yang masih tersisa selain Materilisme-Dialetika-Logika (Madilog). “Ini peninggalan satu-satunya selain Madilog, tetapi keadaannya sangat memprihatinkan,” sebutnya.
Meskipun sudah menjadi museum dan pustaka serta juga sudah ada palang cagar budayanya tetapi Rumah Tan Malaka jauh dari perhatian pemerintah.
“Selama terpampang palang sebagai cagar budaya, kita hanya mendapatkan satu kali bantuan. Itupun hanya untuk renovasi pada bagian atap sekitar tahun 2017 dan sisip lantai,” sebutnya.
“Apabila sudah ditetapkan sebagai cagar budaya seharusnya ada perhatian pemerintah, sekurang-kurangnya untuk peremajaan rumah ini. Tetapi sejauh ini nihil,” katanya.
“Kami berharap, ke depannya ada perhatian pemerintah daerah maupun provinsi terkait rumah Tan Malaka. “Kita berharap semoga ke depannya ada perhatian pemerintahan, apalagi beliau sudah ditetapkan sebagi pahlawan nasional,” sebutnya.
Respon Pemerintah Daerah
Bupati Lima Puluh Kota, Safaruddin Dt. Bandaro Rajo mengaku akan membenahi rumah Tan Malaka dan berkoordinasi dengan pimpinan terkait secepatnya sesuai dengan anggaran yang ditetapkan. Katanya, sejauh ini tim ahli cagar budaya di Lima Puluh Kota belum ada.
Terkait kapan dimulai pembenahan rumah yang telah ditetapkan sebagai museum dan pustaka itu, Safaruddin belum bisa memastikan tanggal hingga bulannya.
“Intinya seluruh inventaris maupun Cagar Budaya di Limapuluh Kota akan dibenahi secara bersama-sama secepatnya. Kita akan segera membentuk tim ahli cagar budaya di Limapuluh Kota. Nanti kita juga akan berkoordinasi dengan pemerintah Provinsi hingga Menteri Pendidikan dan Kebudayaan,” sebutnya, Jumat (28/4/2024).
Sementara Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) III eks BPCB Sumatera Barat (Sumbar), Undri menuturkan, Rumah Tan Malaka yang berada di Kenagarian Pandam Gadang, Kecamatan Gunung Omeh, Kabupaten Limapuluh Kota sampai saat ini belum ditetapkan sebagai cagar budaya.
Katanya, penetapan cagar budaya sesuai dengan Undang-Undang No 11 Tahun 2010 tentang cagar budaya dilakukan secara berjenjang dari Kabupaten/Kota, Provinsi dan Nasional yang ditetapkan melalui Keputusan Kepala Daerah (Bupati/walikota/Gubernur) dan nasional oleh Menteri Dikbudristekdikti. Penetapan pada semua tingkatan dilakukan berdasarkan rekomendasi Tenaga Ahli Cagar Budaya (TACB).
“Saat ini Kabupaten Limapuluh Kota belum memiliki TACB tersebut, jadi statusnya masih Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB). Kalau TACB tidak ada mana bisa objek ditetapkan sebagai cagar budaya,” tuturnya kepada merdeka.com.
Selama ini, BPK III Eks BPCB Sumbar telah melakukan berbagai kegiatan studi dan pemugaran Rumah Tan Malaka itu, mulai pengumpulan data untuk proses penetapan sebagai cagar budaya tahun 2016 silam, studi kelayakan adaptasi cagar budaya, studi teknis pemugaran cagar budaya hingga pemugaran cagar budaya pada Tahun 2017 terutama pada bagian atap bangunan dan pemberian plang nama pada tahun 2019 silam. (bsh)