PEKANBARU, FOKUSRIAU.COM-Pembebasan lahan yang akan dilewati jalur jalan tol Pekanbaru-Rengat memunculkan masalah. Ada mafia tanah diduga terlibat dalam masalah itu.
Perkara pidana dan perdata mengapung sebelum adanya konsinasi pengadaan tanah tol Pekanbaru-Rengat tahap I. Kini, tiga orang telah ditetapkan sebagai tersangka pemalsuan dokumen surat tanah di Desa Tarai Bangun, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar.
Tak lama setelah penetapan tersangka oleh Polres Kampar, perkara perdata kemudian bergulir di Pengadilan Negeri Bangkinang. Tiga orang mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum bidang pertanahan terhadap tiga tergugat dan dua turut tergugat.
Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kampar dan Kantor Pemerintahan Desa Tarai Bangun, Kecamatan Tambang juga ditarik sebagai turut tergugat. Sementara kasus pidana sudah ditangani Polres Kampar, terkait penyerobotan lahan.
Kepala Desa Tarai Bangun, Andra Maistar dan Sekretaris Desa Eka Putra bahkan sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
Kasus ini dilaporkan Salikin yang dalam gugatan perbuatan melawan hukum duduk sebagai salah satu tergugat. Ia mengaku tanahnya seluas satu haktare telah diserobot.
Selanjutnya masih ada sengkarut mafia yang lain di atas lahan pembangunan tol ini.
Syafrudin, Seorang pemilik tanah melaporkan Ujang yang diketahui merupakan abang kandung dari Kepala Desa Rimbo Panjang, Ben Zainal Arifin.
Terlapor diduga memalsukan Surat Keterangan Tanah (SKT) yang diteken Kades. Laporan ke Kepolisian Resor Kampar itu dibuat pada 6 Oktober 2023 lalu.
Syafrudin melalui pengacaranya, Ronald Sihotang mengatakan, tanah Syafrudin dicaplok dengan penerbitan SKT atas nama Ujang.
Tanah Syafrudin seluas 19.575 meter persegi atau hampir 2 hektare itu telah berstatus Sertifikat Hak Milik (SHM) tahun 2002. Sementara SKT Ujang terbit tahun 2022.
Pembangunan Tol Pekanbaru-Rengat merupakan Proyek Strategis Nasional, bagian dari pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) Tahap II.
Pembangunan tol ini akan terkoneksi dengan tiga ruas JTTS, yakni jalan tol Ruas Rengat – Pekanbaru, Ruas Pekanbaru – Bangkinang, dan backbone Trans Sumatera Ruas Pekanbaru – Dumai.
Diselesikan di Persidangan
Sebelumnya, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Eva Monalisa Tambunan menegaskan, sengketa dalam pengadaan tanah hanya diselesaikan melalui konsinyasi di pengadilan.
Dikatakan, Kemen PUPR sebagai instansi yang memerlukan tanah tetap akan mengajukan permohonan penitipan uang ganti rugi ke Pengadilan Negeri Bangkinang. Ini sesuai dengan Pasal 89 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021.
Aturan tersebut berlaku bagi bidang tanah yang sedang berperkara atau statusnya tumpang tindih. Setelah itu, Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah (P2T) akan mengeluarkan pemberitahuan tentang hapusnya hubungan hukum antara pihak yang berhak dengan tanahnya.
Pemberitahuan itu dinamai dengan Pemutusan Hubungan Hukum (PHH). Inilah dasar bagi Kemen PUPR untuk melakukan pengosongan lahan.
Ditegaskan, pengadaan tanah tol yang termasuk Proyek Strategis Nasional (PSN) harus tuntas sesuai target.
“PSN ini harus terus berjalan mengejar target bulan Oktober, tanah bebas 100 persen,” ujar Eva dikutip FokusRiau.Com dari Tribunpekanbaru.com, Rabu (6/3/2024).
Diketahui, penitipan uang ganti kerugian yang disebut juga dengan konsinasi termasuk perdata. Sedangkan pemalsuan surat termasuk ranah pidana yang tidak menentukan hak keperdataan.
Terkait perkara perkara pidana dan perdata di saat bersamaan, kata Eva, Kemen PUPR tetap menempuh konsinasi. “Nanti pengadilan yang menentukan siapa yang berhak atas uang ganti kerugian,” tuturnya.
Dikatakan, Kemen PUPR pada intinya tidak ingin ada permasalahan yang menghambat jalannya proyek. Maka persoalan ganti kerugian harus diselesaikan melalui konsinasi. (bsh)