IM57+ Soroti Modus 4 Gubernur Riau Terjerat Kasus Korupsi

Ketua IM57+ Institute Lakso Anindito. (Foto: dok. pribadi)

PEKANBARU, FOKUSRIAU.COM-Ketua IM57+ Institute Lakso Anindito menyoroti kasus korupsi yang menjerat Gubernur Abdul Wahid. Menurutnya, cara Gubernur Abdul Wahid merupakan salah satu modus yang kerap dilakukan kepala daerah dan pejabat.

“Pemerasan berupa perintah untuk mengumpulkan dana sebagai kewajiban untuk disetor, membiayai kebutuhan pimpinan adalah modus yang marak. Selain korupsi terkait pengadaan barang dan jasa serta korupsi terkait perizinan,” kata Lakso kepada wartawan, Jumat (7/11/2025).

Dia juga menyinggung soal kasus mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo yang melakukan modus pemerasan. Menurutnya, hal itu menunjukkan adanya beban bagi aparatur untuk mengalokasikan anggaran.

Selain itu, Lakso menilai, kasus Abdul Wahid harus menjadi atensi serius. Sebab, praktik korupsi dengan modus pungutan fee dari penerima layanan dan vendor berdampak langsung terhadap kualitas pembangunan dan pelayanan yang diterima masyarakat.

“Ini menyebabkan penerima layanan serta vendor pengadaan harus membayar fee dalam rangka menutup permintaan tersebut, sesuai dengan perintah dari jajaran struktural pemerintahan dalam rangka memenuhi keinginan kepala daerah,” ujarnya.

“Akibatnya, adanya angka ‘kemahalan’ yang menyebabkan pembangunan tidak efektif dan terganggungnya pelayanan publik. Perbaikan menyeluruh harus dilakukan untuk menghentikan praktek tersebut, dengan menurunkan celah dana-dana yang tidak dialokasikan,” sambungnya.

Terlebih, kasus korupsi yang menjerat gubernur di Riau telah terjadi empat kali. Menurut Lakso, maraknya praktik korupsi di Riau, salah satunya lantaran menjadi daerah dengan sumber daya alam melimpah.

“Kasus ini merupakan tragedi keempat di mana gubernur Riau ditangkap karena korupsi. Riau merupakan daerah di mana sumber daya alamnnya, sehingga korupsi perizinan semakin rawan,” ujar Lakso.

Selain itu, Lakso menilai, anggaran alokasi pengadaan terlalu tinggi. Hal itu membuat penyelenggara negara memiliki kesempatan memperoleh pendapatan yang tinggi.

“Sisi lain, terdapat kesamaan dari seluruh gubernur Riau yang menjadi tersangka dan terpidana korupsi bahwa motifnya dilakukan untuk kepentingan pribadi baik pembiayaan politik maupun penunpukan harta kekayaan,” tuturnya.

“Tendensi tinggi dari konflik kepentingan ini tidak diimbangi oleh pembenahan yang serius dalam proses pemberantasan korupsi. Inilah yang membuat Riau menjadi salah satu provinsi yang gubernurnya berkali-kali ditangkap KPK,” lanjutnya.

Sebelumnya, KPK juga sudah menetapkan Dani M Nursalam, Tenaga Ahli Abdul Wahid dan Kepala Dinas PUPR PKPP Riau M Arief Setiawan sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan dan/atau penerimaan gratifikasi.

Abdul Wahid menjadi Gubernur Riau keempat yang terjerat kasus korupsi. KPK berharap, kasus Abdul Wahid menjadi pengingat bagi seluruh pejabat di Riau.

“Ini adalah keprihatinan bagi kami, pertama, sudah empat kali ya ada empat gubernur yang ditangani terkait tindak pidana korupsi dengan yang ini ya,” kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers di KPK, Jakarta, Rabu (5/11/2025).

KPK berharap tidak ada lagi pejabat di Riau yang akan terjerat kasus korupsi. “Perkaranya berbeda-beda ,tapi berulang seperti itu, dengan perkara yang berbeda-beda. kita berharap setop,” tambahnya.

Sebagai informasi, tiga mantan Gubernur Riau yang juga pernah tersandung kasus korupsi di antaranya, Saleh Djasit, Rusli Zainal dan Annas Maamun. (dtc/bsh)

Exit mobile version