Kolom  

Lihatlah Ki Hajar Dewantara Sedang Menangis Tersungu-sungu

Miko Kamal. (Foto: Dok. FokusSumbar.Com)

Oleh : Miko Kamal *

JUMAT, 2 Mei 2025 ini, hari pendidikan nasional (Hardiknas) diperingati. Penetapannya tertera di dalam Keputusan Presiden (Keppres) No 316 Tahun 1959.

Tanggal 2 Mei adalah hari lahir Ki Hajar Dewantara (KHD). Nama kecilnya Soewardi Soerjaningrat. Beliau lahir pada 2 Mei 1889.

Tanggal itu (2 Mei) dipilih untuk menghormati Menteri Pendidikan pertama itu. Banyak benar jasa beliau memajukan pendidikan di Indonesia.

Melalui tulisan-tulisan di media, seperti majalah Sediotomo, Midden Java, De Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesara, KHD mengkritik sistim pendidikan yang dijalankan Pemerintah Hindia Belanda.

Perjuangan KHD mewujud dengan didirikannya perguruan Taman Siswa pada 3 Juli 1922.

KHD memperkenalkan Tri-Prinsip Pendidikan: Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa dan Tut Wuri Hadayani.

Ing Ngarsa Sung Tuladha (Di depan memberi teladan) maksudnya, pendidik mesti menjadi teladan bagi anak dalam segala aspek, baik dalam perilaku, sikap maupun pemikiran.

Kedua (Ing Madya Mangun Karsa atau di tengah membangun kehendak) berarti pendidik harus jadi motivator bagi anak agar mereka tetap semangat dalam belajar.

Maksud dari prinisip ketiga, Tut Wuri Handayani (Di belakang memberi contoh), adalah pendidik harus memberikan dorongan dan arahan kepada anak didiknya dari belakang.

Selain ketiga prinsip itu, KHD juga menekankan pentingnya pendidikan yang berlandaskan nilai-nilai kemanusiaan dan kebangsaan. Maksudnya, pendidikan mesti sukses membentuk manusia yang berjiwa nasionalis dan memiliki nilai-nilai kemanusiaan yang tinggi.

Poin terakhir ini sangat menarik dan penting. Pendidikan memang harus sukses membentuk manusia yang memiliki nilai-nilai kemanusiaan yang tinggi.

Pendidikan tidak hanya sekadar mengajar anak-anak bisa menulis dan lancar berhitung. Kedua hal itu sesungguhnya hanyalah bunga-bunga pendidikan saja.

Dalam bahasa saya, sejatinya pendidikan adalah proses menebalkan empati. Tujuan akhir pendidikan adalah terbentuknya manusia yang berempati tebal.

Ini benar yang belum terwujud sampai sekarang. Indonesia sudah 79 tahun merdeka. Sebentar lagi ulang tahun ke 80 akan dirayakan.

Tapi, sampah masih berserakan di mana-mana. Sungai, pasar, destinasi wisata dan bahkan jalan raya masih jadi tempat pembuangan akhir sampah.

Tidak itu saja. Sebagian masyakat kita masih gagap antre di tempat umum. Jalan raya amburadul. Zebra cross dan tanda lalu lintas lainnya tidak diindahkan, cenderung jadi hiasan saja. Yang lebih besar, korupsi yang menyengsarakan rakyat terjadi secara masif.

Termasuk korupsi di bidang penegakan hukum. Polisi dan jaksa banyak yang memeras pencari keadilan. Hakim juga banyak yang keranjingan menerima suap dari advokat yang beralih profesi menjadi tukang pakang perkara.

Dan, masih banyak lagi contoh-contoh keamburadulan sosial lainnya. Panjang benar jika saya tuliskan semuanya di sini.

Kesemua contoh keamburadulan sosial itu gambaran dari gagalnya kita merealisasikan misi pendidikan yang diusung KHD.

Bahasa sederhananya begini: Pendidikan yang dijalankan selama hampir 80 tahun terakhir belum sukses menebalkan empati sebagian besar masyarakat kita.

Pembuang sampah sembarangan tidak berempati kepada tukang sampah yang bergaji kecil. Yang tidak bisa antre di tempat umum adalah orang-orang yang tidak bisa menghormati orang yang lebih berhak duluan.

Pengguna jalan raya yang amburadul adalah orang yang tidak peduli dengan keselamatan pengguna jalan lainnya dan dirinya sendiri.

Koruptor apa lagi. Mereka tidak berempati kepada masyarakat yang jatuh miskin karena uang publik diambilnya secara melawan hukum.

Tidak peduli mereka banyak orang yang hidup susah sebagai imbas dari perilaku koruptifnya. Yang penting sakunya tebal dan rekeningnya gendut.

Saya yakin, jika KHD masih hidup, beliau sekarang sedang menangis tersungu-sungu di antara tumpukan buku-buku di pustakanya.

Betapa tidak, sudah 66 beliau meninggalkan kita (wafat 26 April 1959) dan sudah hampir 80 tahun kita merdeka, sebagian besar bangsanya belum juga berangsur berubah perangainya.

Manusia Indonesia yang memiliki dan mengamalkan nilai-nilai kemanusiaan yang tinggi yang dicita-citakan KHD belum juga banyak yang lahir.

Selamat memperingati Hardiknas 2025. (*)

* Penulis adalah Advokat dan Wakil Rektor III Universitas Islam Sumatera Barat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *