Penyerobotan Lahan di Kalbar, PT SKR Segera Pidanakan PT RKP

Kondisi lahan PT SKR yang diserobot PT RKP.. (Foto: Istimewa)

JAKARTA, FOKUSRIAU.COM-Kasus penyerobotan lahan masih terus berlangsung di Kalimantan Barat (Kalbar). Terbaru, lahan PT Sinar Kalbar Raya (SKR) dengan izin Hutan Tanaman Industri (HTI) seluas 38.000 Ha yang berada di Kabupaten Kubu Raya, Sanggau dan Landak diserobot PT Rezeki Kencana Prima (RKP).

Kasus tersebut sudah bergulir di meja hijau, mulai pengadilan tingkat pertama sampai ke tahap peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung. Alhasil, pengadilan memutus PT SKR sebagai pemilik lahan sah.

Terhadap perbuatan melawan hukum yang dilakukan PT RKP, maka sebagai pemilik lahan yang sah PT SKR kini mulai bersiap menempuh jalur hukum dan menuntut secara pidana para pelaku.

“Mahkamah Agung sudah memutus perkara tersebut, tapi mereka tidak mengindahkan putusan tersebut. Karena itu, kita berencana untuk mempidanakan mereka (PT RKP),” ujar kuasa hukum PT SKR, Damianus H Renjaan SH, MH kepada wartawan, Selasa (28/5/2024) di Jakarta.

Dikatakan, ada sekitar 8.000 hektar lahan yang diserobot perusahaan perkebunan sawit itu. Padahal, dalam aturannya tidak dibenarkan kawasan hutan produksi dijadikan perkebunan.

“Ya, lebih kurang 8.000 hektar lahan konsesi kita sekarang sudah ditanami sawit oleh beberapa perusahaan perkebunan di bawah naungan PT RKP. Hal ini berlangsung sejak 2008 lalu dan jelas kami sebagai pemilik lahan dirugikan atas perbuatan mereka,” ujar Damianus.

Pidanakan PT RKP

Diketahui, tahun 2009 lalu, Menteri Kehutanan sudah menerbitkan Surat Keputusan Nomor SK.601 Menhut-II/2009 tanggal 2 Oktober 2009 yang intinya mengubah luas IUPHHK-HTI dari sebelumnya seluas ±72.315 ha menjadi ±38.000 ha.

Lahan tersebut terdiri dari empat blok, yakni (1) Blok I seluas ±3.415 ha, (2) Blok II seluas ±18.650 ha, (3) Blok III seluas ±1.745 ha, dan (4) Blok VI seluas ±14.190 ha.

Tahun 2013, Menteri Kehutanan kemudian menerbitkan SK Nomor SK.936/Menhut-II/2013 tanggal 20 Desember 2013 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan, Perubahan Fungsi Kawasan Hutan dan Penunjukan Kawasan Bukan Kawasan Hutan Menjadi Kawasan Hutan di Provinsi Kalimantan.

Dalam diktum ketujuh SK tersebut dinyatakan, izin pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan yang masih berlaku dan berada dalam kawasan hutan yang mengalami perubahan peruntukan tetap berlaku sampai berakhir izinnya.

Tahun 2017, Bupati Landak menerbitkan SK Nomor 503/342/HK-2017 tanggal 4 Desember 2017 yang memberikan Izin lokasi untuk pembangunan perkebunan sawit atas nama PT Rezeki Kencana Prima (PT RKP) seluas ±6.274 ha dan berlokasi di atas areal kerja IUPHHK-HTI PT SKR, tepatnya Blok II di Desa Pak Mayam, Kecamatan Ngabang, Kabupaten Landak.

Luas lahan yang diserobot PT RKP. (Foto: Istimewa)

PT SKR sudah berkali-kali mengajukan keberatan kepada Bupati Landak. Sampai saat ini, PT RKP tidak pernah memperoleh Izin Usaha Perkebunan Kelapa Sawit di atas lahan IUPHHK-HTI milik PT SKR.

Atas persoalan itu, 6 Februari 2018 Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah III mengeluarkan Hasil Telaahan Teknis Fungsi Kawasan Hutan Terhadap Areal perkebunan sawit atas nama PT RKP yang intinya menyatakan bahwa Izin Lokasi perkebunan sawit PT RKP terdapat tumpang tindih perizinan IUPHHK-HTI milik PT SKR.

Kemudian 2 Juni 2018, Bapedda Kabupaten Landak mengeluarkan rekomendasi agar PT RKP terlebih dahulu menyelesaikan masalah tumpang tindih izin lokasinya dengan PT SKR dan tidak melakukan kegiatan sebelum status areal izin diperoleh.

Pada 21 Maret 2021, Menteri LHK menerbitkan SK Nomor SK.75/MENLHK/SETJEN/HPL.0/3/2021 Tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.601/MENHUT-11/2009 tanggal 2 0ktober 2009 tentang Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Industri Kepada PT. Sinar Kalbar Raya Atas Areal Hutan Produksi Seluas ± 38.000 Ha di Provinsi Kalimantan Barat.

