Mempertahankan Umat Terbaik

Oleh : H. Abdel Haq, S.Ag, MA*)

Allah Swt Tuhan Yang Maha Esa, Maha Kuasa atas segalanya, telah memberikan apresiasi, penghargaan kepada umat Islam sebagai umat terbaik sepanjang masa.

Hal ini sangat beralasan sekali, karena umat Islam yang beriman dalam menjalani hidup dan kehidupannya sehari-hari, selalu berupaya maksimal untuk melakukan amal kebaikan. Dengan melakukan aneka kegiatan, aktivitas yang bermanfaat bagi diri, keluarga dan masyarakat luas. Serta berupaya maksimal menjauhi segala perbuatan maksiat, yang merugikan dirinya, keluarga, masyarakat dan negara. Begitulah idealnya seorang muslim yang beriman dalam kesehariannya.

Di samping itu mereka juga berpegang teguh dengan kalimah thayyibah syahadataini, “Asyahadu allaa ilaaha illallahu wa Asyahadu anna Muhammadar Rasulullah” yang merupakan pengakuan hebat dan dahsyat. Yang mengakui tidak ada Tuhan, selain Allah Swt dan mengakui bahwa Muhammad SAW adalah utusan Allah.

Konsekuensi dari pengakuan tersebut, menghendaki mereka untuk patuh, taat kepada Allah Swt saja dan menjadikan Allah Swt sebagai Zat yang layak disembah, dibesarkan, disucikan, dipuji, ditakuti, dipatuhi dan menjadikan syariat-Nya menjadi pedoman, tuntunan dalam hidup dan kehidupannya sehari-hari.

Seperti ditegaskan Allah Swt dalam surah Al-Baqarah ayat 2 :

” Dzalikal kitaabu laa raiba fiihi hudal lilmuttaqiin “.

Artinya : ” Kitab ini (Al-Quran) tidak diragui lagi kebenarannya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa “. Q.S.2.2.

Dengan mempedomani Al-Quran dan menjadikannya sebagai petunjuk, tuntunan dalam semua lini kehidupan, bagi seorang muslim beriman, akan membawanya kepada derajat ketaqwaan yang hakiki.

Senada dengan pernyataan di atas Rasulullah Muhammad SAW menegaskan dalam hadisnya :

” Taraktu fiikum amraini maa in tamassaktum bihimaa lan tadhilluu abadaa, kitaballaahi wa sunnata rasuulihi “.

Artinya : ” Aku tinggalkan kepadamu dua perkara, selama kamu berpegang teguh dengan keduanya, kamu tidak akan tersesat selamanya, yaitu Kitab Allah (Al-Quran) dan Sunnah Rasul-Nya “. (H.R Imam Malik)

Begitulah jaminan Rasulullah Muhammad SAW terhadap umatnya. Selagi masih berpegang teguh, konsisten dalam menjalankan peraturan Allah dan Rasul-Nya, tidak akan pernah sesat selamanya.

Siapakah umat terbaik itu?

Umat terbaik itu adalah umat pilihan yang telah disiapkan dan dimunculkan oleh Allah Swt untuk umat manusia, sampai berakhirnya dunia yang fana ini. Sebagaimana dijelaskan Allah Swt dalam Al-Quran surah Ali Imran ayat 110 :

” Kuntum khaira ummatin ukhrijat linnaasi takmuruuna bil ma’ruufi wa tanhauna ‘anil munkari wa tukminuuna billaahi,  wa law aamana ahlul kitaabi lakaana khairal lahum, minhumul mukminuuna wa aktsaruhumul faasiquuna “.

Artinya : ” Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik “. ( Q.S 3.110 ).

Dalam ayat di atas Allah Swt menjelaskan dengan tegas bahwa umat Islam itu, adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia. Ini merupakan sebuah penghargaan, apresiasi dan pengakuan dari Allah Swt. Kenyataan ini harus dipahami dan direspon oleh umat Islam, dengan sikap positif, dalam artian umat Islam sangat menyadari bahwa penghargaan Allah Swt ini, merupakan anugerah istimewa, khusus untuk umat Islam saja.

Justeru itu, umat Islam mesti lebih percaya diri, merasa bahagia dan bangga atas penghargaan Allah Swt, dengan jalan memperlihatkan, mempersaksikan kepada khalayak, bahwa umat Islam itu memang terbaik, dengan memperlihatkan berbagai perilaku positif, sikap proaktif dan melakukan amal kebaikan dalam pengertian yang luas.

