Ekonom Kritik Hilirisasi Nikel Kebanggaan Jokowi-Gibran, Merusak Lingkungan

Indef menyebut hilirisasi nikel yang saat ini dijalankan pemerintah merupakan bentuk dari ekosida. Ilustrasi smelter nikel. (Foto: Reuters)

JAKARTA, FOKUSRIAU.COM-Kepala Center of Industry, Trade and Investment Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho menyebut, program hilirisasi nikel yang kini dijalankan pemerintah merupakan bentuk ekosida.

Ekosida merupakan perusakan lingkungan, akibat adanya aktivitas manusia. Menurut Andry, aktivitas yang dilakukan di kawasan nikel memberikan dampak negatif lingkungan cukup besar.

“Kalau kita lihat daratannya banjir bandang cukup besar. Sawah dari petani menjadi susah untuk memanen, karena wilayahnya sudah terkena sedimentasi limbah,” kata Andry dalam acara Tanggapan Indef atas Debat Keempat, Senin (22/1/2024).

Tak hanya itu, kata Andry, kerusakan lingkungan juga berdampak buruk bagi nelayan sebab hasil tangkapannya menurun.

Dikatakan, karena pekerjaan-pekerjaan tradisional tersebut terganggu, akhirnya berdampak pada kesejahteraan masyarakat di wilayah hilirisasi.

“Akhirnya berpengaruh terhadap peningkatan kemiskinan dan ke depannya terkait stunting yang masih besar di wilayah lumbung nikel,” tuturnya.

Banyaknya persoalan lingkungan dan sosial di daerah hilirisasi mencerminkan bahwa investasi yang masuk ke Indonesia hanya fokus kepada kuantitas saja, bukan kualitas.

Kualitas investasi, bisa dilihat dari dua hal. Pertama, apakah investasi tersebut bisa membuka lapangan kerja. Kedua, apakah investasi berimplikasi pada peningkatan mutu lingkungan.

“Ini tidak terjadi dua-duanya. Baik itu di lapangan kerja, bahkan menghilangkan lapangan kerja tradisional. Kedua, memberikan dampak destruktif terhadap lingkungan,” katanya dikutip FokusRiau.Com dari laman CNNINdonesia.com.

Jokowi belakangan memang terus menggenjot hilirisasi supaya Indonesia yang sudah 400 tahun sejak zaman VOC selalu mengekspor bahan mentah bisa untung besar dari sumber daya alam yang dimiliki. Dia mengklaim, hilirisasi bisa memberikan dampak positif.

Salah satunya, lapangan kerja yang ia klaim meningkat hingga 40 kali lipat.

Dia memberi contoh hilirisasi nikel di Sulawesi Tengah yang bisa menyediakan pekerjaan bagi 71.500 tenaga kerja. Padahal, sebelumnya, hanya 1.800 tenaga kerja yang terangkut dalam pengolahan nikel di wilayah itu.

“Kemudian di Maluku Utara sebelum hilirisasi hanya 500 orang, setelah hilirisasi menjadi 45.600 pekerja yang bekerja di hilirisasi nikel di sana,” kata Jokowi dalam Pengukuhan Pengurus Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) 2023-2028, Senin (31/7/2023) lalu.

Tak hanya dari sisi tenaga kerja, Jokowi mengatakan hilirisasi juga menambah nilai ekspor nikel dari Rp31 triliun pada 2015 menjadi Rp510 triliun saat ini. Ia juga menyebut negara juga mendapat keuntungan atas hilirisasi dari pajak pertambahan nilai (PPN), pajak penghasilan (PPh), royalti dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

Hilirisasi pun dibanggakan calon wakil presiden nomor urut 2 sekaligus putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka.

Gibran tak mau hilirisasi industri cuma terpaku di urusan pertambangan. Ia ingin lebih banyak lagi industri yang dihilirisasi di dalam negeri.

“Kita akan melanjutkan hilirisasi. Bukan hanya hilirisasi tambang, tetapi juga hilirisasi pertanian, perikanan, hilirisasi digital, dan yang lain-lain,” kata Gibran di Debat Cawapres Pilpres 2024 di Jakarta, Jumat (22/12/2023) malam. (bsh)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *