Mengenal Tato Suku Mentawai di Sumbar, Ada Filosofi di Setiap Motif

Salah satu contoh tato yang digunakan masyarakat suku Mentawai. (Foto: Istimewa)

PADANG, FOKUSRIAU.COM-Seni tato atau seni rajah, merupakan seni tertua yang melewati berbagai periode peradaban manusia di banyak belahan dunia, termasuk di Asia Tenggara.

Lalu bagaimana bila tato tersebut merupakan tradisi turun temurun yang sampai sekarang masih dipertahankan?

Seperti halnya tato pada Suku Mentawai di Sumatera Barat (Sumbar). Bagi mereka, tato bukan sekadar seni melukis tubuh, namun telah menjadi identitas diri.

Antropolog Juniator Tulius menyebut, titi atau bahasa lokal dari tato Mentawai berawal dari konsep kosmologi. Yaitu bagaimana cara pandang orang Mentawai terhadap dirinya dan orang di sekitarnya tersambung dengan keyakinannya dan implementasikan dalam sebuah tato.

Hasil penelitian tahun 1941 menghasilkan sebuah identifikasi. Gambar tato yang dilukiskan di masing-masing bagian tubuh seperti wajah, depan badan, lengan, tangan bawah, paha, punggung dan kaki memiliki nama dan punya motif tersendiri.

“Kalau kita ke Mentawai, ketemu itu. Orang yang bertato di punggung, melengkung dan ada satu garis lurus vertikal. Di punggung semua bisa ditemukan kalau memang itu adalah orang Mentawai,” kata Juniator dikutip FokusRiau.Com dari Liputan6.com.

“Yang membedakan lagi, kalau kita melihat tiga garis di belakang, selain di punggungnya, dua garis, orang lihat dari jauh sudah mulai merasa cemas. Itu representasi tato orang yang sudah pernah melakukan pengayauan,” tambahnya.

Dikatakan, pengayauan itu merupakan orang yang sakti dan memiliki keberanian, pengalaman petualangan yang luar biasa. Selain itu tato Mentawai merupakan sebagai tanda kesiapan peralihan hidup seseorang.

Misalnya ketika seseorang mulai ikut berburu bersama keluarganya, kemudian berhasil mendapatkan buruan berulang kali, maka berhak mendapatkan sebuah tanda keberhasilan tersebut, yaitu tato. Untuk motif tato yang dilukiskan pun tergantung dari apa hasil buruan yang didapatkan.

“Tapi itu pada usia yang relatif matang kemudian digambarlah tato monyet di sekitar sini atau tato mirip babi di sekitar sini atau tato penyu laut, kalau saya sering pergi ke laut,” ujar Juniator.

Tato Sebagai Representasi Peralihan Hidup
Selain pencapaian seorang, tato Mentawai juga menjadi tanda bahwa seorang telah menjalani hidup dengan kondisi yang berbeda. Kematangan seseorang untuk siap menikah, kecocokan terhadap pasangan, dan kesiapan untuk membangun keluarganya.

Oleh karena itu untuk mengapresiasi hal tersebut, keluarga pengantin menyiapkan pesta untuk memberi tato kepada mereka. Namun, motif yang dilukiskan juga harus memperhatikan kawasan yang mereka diami agar tidak menjadi simpang siur dari mana mereka berasal.

Lanjut Juniarto, motif tato Mentawai juga ditemukan di bagian atas rumah masyarakat Mentawai atau disebut sebagai jaraik yang bertujuan untuk perlindungan keluarga. Yakni dari berbagai radiasi atau bajou yang datang dari luar yang dibawa oleh orang-orang yang berkunjung ke rumah mereka.

“Jadi ditato lah badan manusia itu untuk melindungi badan manusia dari radiasi-radiasi yang kita sebut dalam istilah lokal bajou. Setiap benda di alam semesta itu mempunyai radiasi. Bajou itu tidak jelek, tetapi karena kita lemah kemudian berimbas ke kita, kita menjadi sakit. Tato salah satu menjadi tameng,” tukasnya. (bsh)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *