Sejumlah Anggota PWI Rohul Pertanyakan Hasil Konferkab VI, Dinilai Langgar PDPRT

Sejumlah anggota PWI Rohul mempertanyakan hasil konferkab. (Foto: Istimewa)

ROKAN HULU, FOKUSRIAU.COM-Pelaksanaan Konferensi Kabupaten Persatuan Wartawan Indonesia (Konferkab PWI) Rokan Hulu VI di Sapadia Hotel Rohul, Selasa (5/11/2024) dinilai melanggar Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga (PDPRT).

Sejumlah anggota PWI Rokan Hulu, Engki Prima Putra ST, Syafri IS SH, Yusrizal, Ari Ezwindra S.Sos, Jon Kennedi Nasution SE, Faisal Taher Hutasuhut dan Syaiful Rahman S.Pd.I turut mempertanyakan keabsahan pelaksanaan Konferkab VI PWI Rohul.

Pasalnya, proses pemilihan Ketua PWI Rohul periode 2024-2027 dalam konferkab tersebut tidak memenuhi syarat quorum 50 persen plus 1 dari anggota PWI Rohul yang memiliki hak suara, sesuai ketentuan Peraturan Rumah Tangga PWI Pasal 31 Ayat 2 dan 3.

Dari total 16 pemilik suara, hanya 7 anggota yang hadir. Sehingga seharusnya dianggap tidak sah.

Selain itu, Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang dikeluarkan PWI Riau dinilai bermasalah, karena beberapa anggota yang tercantum tidak lagi bertugas di Rohul.

Hal ini melanggar Pertautan Rumah Tangga PWI Pasal 8 Ayat 1 dan 2 yang mengatur bahwa Keanggotaan PWI Kabupaten disesuaikan dengan wilayah tempat ia bertugas.

Sejumlah anggota PWI Rohul juga mempertanyakan keabsahan penunjukan carateker untuk mengisi kekosongan Ketua PWI Rohul Paska Demisionernya Kepengurusan PWI Rohul.

Syafri Is menyebut, istilah “carateker” tidak tercantum dalam PDPRT untuk mengisi kekosongan jabatan di tingkat kabupaten/kota.

“Dalam Peratutan Rumah Tangga Pasal 16 Ayat 6, tegas menyebutkan, jika terjadi kekosongan jabatan ketua di tingkat kabupaten/kota, harus dilaksanakan rapat pleno kabupaten yang dihadiri pengurus provinsi untuk menetapkan Pelaksana Tugas (Plt), bukan menunjuk carateker dan selama ini kami di kabupaten tak pernah di libatkan dalam pleno,” ulas lelaki yang akbar disapa Epi tersebut.

Epi menduga telah terjadi kekeliruan dalam penerapan aturan dalam penetapan Carateker, di mana PWI Riau diduga mengadopsi ketentuan konferensi tingkat provinsi untuk diterapkan pada konferensi kabupaten.

“PDPRT adalah prinsip dasar dalam organisasi PWI. Namun, dalam penetapan carateker untuk mengisi kekosongan Ketua PWI, kami melihat ada kekeliruan dalam penerapannya di tingkat kabupaten,” ujarnya.

Ditegaskan, istilah “carateker” hanya digunakan untuk konferensi tingkat provinsi, sebagaimana diatur dalam Pasal 14 Ayat 6 yang memperbolehkan PWI Pusat menunjuk carateker untuk mencegah kevakuman organisasi di tingkat provinsi.

Menurut Epi, jikapun istilah carateker itu diterapkan di kabupaten, prosesnya harus mengikuti Pasal 14 Ayat 5, yang mengatur bahwa penunjukan carateker dilakukan hanya jika konferensi gagal atau ditunda selama dua jam.

“Dalam kasus Rohul, konferensi itu tidak pernah terlaksana, bukan karena gagal akibat tidak mencapai keputusan atau deadlock,” tegasnya.

Epi khawatir, hasil konferensi yang diadakan oleh pengurus carateker tersebut bisa cacat prosedural dan berdampak pada keabsahan kepengurusan PWI Rohul periode 2024-2027.

“Jika kita merujuk PDPRT, yang seharusnya dilakukan adalah konferensi luar biasa, bukan konferensi biasa,” tukasnya.

Sejumlah anggota PWI yang mengkritik Konferkab ke VI PWI Rohul menegaskan, kritik yang disampaikan atas pelaksanaan Konferkab PWI ke VI bukanlah bertujuan atas dasar berambisi mencari jabatan. Namun lebih dari pada Konferkab berjalan sesuai dengan PDPRT PWI yang berlaku.

“Kami siap menerima apapun hasil dari Konferensi tersebut, asalkan Konferkab itu dilaksanakan sesuai dengan kaedah dan aturan yang tertuang dalam PDPRT PWI sebagai prinsip dasar kita berorganisasi di PWI,” ungkap sejumlah anggota PWI Rohul lainnya yang menolak hasil konferkab. (bsh)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *