JAKARTA, FOKUSRIAU.COM-Kasus dugaan korupsi pengadaan Liquefied Natural Gas (LNG) 2011-2021 di Pertamina terus bergulir. Terbaru, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Komisaris PT Pertamina Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Selasa (7/11/2023).
Sebelum Ahok, Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati juga diperiksa KPK sebagai saksi, Kamis (26/10/2023).
Menurut Ketua KPK Firli Bahuri, kasus tersebut bermula sejak 2012 saat Pertamina berencana mengadakan LNG sebagai alternatif mengatasi defisit gas di tanah air yang diyakini terjadi pada 2009-2040.
Gas alam cair itu rencananya digunakan untuk memenuhi kebutuhan PT PLN (Persero) serta industri pupuk petrokimia lainnya di Indonesia.
Firli menyebut, Karen selaku dirut Pertamina 2009-2014 mengeluarkan kebijakan menjalin kerja sama dengan beberapa produsen dan supplier LNG di luar negeri, termasuk Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC AS.
Akan tetapi, Karen diklaim secara sepihak memutuskan kontrak perjanjian jual beli LNG tersebut tanpa kajian hingga analisis menyeluruh, bahkan tidak melapor kepada dewan komisaris Pertamina.
“Selain itu, pelaporan untuk menjadi bahasan di lingkup Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam hal ini pemerintah tidak dilakukan sama sekali sehingga tindakan GKK alias KA tidak mendapatkan restu dan persetujuan dari pemerintah saat itu,” ulas Firli dikutip FokusRiau.Com dari laman CNNIndonesia.
Firli mengatakan, seluruh kargo LNG milik Pertamina yang dibeli dari perusahaan CCL LLC AS menjadi tidak terserap di pasar domestik. Ujungnya, kargo LNG oversupply dan tidak pernah masuk wilayah Indonesia.
Tindakan Karen disebut bertentangan dengan sejumlah ketentuan, antara lain Akta Pernyataan Keputusan RUPS 1 Agustus 2012 tentang Anggaran Dasar PT Pertamina Persero dan Peraturan Menteri BUMN Nomor: Per-01/MBU/2011 tanggal 1 Agustus 2011.
Karen juga disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
“Dari perbuatan GKK alias KA menimbulkan dan mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar US$140 juta yang ekuivalen dengan Rp2,1 triliun,” ujar Firli.
Akan tetapi, Karen membantah KPK yang menyebut dirinya secara sepihak memutuskan meneken kontrak perjanjian perusahaan dengan CCL LLC AS. Ia berdalih apa yang dilakukannya adalah perintah jabatan dan sesuai anggaran dasar.
Ia juga mengklaim, pengadaan LNG merupakan aksi korporasi Pertamina. Karen mengaku langkah ini adalah bagian dari tindak lanjut Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010.
“Itu perintah jabatan dan saya melaksanakan sudah sesuai dengan pelaksanaan anggaran dasar, ada due diligence. Ada tiga konsultan yang terlibat dan itu sudah disetujui seluruh direksi secara kolektif kolegial dan secara sah karena ingin melanjutkan apa yang tertuang dalam proyek strategis nasional,” kata Karen membela diri sebelum dibawa ke Rutan KPK.
“Pak Dahlan (Menteri BUMN 2011-2014 Dahlan Iskan) tahu, karena Pak Dahlan penanggung jawab inpres,” tukasnya. (bsh)