JAKARTA, FOKUSRIAU.COM-Presiden Jokowi mendorong Pertamina memperluas area bisnis dengan melakukan ekspansi.
Dorongan itu seakan menegaskan arahan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan kepada Pertamina untuk mengambil alih kepemilikan perusahaan gula dan etanol asal Brazil.
“Saya kira Pertamina perlu ekspansi keluar. Itu hal biasa untuk keuntungan perusahaan dan melihat bisnis masa depan,” kata Jokowi usai memberikan sambutan di HUT Ke-52 HIPMI di Hotel Fairmont Jakarta, Senin (10/6/2024).
Hal itu kemudian memicu pertanyaan, karena selama ini bidang usaha Pertamina hanya sekitar minyak dan gas saja.
“Kenapa pemerintah tidak meminta PTPN Holding dengan Subholding SugarCo yang memang bisnisnya menyangkut gula dan etanol, melalui PT Sinergi Gula Nusantara (PT SGN) dan PT Energi Agro Nusantara (Enero),” tanya Direktur Eksekutif CERI Yusri Usman, Jumat (14/6/2024) di Jakarta.
Menurut Yusri, yang menjadi tanda tanya, apakah kebijakan ini sudah memiliki naskah akademik dari perguruan tinggi sekelas IPB, UGM dan USU yang dikoordinir Kementerian Pertanian dan Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI).
“Pertamina harus berhati-hati menindak lanjuti dorongan akusisi ini. Jangan sampai menimbulkan persoalan hukum di kemudian hari,” ujar salah seorang senior HIPMI tersebut.
Sebelumnya, rencana Pertamina mengakuisisi pabrik gula dan etanol asal Brazil pertama kali disuarakan Luhut saat memberikan sambutan pada HUT Ke-52 HIPMI.
Dikatakan, Pertamina masih melakukan uji tuntas atau due diligence dengan mempelajari data perusahaan tersebut.
Saat itu, Luhut tak mengatakan secara jelas identitas perusahan gula dan etanol Brazil yang akan diakuisisi Pertamina. Namun melalui akuisisi Pertamina akan meningkatkan kualitas bensin domestik secara bertahap melalui campuran bioetanol.
Sementara itu, Satuan Tugas Percepatan Swasembada Gula dan Bioetanol yang dipimpin Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia melaksanakan rapat perdana, Selasa (30/4/2024) sore di kantor Kementerian Investasi/BKPM Jakarta.
Rapat dilaksanakan untuk melakukan pembagian tugas awal dengan Kementerian/Lembaga terkait yang juga ditunjuk Presiden Joko Widodo untuk mengambil peran dalam mendorong percepatan investasi komoditas tebu.
”Ini merupakan tindak lanjut rapat terbatas dua bulan lalu yang dihadiri Kepala Badan Karantina waktu itu. Rapat dihadiri Menteri BUMN, Menteri LHK, Menko Perekonomian dan Mendagri kalau tidak salah waktu itu. Saat itu, diputuskan melakukan konsolidasi percepatan swasembada gula,” ulas Bahlil.
Sesuai Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 2024 yang ditetapkan tanggal 19 April 2024, Satgas dibentuk untuk melakukan percepatan fasilitasi investasi komoditas tebu yang terintegrasi dengan industri gula, bioetanol dan pembangkit listrik biomasa di Kabupaten Merauke Provinsi Papua Selatan.
Ada empat klaster wilayah dengan total lebih dari dua juta hektare (Ha) yang akan menjadi wilayah pengembangan swasembada gula terintegrasi bioetanol. Klaster 1 (satu) dan 2 (dua) seluas kurang lebih 1.000.000 Ha, klaster 3 (tiga) seluas kurang lebih 504.373 Ha, dan klaster 4 (empat) seluas kurang lebih 400.000 Ha.
Total rencana investasi perkebunan tebu terintegrasi swasta klaster 3 (tiga) diperkirakan mencapai USD5,62 miliar (Rp83,27 triliun).
Sebelumnya, Staff Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga mengatakan, Pertamina sebagai holding sektor energi memang harus melakukan ekspansi atau pelebaran bisnis hingga ke luar negeri.
Karena itu, dia sangat mewajarkan permintaan dari Jokowi dan Luhut untuk melakukan akuisisi perusahaan asing hingga ke Brazil.
Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya Widya Yudha mengatakan, rencana Pertamina mengakuisisi pabrik gula dan etanol di Brasil dapat menambah volume dan kebutuhan domestik.
“Hal ini harus didukung, karena sejalan dengan rencana umum energi nasional kita,” kata Satya di Jakarta, Kamis (13/6/2024).
Di sisi lain, menurut Yusri, saat CERI meminta pendapat inisiator Industri Oleochemical di Indonesia yang juga pengusaha sawit, Riza Mutiara mengatakan, India dengan penduduk 1,5 miliar orang harga gula ICUMSA 45 untuk industri hanya Rp 5.300 per kg.
Sementara di Indonesia, harganya berkisar antara Rp 13.000 sampai Rp 17.000 per kg. Saat ini, India malah sudah kelebihan gula.
“Karena industri gula di India dilakukan UKM dengan pabrik ukuran kecil-kecil kapasitas 25 tcd/tn tebu per day dan investasi pabriknya hanya Rp 2 miliar saja,” ujar Riza.
Riza menyebut, Indonesia sudah menjadi importir gula terbesar dunia dengan kebutuhan 5 juta ton per tahun hingga 6 juta ton per tahun.
“Karena gula dikuasai BUMN yang tidak efisien. Kilangnya hanya kerja 90 hari per tahun, tetapi karyawannya digaji per tahun. Gula dikuasai perusahaan besar. Gula diduga sudah menjadi mainan politik. Rendemen pabrik gula BUMN hanya sekitar 7 persen, jauh banget bedanya dengan India,” ulas Riza. (bsh)