Setidaknya ada beberapa hal yang harus dilakukan umat Islam untuk mempertahankan posisinya sebagai umat terbaik dunia akhirat, antara lain :

1. Umat Islam selalu proaktif mengajak kepada yang ma’ruf, yaitu kepada kebaikan yang bersifat universal, bisa diterima dan diakui, bahwa perbuatan yang dilakukan bermanfaat buat semua kalangan.

Menyuruh orang melakukan kebaikan, adalah sebuah pekerjaan mulia yang membutuhkan kesabaran, keberanian, kemauan, ilmu pengetahuan, kecakapan, keterampilan dan keikhlasan.

Dalam mengajak umat manusia ke jalan yang diridhai Allah Swt, tidaklah mudah, penuh tantangan dan rintangan. Karena, ajakan yang dilakukan, himbauan seruan yang disampaikan, boleh jadi tidak diterima, bahkan mendapatkan tantangan dari mereka yang diajak.

Justeru itu, ajakan kepada yang ma’ruf, membawa manusia ke jalan yang baik, yang diridhai Allah Swt, merupakan tugas suci dan mulia. Tidak ada panggilan, himbauan yang terbaik yang diakui oleh Allah Swt, kecuali memanggil manusia kepada jalan Allah dan melakukan amal kebaikan.

Sebagaimana diungkapkan Allah Swt dalam firman-Nya :

” Wa man ahsanu qaulam mimman da’aa ilallaahi wa ‘amila shaalihaw  wa qaala innaniy minal muslimiina”

Artinya : ” Dan siapakah yang lebih baik perkataannya dari pada orang yang menyeru kepada Allah dan mengerjakan kebajikan dan berkata “Sungguh, aku termasuk orang-orang Muslim (yang berserah diri)? “.

Betapa indah dan mesranya ungkapan Allah Swt terhadap orang yang suka berbuat baik, mengajak manusia menaati Allah, mengerjakan amal kebaikan dan menyatakan, kepada khalayak dengan perkataan yang jelas dan tegas ” Sungguh, aku termasuk orang-orang Muslim “.

Ayat di atas menerangkan bahwa seseorang baru dikatakan baik perkataannya, jika mengandung tiga perkara :

Pertama : Menyeru manusia untuk mengikuti agama tauhid, mengesakan Allah Swt dan menaati-Nya.

Kedua : Mengajak untuk melakukan amal kebaikan, menaati  semua perintah Allah dan menghentikan segala yang dilarang oleh Allah Swt.

Ketiga : Menjadikan agama Islam sebagai pedoman, tuntunan dalam hidup dan kehidupannya serta memurnikan ketaatan hanya kepada Allah Swt saja.

Masya Allah wa Tabaarakallaah, sungguh luar biasa penghargaan Allah Swt kepada hamba-Nya yang menyeru ke jalan-Nya.

2. Umat Islam harus aktif mencegah dari segala bentuk kemungkaran. Melarang aneka perjudian, praktik korupsi, prostitusi, perzinaan, penyalahgunaan narkoba, perampokan, melarang tawuran, pergaulan bebas dan dari segala macam perilaku yang menyimpang, serta tidak membiarkan apa pun bentuk kemaksiatan.

Justeru itu, untuk mewujudkan keamanan dan kenyamanan di tengah masyarakat, diperlukan kerja sama yang baik di antara warga. Agar situasi dan kondisi keamanan terjamin, terjauh dari pertikaian dan perselisihan.  Diharapkan partisipasi aktif warga untuk mengamankan diri, keluarga masing-masing dari segala tindakan yang melanggar regulasi, ketentuan dan etika dalam hidup bermasyarakat.

Dalam hal ini Rasulullah Muhammad SAW pernah bersabda :

” Man ra-aa minkum munkaran falyughayyirhu biyaadihii, faillam yastathi’ fa bilisaanihii, faillam yastathi’ fa biqalbihii,  fa dzaalika adh’aful iimaan “

Artinya : siapa di antara kamu melihat kemungkaran, maka hendaklah ia cegah dengan tangannya, jika tidak sanggup maka cegahlah dengan lisannya, jika tidak sanggup, cegahlah dengan hati, yang demikian itu adalah selemah-lemah iman “.

