Melihat Prospek Investasi Pabrik Solar Panel di Batam Saat Tudingan Dumping AS

Solar panel yang akan dibuat di Batam. (Foto: plnindonesiapower.co.id)

BATAM, FOKUSRIAU.COM-Badan Pengusahaan Batam menunjukan komitmennya terbuka terhadap berbagai minat investasi, termasuk sektor manufaktur bidang panel surya walau tengah dihadang isu tudingan praktik dumping Amerika Serikat (AS).

BP Batam menegaskan, pihaknya akan mengedepankan kegiatan investasi dan perdagangan yang adil serta berkelanjutan.

Kepala Biro Umum BP Batam, M Taofan mengatakan, saat ini pihaknya belum menerima konfirmasi terkait investigasi dumping produk panel surya lokal dari pihak manapun atau Otoritas Negara Mitra yang memiliki kewenangan melakukan penyelidikan anti-dumping.

“Kami tentu menunggu informasi lebih lanjut dari para pihak yang berwenang dan pemerintah pusat,” kata Taofan, Selasa (9/9/2025).

Dalam hal ini, BP Batam juga akan bekerjasama dengan pemerintah pusat dan Pemerintah Kota Batam untuk mendukung perdagangan internasional yang adil dan transparan.

Pihaknya juga akan bersinergi dalam menghadapi berbagai isu permasalahan di bidang perdagangan dengan mitra dagang strategis, termasuk isu-isu yang berkaitan dengan anti-dumping, anti-circumvention dan lain sebagainya.

“Prinsipnya, menyambut baik investasi atau dunia usaha manapun termasuk dari negara-negara mitra Indonesia seperti Amerika Serikat (AS), China, Malaysia dan Singapura,” ujar Taofan.

Terlebih, negara-negara tersebut yang telah lama melakukan kegiatan investasi dan perdagangan di Batam dengan mengedepankan kegiatan investasi dan perdagangan yang berkelanjutan, memperhatikan kelestarian lingkungan, menciptakan kesejahteraan masyarakat sekitar, adil dan transparan.

Sebelumnya, BP Batam menyebut, kinerja ekspor panel surya masih prospektif di tengah isu tudingan praktik dumping oleh perusahaan dari Amerika Serikat (AS). Kinerja ekspor ke AS masih tumbuh positif.

Terpisah, Direktur Investasi BP Batam, Dendi Gustinandar mengatakan, pihaknya masih melihat optimisme dari pelaku usaha di sektor manufaktur panel surya. Terlebih, ekosistem industri panel surya di Batam terus berkembang beberapa tahun terakhir.

“Betul, ekspor panel surya termasuk tinggi di Batam, ada beberapa perusahaan yang ekspor ke AS itu cukup tinggi,” kata Dendi di Jakarta, Kamis (4/9/2025).

Sebagai informasi, mengutip analisis data Bloomberg, 10 eksportir sel surya dan panel terbesar Indonesia menjual produk senilai US$608 juta ke AS selama paruh pertama tahun 2025.

Dari jumlah tersebut, teridentifikasi 6 perusahaan di Batam yang catatan perusahaannya menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut pada akhirnya dimiliki oleh para eksekutif di perusahaan-perusahaan surya asal China.

Perusahaan-perusahaan tersebut menyumbang hampir 70% dari ekspor ke AS. Sementara itu, menurut data Bea Cukai AS, Indonesia mengekspor produk surya senilai total $733 juta ke AS antara Januari dan Mei tahun ini, meningkat 350% dari tahun lalu.

Peningkatan penjualan produk panel surya ini memicu tudingan praktik dumping. Pada awal Juli, koalisi produsen panel surya AS, termasuk First Solar Inc. dan Mission Solar Energy, mengajukan petisi perdagangan terhadap Indonesia, India, dan Laos.

Produsen AS itu mengklaim perusahaan-perusahaan China mempermainkan sistem, membanjiri pasar AS dengan barang-barang murah yang tidak adil buatan ketiga negara Asia tersebut.

Hal ini mendorong Komisi Perdagangan Internasional AS untuk memulai penyelidikan atas tuduhan anti-dumping dan tindakan balasan.

Kendati demikian, Pemerintah Indonesia telah menyampaikan pembelaan awal menyusul keputusan Komisi Perdagangan Internasional Amerika Serikat atau International Trade Commission (ITC), Jumat (29/8/2025) untuk melanjutkan proses investigasi terhadap impor panel surya asal India, Indonesia dan Laos.

Menanggapi investigasi ini, Kementerian Perdagangan melalui Direktorat Pengamanan Perdagangan menyatakan siap bekerja sama dengan US Department of Commerce (USDOC) selama proses penyelidikan dalam surat resmi yang disampaikan pada 25 Juli 2025.

Direktur Pengamanan Perdagangan Reza Pahlevi mengemukakan USDOC juga membuka kesempatan untuk melakukan konsultasi prainisiasi.

Momentum tersebut menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk menyampaikan pembelaan awal terhadap penyelidikan antidumping duties (AD) dan countervailing duties (CVD) ini.

Dalam sesi konsultasi yang dilaksanakan pada 1 Agustus 2025 itu, Reza mengatakan bahwa pemerintah menjelaskan berbagai kebijakan, baik perpajakan maupun fasilitas yang diberikan, merupakan kebijakan umum dari negara untuk mendorong pertumbuhan sektor industri.

“Sehingga ini tidak dapat dikategorikan sebagai bentuk subsidi yang melanggar ketentuan Agreement on Subsidies and Countervailing Measures (SCM Agreement) WTO,” ujar Reza dalam jawaban tertulis, Senin (8/9/2025) kemarin. (bsh)

sumber: bisnis.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *