PEKANBARU, FOKUSRIAU.COM-Mantan Pj Walikota Pekanbaru, Risnandar Mahiwa bersama mantan Sekda Indra Pomi Nasution dan mantan Plt Kabag Umum Setdako, Novin Karmila, terdakwa kasus dugaan korupsi anggaran rutin, Selasa (29/4/2025) menjalani sidang perdana.
Agenda sidang pembacaan surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berlangsung di Pengadilan Tipikor Pada Pengadilan Negeri Pekanbaru.
Ketiga terdakwa sebelumnya terjaring operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan tim KPK, Senin (2/12/2024) lalu.
Mereka didakwa melakukan korupsi secara bersama-sama dengan melakukan pemotongan anggaran Pemko Pekanbaru senilai total Rp8,9 miliar.
JPU KPK, Meyer Volmar Simanjuntak dalam dakwaannya menjelaskan, Risnandar melakukan perbuatan korupsi dengan melakukan pemotongan dan menerima uang secara tidak sah dari pencairan Ganti Uang Persediaan dan Tambahan Uang Persediaan yang bersumber dari APBD/APBD Perubahan Tahun Anggaran 2024.
“Total uang yang diduga dipotong dan diterima mencapai Rp8.959.095.000,” ungkap Meyer.
Dari Rp8,9 miliar lebih itu, Risnandar Mahiwa menerima uang Rp2,9 miliar lebih. Sementara terdakwa Indra Pomi Nasution menerima uang Rp2,4 miliar lebih. Lalu Novin Karmila, menerima uang sejumlah Rp2 miliar lebih.
Satu lagi, Nugroho Dwi Putranto alias Untung yang merupakan ajudan Risnandar, ternyata diketahui juga menerima aliran rasuah senilai Rp1,6 miliar.
JPU KPK menjelaskan modus operandi yang diduga dilakukan oleh para terdakwa.
“Korupsi terjadi rentang waktu Mei hingga Desember 2024, saat Bagian Umum Sekretariat Daerah Kota Pekanbaru mencairkan GU sebesar Rp26.548.731.080,00 dan TU sebesar Rp11.244.940.854,00, dengan total keseluruhan mencapai Rp37.793.671.934,00,” papar JPU KPK.
Setiap kali akan dilakukan pencairan, Novin Karmila melaporkannya kepada Risnandar Mahiwa.
Selanjutnya, Risnandar meminta Indra Pomi Nasution menandatangani Surat Perintah Membayar (SPM) dan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D).
Bahkan, Risnandar Mahiwa dan Indra Pomi Nasution disebut meminta Harianto selaku Kepala Bidang Perbendaharaan BPKAD Pekanbaru memprioritaskan pencairan dana Sekretariat Daerah.
Hal ini dilakukan, karena mereka telah mengetahui bahwa sebagian dana yang cair akan mereka terima.
Dalam dakwaan juga terungkap rincian penerimaan para terdakwa. Terdakwa Risnandar tercatat menerima Rp2,9 miliar lebih, medio Mei-November 2024.
Penerimaan meliputi beberapa kali penyerahan tunai dari Novin Karmila, antara lain Rp53.900.000 pada Juni 2024, kemudian Rp500.000.000 di bulan Juli 2024, Rp250.000.000 pada Agustus 2024 dan total Rp650.000.000 dalam dua kali penyerahan bulan September 2024.
Berikutnya Oktober 2024, Risnandar kembali menerima Rp300.000.000 dan November 2024 menerima total Rp1.000.000.000 dalam dua kali transaksi terkait pencairan TU.
Selain penerimaan tunai, Risnandar Mahiwa juga menerima transfer Rp158.495.000 untuk pembayaran jahit baju istrinya.
Sementara Indra Pomi Nasution diduga menerima total Rp2,4 miliar lebih pada periode sama.
Sedangkan Nugroho Adi Triputranto Alias Untung selaku Ajudan Risnandar Mahiwa diduga menerima total Rp1,6 miliar lebih.
Atas perbuatannya, Risnandar dan dua lainnya didakwa melanggar Pasal 12 huruf f juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. (bsh)
Sumber: Tribunpekanbaru