Berdasarkan hadis Rasulullah Muhammad SAW di atas secara tegas menyatakan, siapa saja yang melihat suatu kemungkaran, kemaksiatan hendaklah dia ubah, cegah dengan tangan, kekuatan dan power yang dimilikinya. Dalam mencegah kemungkaran, kemaksiatan dengan tangan atau kekuatan haruslah melalui prosedur yang berlaku dan terjauh dari main hakim sendiri.

Setidaknya, melakukan penangkapan, mengamankan pelaku, lalu menyerahkan kepada pihak yang kompeten.

Jika dengan tangan, kekuatan atau power tidak dimiliki, maka dengan memberikan nasehat, teguran kepada pelaku pelanggaran. Jika dengan nasehat, taushiyah tidak mampu pula.

Maka hendaklah kamu ubah melalui do’a, yaitu mendo’akan pelaku maksiat untuk segera tobat kepada Allah Swt. Namun, kondisi seperti ini adalah level terbawah, dalam memberantas kemungkaran dan kemaksiatan, maupun dalam penegakan hukum. Yang demikian ini kata Rasulullah Muhammad SAW adalah pertanda selemah-lemahnya iman.

Justeru itu, seorang hamba Allah Swt akan menyesuaikan dengan kondisi, kemampuan dan kapasitasnya dalam menumpas kejahatan dan kemaksiatan.

3. Selalu beriman kepada Allah Swt setiap saat. Bagaimana pun juga kondisi dan situasi yang dialami, sakit senang, suka duka, tatkala berpunya atau tiada berharta, berkuasa atau rakyat jelata. Keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Swt tetap terus dijaga, dipelihara dan ditingkatkan dengan melakukan berbagai macam ibadah.

Baik itu, dengan meningkatkan ibadah mahdhah, yang telah diatur tata caranya sedemikian rupa oleh Allah dan Rasul-Nya, seperti yang telah tertera dalam rukun Islam. Maupun ibadah ghairu mahdhah, yaitu segala macam amal kebaikan, yang dilakukan dengan niat lillaahi ta’alaa, ikhlas semata mencari ridha Allah Swt,  melalui garis amal shaleh, yang bermanfaat bagi yang mengerjakannya, bermanfaat pula bagi orang lain dan tidak bertentangan dengan ketentuan Allah dan Rasul-Nya.

Sebagai titik tuju atau sasaran dalam melakukan amal shaleh, amal kebaikan itu hanyalah mencari keridhaan Allah Swt.

Begitulah sifat-sifat utama yang telah dimiliki oleh umat Islam pada zaman Rasulullah Muhammad SAW bersama para sahabat pada waktu itu. Bahkan sudah menjadi darah daging bagi mereka, sehingga mereka kuat dan jaya.

Hanya dalam waktu relatif singkat seluruh jazirah Arab telah memeluk agama Islam. Mereka hidup aman, tenteram di bawah panji-panji keadilan. Padahal, mereka sebelumnya adalah umat yang heterogen, selalu berpecah belah, kacau balau  sehingga sering berperang sesama mereka.

Namun, setelah mereka beriman dan bertakwa kepada Allah Swt dengan menjalankan ajaran agama Islam dengan baik.

Berkat kesabaran, ketabahan dan keuletan mereka dalam menegakkan amar makruf dan mencegah segala bentuk kemungkaran.

Didukung oleh iman yang selalu bergelora dalam jiwa mereka, mendorong mereka untuk berjihad dan berjuang untuk menegakkan kebenaran dan keadilan. Hal ini diabadikan Allah Swt dalam Al-Quran surah Al-Hujuraat ayat 15 :

” Innamal mukminuunal ladziina aamanuu billaahi wa rasuulihii tsumma lam yartaabuu wa jaahaduu biamwaalihim wa anfusihim fii sabiilillaahi, ulaa-ika humush shaadiquuna “. (Q.S. 49.15).

Artinya : ” Sesungguhnya orang-orang mukmin yang sebenarnya adalah mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwanya di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar “. (Q.S. 49.15).

Dengan demikian semakin jelaslah bagi umat Islam, kalau ingin mempertahankan prestasi dan reputasi sebagai umat terbaik dunia akhirat. Tidak ada jalan lain, kecuali dengan jalan yang pernah ditempuh dan strategi yang pernah dilakukan oleh umat Islam bersama Rasulullah Muhammad SAW bersama para sahabat pada waktu itu.

