PEKANBARU, FOKUSRIAU.COM-Sebanyak 158 desa di Riau masuk dalam daftar desa rawan kebakaran hutan dan lahan atau karhutla.
Desa tersebut ditetapkan rawan karhutla berdasarkan pemetaan yang dilakukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau bersama instansi terkait yang tergabung dalam Satgas Penanganan Karhutla Riau.
“Dari data yang kami kumpulkan ada 159 desa di Riau yang masuk dalam daftar desa rawan Karhutla,” kata Kepala BPBD Riau, M. Edy Afrizal, Kamis (2/2/2023).
Berdasarkan data dari BPBD Riau mencatat, jumlah desa rawan Karhutla paling banyak ditemukan di Kabupaten Rokan Hilir (Rohil) sebanyak 35 desa.
Kemudian Inhil 28 desa, Pelalawan 22 desa, Meranti 14 desa, Bengkalis 16 desa, Dumai 11 desa, Inhu 11 desa, Siak 11 desa, Kampar 3 desa, Pekanbaru 3 desa, Kuansing 2 desa dan di Rohul ada 2 desa.
Edy mengungkap, dibandingkan tahun 2021, jumlah desa rawan Karhutla di Provinsi Riau mengalami penurunan. Dimana sebelumnya ada 300 an desa di Riau yang masuk kategori desa rawan Karhutla.
Namun seiring berjalannya waktu, warga desa yang rawan Karhutla itu memiliki pengalaman dalam menghadapi karhutal di tahun-tahun sebelumnya. Sehingga mereka jauh lebih siap saat musim kemarau tiba.
“Jasi desa yang masih rawan karhutla ini nantinya akan kami fokuskan, tapi kita tetap patroli di desa lainnya meskipun tidak masuk dalam daftar desa rawan Karhutla,” kata Edy dilansir FokusRiau.Com dari tribunpekanbaru.com.
Dari jumlah desa tersebut, beberapa desa di kabupaten/kota bahkan sudah menyusun anggaran sendiri, untuk pengadaan peralatan pemadaman Karhutla melalui sumber-sumber dana yang mereka miliki.
Dengan adanya peralatan tersebut, pasti lah memudahkan, dan membuat pihak desa bisa bergerak leluasa dalam upaya pemadaman api, jika ada lahan yang terbakar.
Edy mengakui, bahwa ketersediaan dan kesiapsiagaan sarana dan prasarana pendukung dalam penanganan Karhutla, khususnya di Provinsi Riau, secara umum masih perlu menjadi perhatian bersama.
Peralatan yang mumpuni, canggih, tentunya akan sangat memudahkan tim dan masyarakat untuk mengatasi persoalan api di lahan terbakar, agar tidak cepat menyebar.
Disebutkan, sangat tidak mungkin upaya pemadaman api di lahan terbakar hanya menggunakan tenaga, berbekal ranting-ranting kayu. “Harus ada alat yang mumpuni,” terangnya.
Namun, kunci utama dari semua itu, bagaimana semua pihak bisa memberikan respon cepat jika terjadi Karhutla di daerah masing-masing.
“Kami percaya kecepatan dan ketepatan informasi mengenai bencana ini, harus direspon secara cepat,” ujarnya. (trp/bsh)