Keluarga Korban Tolak Pernyataan Polda Riau Soal Penyebab Kematian Murid SD di Inhu

PEKANBARU, FOKUSRIAU.COM-Kasus kematian murid kelas 2 SDN 012 Buluh Rampai, Kecamatan Siberida, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau inisial KB (8) terus berlanjut.

Kepergian korban masih menyisakan luka mendalam bagi orang tuanya. Luka kian terasa perih ketika Polda Riau dalam press releasenya menyampaikan, kasus tersebut bukan perundungan, tetapi akibat korban mengalami infeksi akut pasca pecahnya usus buntu.

Sebelumnya, sejumlah media online menyebut, Polda Riau telah merilis hasil penyelidikan kasus itu pada 4 Juni 2025.

Berdasarkan hasil visum et repertum dan autopsi, ditemukan memar pada bagian perut, paha kiri dan resapan darah pada jaringan lemak perut sebelah kiri korban.

Polisi menyimpulkan, luka-luka itu akibat kekerasan dari benda tumpul. Pun begitu, polisi juga menyimpulkan penyebab kematian korban adalah karena infeksi sistemik yang dipicu infeksi luas dan akut dalam rongga perut korban akibat pecahnya appendix.

Selain itu, kepolisian juga menegaskan, karena usia kelima anak pelaku perundungan masih di bawah 12 tahun, polisi memutuskan mereka tidak dapat dihukum.

Kelima anak tersebut kemudian dikembalikan kepada orang tuanya, sesuai Undang-undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Rilis kepolisian ini seakan membantah adanya peristiwa perundungan atau bullying di sekolah tersebut.

Merasa dirugikan atas pemberitaan yang disiarkan Polda Riau tersebut, pihak keluarga korban tidak terima dan merasa perlu meluruskan opini yang terbangun di masyarakat.

“Sakit hati kami pak saat polisi mengatakan kami lalai dalam menjaga anak. Padahal semua pelaku sudah mengakui melakukan pemukulan terhadap anak kami. Kok dibilang anak kami meninggal karena infeksi usus buntu. Dia itu anak kami tertua dan menjadi harapan kami dimasa depan, kini ia telah tiada,” ucap orang tua korban, Gimson Butarbutar menahan tangis kepada awak media, Sabtu (7/6/2025) di Pekanbaru dalam konferensi pers.

Hal senada disampaikan pihak keluarga, DR Viator Butar Butar. Menurutnya, statemen Direktur Reskrimum Polda Riau, Kombes Asep Darmawan dalam konferensi pers sangat bias dan menyesatkan.

“Gaya Dirreskrimum ini sangat lain kami lihat. Dia bilang orang tua lalai tidak membawa berobat anaknya ke dokter, tapi membawa ke tukang urut. Kami percaya dengan hasil otopsi. Tapi apa penyebab dari infeksi usus buntu itu tidak disebutkan,” ujar Viator.

“Bisa jadi itu akibat pukulan yang dilakukan pelaku terhadap anak kami. Karena perundungan itu terjadi hampir dua minggu sebelum anak kami meninggal, tepatnya Rabu, 14 Mei 2025,” tambahnya.

Terkait pernyataan anak-anak di bawah 12 tahun tidak bisa di hukum, Viator mengatakan itu salah besar.

“Yang tak bisa itu dipidana, kalau di hukum bisa saja. Banyak sanksi yang bisa dilakukan terkait anak di bawah umur,” tegas ekonom Riau tersebut.

Terkait biasnya kasus perundungan ini, pihak keluarga korban masih berharap adanya sedikit keadilan.

“Sekali lagi kami tegaskan, konferensi pers ini kami lakukan karena tidak terima dengan keterangan pihak kepolisian, yang menyalahkan kami selaku orangtua lalai dalam menjaga anak,” tutup Viator.

Terkait langkah apa yang akan dilakukan kedepan, Viator mengatakan semua sudah diserahkan kepada pengacara yang datang secara sukarela untuk mengungkap kasus ini.

“Tak selesai disini bisa saja lanjut ke Mabes Polri, bahkan presiden,” tegasnya.

Portabuna dan IKBR Bereaksi
Peristiwa tragis ini juga memperoleh perhatian besar dari Persatuan Toga Butar-Butar Nasional (Partobuna).

Partobuna secara tegas mengecam tindakan dan kinerja kepala sekolah serta wali kelas yang dinilai lalai dalam insiden ini.

“Kami sangat tidak menerima atau mengecam tindakan atau kinerja kepala sekolah dan wali kelasnya,” ujar Benni Francisco Butar-Butar, mewakili tim hukum DPP Partobuna.

Mereka memohon kepada Kepala Dinas Pendidikan agar melakukan evaluasi kinerja kepala sekolah dan wali kelas yang dinilai tidak bisa mengayomi para murid di sekolah tersebut.

“Kami akan mengawal terus perkembangan hal ini,” tambah Benni.

Hal sama disampaikan Ketua Ikatakan Keluarga Batak Riau (IKBR), DR AB Purba. Dia yang ikut pada saat konferensi pers yang digelar Polda Riau dengan tegas menolak pernyataan pihak kepolisian tersebut.

“Terkait kesimpulan yang disampaikan Polda Riau kemarin, saya sempat marah. Seolah-olah kami dijebak dengan menghadiri konferensi pers tersebut. Saya tegaskan, IKBR dalam hal ini menolak tegas pernyataan pihak kepolisian tersebut,” ujar mantan anggota DPRD Riau tersebut. (bsh)

Exit mobile version