PEKANBARU, FOKUSRIAU.COM-Sejumlah warga menolak pengembangan kawasan ekonomi baru Rempang Eco-city di Pulau Rempang, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Penolakan warga tersebut berujung bentrok antara warga dengan aparat gabungan TNI-Polri, Kamis (7/9/2023).
Proyek pengembangan Rempang Eco-city sebetulnya mulai mencuat tahun 2004. Saat itu, pemerintah melalui BP Batam dan Pemerintah Kota Batam menggandeng PT Makmur Elok Graha menandatangani perjanjian kerja sama.
PT Makmur Elok Graha adalah anak usaha dari Artha Graha Group milik pengusaha taipan Tomy Winata. Dalam perkembangannya, proyek ini masuk daftar Proyek Strategis Nasional 2023.
Hal itu tertuang dalam Permenko Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2023 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional.
Beleid itu diteken Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pada 28 Agustus 2023 lalu.
Mengutip situs BP Batam, kawasan ekonomi ini rencananya dikembangkan di lahan seluas 7.572 hektare atau sekitar 45,89 persen dari total luas Pulau Rempang 16.500 hektare.
Pengembangan Pulau Rempang mencakup kawasan industri, perdagangan, hingga wisata yang terintegrasi di sana agar bisa bersaing dengan negara tetangga, Singapura dan Malaysia.
BP Batam memperkirakan investasi pengembangan Pulau Rempang mencapai Rp381 triliun dan akan menyerap 306 ribu tenaga kerja hingga 2080. Hal ini diharapkan bisa berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi setempat.
Kawasan Rempang juga akan menjadi lokasi pabrik kaca terbesar kedua di dunia milik perusahaan China Xinyi Group. Investasi proyek itu diperkirakan mencapai US$11,6 miliar atau sekitar Rp174 triliun.
Juli lalu, Xinyi International International Investment Limited dan PT Makmur Elok Graha telah menandatangani nota kesepakatan (Memorandum of Agreement) terkait rencana investasi itu di Chengdu, China.
Kendati demikian, sejumlah warga terdampak harus direlokasi demi pengembangan proyek Rempang Eco-City. Sebagai kompensasi, Kepala BP Batam Muhammad Rudi mengungkapkan pemerintah menyiapkan rumah tipe 45 senilai Rp 120 juta dengan luas tanah 500 meter persegi.
Pemerintah juga memberikan keringanan lainnya berupa bebas biaya uang wajib tahunan (UWT) selama 30 tahun, gratis pajak bumi dan bangunan (PBB) selama 5 tahun, BPHTB dan SHGB.
“Lokasinya berada di tepi laut. Sehingga memudahkan masyarakat yang umumnya berprofesi sebagai nelayan untuk melaksanakan aktivitas. Dengan momentum pembangunan ini, saya berharap nasib masyarakat bisa berubah menjadi lebih baik,” ujar Rudi dalam keterangan tertulis yang dilansir FokusRiau.Com dari CNNIndonesia, Kamis (7/9/2023) lalu.
Masyarakat yang terdampak pembangunan akan dialihkan pemerintah ke lokasi yang sudah disiapkan. Mereka akan mendapat biaya hidup Rp1,03 juta per orang dalam satu KK.
Bagi masyarakat yang memiliki tinggal di ditempat lain akan mendapat bantuan biaya sewa Rp1 juta per bulan. (bsh)