JAKARTA-Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus US$2,33 miliar secara bulanan di Agustus 2020. Realisasi tersebut lebih rendah dari surplus US$3,26 miliar pada Juli 2020, namun lebih tinggi dari surplus US$85,1 juta pada Agustus 2019.
Secara total, neraca perdagangan surplus US$11,05 miliar pada Januari-Agustus 2020. Realisasi ini lebih baik dari defisit US$1,81 miliar pada Januari-Agustus 2019.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, surplus neraca perdagangan terjadi karena nilai ekspor mencapai US$13,07 miliar atau turun 4,62 persen dari Juli 2020. Sementara, nilai impor mencapai US$10,74 miliar atau naik 2,65 persen dari bulan sebelumnya.
Secara rinci, kinerja ekspor ditopang oleh ekspor minyak dan gas (migas) mencapai US$13,07 juta miliar atau turun 9,94 persen dari bulan sebelumnya. Sementara ekspor nonmigas sebesar US$12,46 miliar atau turun 4,35 persen.
Secara tahunan, nilai ekspor migas turun 27,45 persen dan nonmigas turun 7,16 persen. “Jadi setelah dua kali ekspor naik di Juni-Juli, pada Agustus ini turun 4,5 persen,” kata Suhariyanto, Selasa (15/9/2020).
Nilai ekspor migas dipengaruhi kenaikan harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Oil Price/ICP) naik 2,43 persen dari US$40,64 per barel menjadi US$41,63 per barel. Begitu juga harga beberapa komoditas ekspor nonmigas.
“Ada beberapa komoditas yang mengalami peningkatan harga seperti minyak sawit, karet, coklat, perak, seng, emas, dan minyak kernel. Sedangkan harga batu bara turun sekitar 2,37 persen,” tuturnya.
Penurunan ekspor nonmigas disumbang oleh ekspor industri pertanian turun 2,37 persen menjadi US$340 juta, industri pengolahan turun 4,91 persen menjadi US$10,73 miliar, dan industri pertambangan 0,28 persen menjadi US$1,39 miliar.
“Penurunan ekspor industri pengolahan antara lain logam dasar, logam mulia, minyak kelapa sawit, sepatu olahraga, dan bahan kimia,” ucapnya.