JAKARTA, FOKUSRIAU.COM-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Komisaris Utama PT Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama. Pria yang biasa disapa Ahok tersebut dipanggil sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengadaan Liquefied Natural Gas (LNG) 2011-2021.
Sebelumnya, KPK sudah menetapkan Direktur Utama PT Pertamina periode 2009-2014 Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan sebagai tersangka, Selasa (19/9/2023).
Ahok mulai diperiksa pukul 09.00 WIB dan baru meninggalkan Gedung Merah Putih KPK sekitar pukul 15.35 WIB.
“Pemeriksaan tanya ke penyidik. Ini urusan jadi saksi buat masalah Ibu Karen,” kata Ahok usai 6 jam diperiksa di Kantor KPK, Jakarta Selatan, Selasa (7/11/2023).
Ahok kukuh enggan banyak bicara ketika dibombardir pertanyaan oleh awak media. Ia meminta sederet pertanyaan itu disampaikan langsung kepada KPK.
Kendati demikian, Ahok sedikit menjelaskan kontrak kerja Pertamina dengan perusahaan di AS bernama Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC yang diklaim masih panjang. Ahok membocorkan itu merupakan salah satu poin yang ditanyakan penyidik KPK kepadanya.
“Kontraknya panjang. Makanya ini jadi bahan di sini lah, kamu tanya sama mereka (penyidik KPK), tapi ini kontraknya panjang banget,” tuturnya dikutip FokusRiau.Com dari laman CNNIndonesia.com.
Sebelum Ahok dipanggil KPK, Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati juga diperiksa sebagai saksi, Kamis (26/10/2023).
Lantas, seperti apa sebenarnya proyek LNG yang membuat Karen menjadi tersangka dan Nicke serta Ahok dipanggil KPK?
Berdasarkan situs Pertamina, mereka menandatangani perjanjian jual beli pada 4 Desember 2013 lalu dengan Cheniere Energy, Inc untuk 0,8 juta ton LNG per tahun selama 20 tahun. Pasokan itu dipenuhi dari kilang LNG di dekat Corpus Christi, Texas, AS.
Impor LNG itu diklaim sebagai yang pertama kalinya dilakukan Pertamina dari pemasok internasional. Niatnya, perusahaan pelat merah itu ingin memenuhi kebutuhan energi Indonesia di tengah melonjaknya permintaan gas domestik.
“Permintaan gas domestik diperkirakan akan meningkat sekitar 3,9 persen mencapai 7,2 miliar kaki kubik per hari (BCFD) pada 2025. Ini terutama dipicu kebutuhan pembangkit listrik berbahan bakar gas dan sektor industri di Jawa dan Sumatra,” dalih Pertamina saat itu.
Cheniere Energy, Inc adalah perusahaan energi yang berbasis di Houston, AS. Mereka bergerak di bisnis LNG dan mengoperasikan terminal LNG Sabine Pass serta Creole Trail Pipeline di Louisiana.
Sedangkan The Corpus Christi Liquefaction Project yang dirancang Cheniere punya 3 train LNG dengan kapasitas produksi mencapai 13,5 juta ton per tahun (MTPA). Kawasan itu diklaim mencakup 3 tangki penyimpanan LNG dengan kapasitas 10,1 BCFD dan 2 dermaga pengapalan LNG.
“Kesepakatan ini menegaskan komitmen Pertamina untuk terus mengupayakan kepastian pasokan LNG yang sangat menentukan bagi keberlangsungan proyek-proyek infrastruktur gas/LNG yang akan dibangun perusahaan,” jelas Direktur Gas Pertamina kala itu Hari Karyuliarto yang kini dicegah KPK ke luar negeri.
“Infrastruktur gas/LNG sangat mendesak diperlukan untuk memfasilitasi upaya pemenuhan kebutuhan gas nasional yang terus meningkat, terutama di sektor ketenagalistrikan dan industri,” tambahnya.
LNG yang dibeli dari AS itu rencananya akan disalurkan ke sejumlah terminal milik Pertamina, termasuk Arun LNG Storage & Regasification Terminal dan FSRU Jawa Tengah. Dengan kata lain, pembelian gas alam cair ini tak lepas dari proyek konstruksi penyimpanan gas di Indonesia.
Untuk proyek Arun LNG Storage & Regasification Terminal di Lhokseumawe, Aceh, peletakkan batu pertamanya dilakukan pada November 2013 lalu. Penyimpanan gas alam cair ini dibangun dengan kapasitas 400 juta standar kubik per hari (MMSCFD) alias setara 3 juta ton per tahun.
Proyek Arun LNG Storage & Regasification Terminal berkomitmen memenuhi pasokan gas 120 MMSCFD untuk PT PLN (Persero). (bsh)