Yaitu, dengan memiliki keimanan yang kuat, kokoh, tidak ada ragu seberat zarrah pun. Mereka berani berjuang, berjihad dengan harta benda yang dimiliki.

 Bahkan jiwa pun mereka korbankan untuk menegakkan kebenaran dan mewujudkan keadilan di tengah masyarakat .

4. Umat Islam harus memperlihatkan dan mempersaksikan kepada khalayak, bahwa umat Islam adalah yang terbaik, terkuat dan terpuji. Karena umat Islam dibimbing oleh Rasulullah Muhammad SAW.

Nabi terakhir yang diakui oleh Allah Swt memiliki akhlak, budi pekerti luhur dan agung.  

” Wa innaka la’alaa khuluqin ‘azhiimin “. (Al-Qalam ayat 4).

Artinya : ” Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar memiliki budi pekerti yang agung “. Q.S.68.4.

Umat Islam harus memiliki power, kekuasaan, kekuatan dalam pemerintahan, menguasai aneka ilmu pengetahuan dan teknologi.

Memiliki aset, modal yang mapan, menguasai seluk beluk perkembangan idiologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan.

Kepemimpinan umat Islam pada semua lini kehidupan, harus terukur, teruji dan terbaik. Terjauh dari kongkalingkong, aji mumpung, korupsi, kolusi dan nepotisme.

Umat Islam tidak boleh rendah diri, minder, tidak boleh memperlihatkan kelemahan dan bersedih hati atas berbagai hal yang menimpa umat Islam akhir-akhir ini. Apakah yang terjadi di dalam negeri, seperti terlibatnya beberapa orang oknum yang mengaku Islam, tetapi tega mengkhianati bangsanya sendiri, tindakan mega korupsi beratus triliun. Termasuk juga situasi di kalangan umat Islam yang masih enggan bersatu melawan Israel, pada hal mayoritas negara di dunia telah mengakui kemerdekaan negara Palestina.

Dalam hal ini Allah Swt telah mengingatkan melalui firman-Nya :

” Wa laa tahinuu wa laa tahzanuu wa antumul a’launa inkuntum mukminiina “.

Artinya : ” Dan janganlah kamu (merasa) lemah, dan jangan (pula) bersedih hati, sebab kamu paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang beriman “. (Q.S.3.139).

5. Umat Islam harus sabar, meningkatkan kesabaran dan selalu siap siaga dengan segala kemungkinan yang terjadi. Karena kondisi percaturan politik global yang selalu berubah. Kalau selama ini terjadi peperangan secara kasat mata, pertempuran dengan persenjataan modern. Peperangan dengan cara ini, lebih mudah terdeteksi.

Namun, pada akhir-akhir ini peperangan lebih menjurus kepada  proxi war, perang proxi, dengan mempergunakan pihak lain. Biasanya dilakukan oleh negara adi kuasa, yang tidak menginginkan berhadapan langsung, tetapi memanfaatkan pihak lain atau pihak ketiga. Pada umumnya proxi war, bergerak untuk merebut wilayah yang vital, yang menyimpan berbagai macam materi atau barang tambang yang diperlukan oleh dunia. Seperti uranium, nikel dan barang tambang lainnya.

Untuk itu Allah Swt mengingatkan hamba-Nya yang beriman untuk selalu bersabar, meningkatkan kesabaran dan juga harus tetap waspada, siaga dengan segala kemungkinan yang akan terjadi di masa datang. Untuk itu Allah Swt ingatkan lagi agar bertakwalah kepada Allah. Mudah-mudahan kamu termasuk komunitas orang yang beruntung.

Seperti dijelaskan Allah Swt dalam surah Ali Imran ayat 200 :

” Yaa ayyuhalladziina aamanush biruu wa shaabiruu wa raabithuu, wattaqullaaha la’allakum tuflihuuna “

Artinya : ” Wahai orang-orang yang beriman! Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung “.

Demikianlah beberapa hal yang harus dimiliki oleh umat Islam dalam upaya mempertahankan eksistensi sebagai umat terbaik, seperti telah dijelaskan dalam uraian di atas, wallaahu a’lam bishshawaab. (*)

Penulis adalah Jurnalis, Aktivis Dakwah Pendidikan Sosial dan terakhir Kakan Kemenag Dharmasraya

Exit mobile version