Adapun dasar penerbitan SK tersebut adalah Surat Bupati Landak Nomor 525/7718/Disbun/2020 tanggal 10 Desember 2020, Surat Gubernur Kalimantan Barat Nomor 619/1455.I/Dishut-IV/BPPHT/2016 tanggal 29 April 2016.

Audit kinerja PT SKR

Gugatan Tata Usaha Negara No. 239/G/2021/PTUN-JKT/PUTUSAN
tanggal 14 Oktober 2021. Dimana PT SKR mengajukan gugatan atas Keputusan MenLHK Nomor SK.75/MENLHK/SETJEN/HPL.0/3/2021 tanggal 21 Maret 2023 pada Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta.

Amar PUTUSAN Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta No. 239/G/2021/PTUN-JKT tgl. 31 Maret 2022 menyatakan;

  • Menolak Permohonan Penundaan surat keputusan objek sengketa yang dimohonkan penggugat.
  • Dalam pokok perkara Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
  • Menyatakan batal Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor : SK.75/Menlhk/Setjen/HPL.0/3/2021 Tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.601/MENHUT-11/2009 Tanggal 2 Oktober 2009 Tentang Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Industri kepada PT. Sinar Kalbar Raya Atas Areal Hutan Produksi Seluas ‡ 38.000 (Tiga Puluh Delapan Ribu) Hektar di Provinsi Kalimantan Barat tanggal 10 Maret 2021;
  • Mewajibkan Tergugat untuk mencabut Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia NomorSK.75/MenIhk/Setjen/HPL.0/3/2021 Tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.601/MENHUT-11/2009 Tanggal 2 Oktober 2009 Tentang Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Tanaman Industri kepada PT. Sinar Kalbar Raya Atas Areal Hutan Produksi Seluas ‡ 38.000 (Tiga Puluh Delapan Ribu) Hektar di Provinsi Kalimantan Barat Tanggal 10 Maret 2021;
  • Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 32.406.000,- (tiga puluh dua juta empat ratus enam ribu rupiah).

Kemudian pada Amar Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta No. 128/B/2022/PT.TUN.JKT, tanggal 31 Agustus 2022, Mengadili;

  • Menerima permohonan banding dari Pembanding;
  • Menguatkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 239/G/2021/PTUN.JKT. tanggal 31 Maret 2022 yang dimohonkan banding;
  • Menghukum Pembanding untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam tingkat banding sebesar RP.250.000.00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah);

Dan Amar Putusan Mahkamah Agung No. 52K/TUN/2023, tanggal 21 Maret 2023, Mengadili;

  • Menolak permohonan kasasi dari pemohon kasasi Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI;
  • Menghukum Pemohon Kasasi membayar biaya perkara pada tingkat kasasi sejumlah Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah);”

Pada saat sidang pemeriksaan setempat Gugatan Perkara No. 239/G/2021/PTUN-JKT, ditemukan fakta bahwa sebagian besar lokasi izin usaha PT SKR yang luasannya dikurangi atau diciutkan berdasarkan objek sengketa aquo, telah dikuasai dan dimanfaatkan oleh PT RKP sejak beberapa tahun lalu.

Bahkan wilayah tersebut telah ditanami pohon sawit (terbukti dengan adanya plang di areal tanaman sawit dengan tulisan PT.RKP di Lokasi Kedua pemeriksaan setempat) sejak wilayah tersebut masih berstatus hutan produksi atau sebelum terbit SK Tergugat No. 936 tgl. 20 Desember 2013 dan terbukti dari umur sawit yang terbukti di atas 5 tahun.

Adapun tanaman sawit di lokasi, tidak ada yang dimiliki oleh masyarakat. Keluarlah Amar Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI No. 26 PK/TUN/2024, tanggal 14 Mei 2024 yang menyatakan Menolak Peninjauan Kembali Pemohon PK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI;

Eksekusi Lahan

Setelah putusan PK keluar, PT SKR langsung melakukan eksekusi. Namun kenyataannya di lapangan, ada pihak-pihak yang menyerobot dan menguasai lahan PT SKR dengan melakukan penanaman sawit dan memperoleh hasil panen.

Karena ada pihak-pihak yang menguasai lahan PT SKR menyebabkan perusahaan tidak bisa melakukan eksekusi atas lahan tersebut.

Atas tindakan yang dilakukan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab itu, PT SKR segera mengambil langkah hukum dengan membuat laporan pidana atas dugaan tindak pidana penyerobotan dan penguasaan lahan PT SKR tanpa hak ke Direktorat Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Kalbar.

“Langkah ini perlu dilakukan agar tidak menjadi yurisprudensi dalam kasus kasus penyerobotan atau penambahan yang sama dengan melanggar hukum kedepannya,” ujar Damianus. (bsh)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *