Pasca Duet Anies-Muhaimin, Mungkinkah Muncul Poros Keempat?

Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar. (Foto: Istimewa)

JAKARTA, FOKUSRIAU.COM-Suhu politik menuju Pemilu Presiden (Pilpres) 2024 kian memanas.

Bakal calon presiden (capres) Koalisi Perubahan untuk Persatuan, Anies Baswedan menggandeng Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar sebagai bakal calon wakil presiden (cawapres) Pemilu 2024.

Kabar ini seketika menggegerkan panggung politik. Bagaimana tidak, Anies dan Muhaimin sedianya berada di poros politik berbeda.

Seperti diketahui, setahun belakangan, telah terbentuk tiga poros politik dengan tiga bakal capres.

Pertama, PDI Perjuangan yang mengusung Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sebagai bakal calon RI-1. Pencapresan Ganjar didukung Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan dua partai politik (parpol) non Parlemen, Partai Hanura dan Partai Persatuan Indonesia (Perindo).

Poros kedua diisi Partai Gerindra yang menjagokan ketua umumnya Prabowo Subianto. Pencapresan Prabowo didukung Partai Golkar dan Partai Amanat Nasional (PAN) serta Partai Bulan Bintang (PBB) sebagai partai non Parlemen.

PKB sedianya juga tergabung dalam koalisi pendukung Prabowo. Bahkan, Ketum PKB Muhaimin Iskandar menjadi yang pertama menyatakan dukungan untuk Prabowo. Namun, tiba-tiba Muhaimin bergandengan dengan Anies Baswedan.

Padahal, Anies berada di poros berbeda, yakni Koalisi Perubahan untuk Persatuan yang terdiri dari Partai Nasdem, Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Demokrat kemudian memutuskan hengkang dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan pasca duet Anies-Muhaimin. Sementara, PKS belum menentukan sikap.

Lantas, bagaimana peta koalisi Pilpres 2024 pasca duet Anies-Muhaimin? Mungkinkah poros politik bertambah menjadi empat?

Terhadap kondisi ini, Direktur Nusakom Pratama Institute, Ari Junaedi menilai, poros politik mungkin bertambah dari tiga menjadi empat koalisi pasca Anies menggandeng Muhaimin sebagai cawapres.

“Bisa tiga pasang, tetapi bisa juga empat,” kata Ari dikutip FokusRiau.Com dari Kompas.com, Jumat (1/9/2023).

Menurut Ari, jumlah koalisi partai politik Pemilu 2024 bergantung pada bakal cawapres yang ditunjuk untuk mendampingi bakal capres PDI-P Ganjar Pranowo.

Sejauh ini, Ganjar belum mengumumkan nama calon pendamping. Namun, PPP yang berkoalisi dengan PDI-P telah menyodorkan nama Ketua Badan Pemenangan Pemilu PPP, Sandiaga Uno sebagai calon RI-2.

Ari memprediksi, bila Sandiaga dipilih sebagai cawapres Ganjar, maka hanya ada tiga poros politik saja. Ketiganya, koalisi PDI-P yang mengusung Ganjar, koalisi Partai Gerindra yang menjagokan Prabowo Subianto dan koalisi Nasdem-PKB yang mencalonkan Anies-Muhaimin.

Namun, seandainya bukan Sandiaga yang jadi rekan duet Ganjar, PPP diprediksi hengkang dari koalisi PDI-P dan membentuk poros baru.

“Bisa tiga pasang (capres-cawapres) andai Sandiaga Uno dipilih mendampingi Ganjar, tetapi bisa menjadi empat pasang andai Ganjar tidak memilih Sandiaga,” ujarnya.

Ari menduga, PPP akan berkoalisi dengan Partai Demokrat dan PKS untuk mengusung Sandiaga dan Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Kemungkinan itu dinilai terbuka lebar mengingat Demokrat terlanjur kecewa berat, sebab AHY batal jadi cawapres Anies.

“Artinya akan muncul koalisi baru antara Demokrat, PPP dan PKS yang menyodorkan nama Sandiaga Uno dan AHY,” katanya.

Jika PPP dan Demokrat membentuk koalisi baru, kata Ari, ada kemungkinan PDI-P berjuang sendirian mengusung Ganjar sebagai capres.

Ini memungkinkan terjadi, mengingat partai pimpinan Megawati Soekarnoputri menjadi satu-satunya yang memenuhi presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden.

Sehingga dapat mengajukan pasangan capres-cawapres sendiri tanpa berkoalisi dengan partai lain.

“Suara PDI-P ditambah Perindo dan Hanura di raihan suara Pemilu 2019 sudah lebih dari cukup,” tutur dosen Universitas Indonesia itu. (bsh)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *