PEKANBARU, FOKUSRIAU.COM-Salah satu faktor penyebab banjir dan longsor di Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat, karena deforestasi. Hutan hujan di Sumatera kini sudah beralih fungsi menjadi perkebunan, pertambangan dan pemukiman.
Dosen sekaligus peneliti Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) Dr Ir Hatma Suryatmojo, SHut, MSi, IPU menyebut, secara alami hutan memiliki kemampuan besar untuk menahan air hujan.
Bahkan dalam kondisi ideal, hingga sepertiga air dapat tertahan di tajuk dan lebih dari separuh meresap ke dalam tanah sebelum mencapai permukaan.
Ketika tutupan hutan berkurang, seluruh volume air bergerak serentak menuju sungai dan mempercepat terjadinya banjir.
“Neraca airnya pasti berubah dan debit puncaknya meningkat drastis,” ujar Hatma saat diskusi Pojok Bulaksumur soal Bencana Sumatera dilansir laman UGM, Jumat (5/12/2025).
Hutan hujan dengan keanekaragaman hayatinya di Sumatera banyak yang sudah hilang untuk perkebunan kelapa sawit hingga pertambangan.
Bila ingin menghutankan kembali, tanaman seperti apa yang cocok ditanam dengan fungsi antierosi, penahan banjir-longsor dan punya kebermanfaatan ekonomi?
Memunculkan Kembali Fungsi Hutan
Hutan hujan tropis memiliki vegetasi yang berlapis, dari pohon tinggi, tanaman perdu hingga tanaman penutup tanah. Vegetasi berlapis ini berfungsi menahan air hujan agar tidak langsung mengenai tanah.
Selain itu, akar tanaman berfungsi meningkatkan daya resap tanah dan menjaga aliran permukaan agar tidak merusak tanah. Demikian dikutip dari Tanaman Penutup Tanah Untuk Mencegah Erosi yang ditulis Budiwati, staf pengajar FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).
Tanaman penutup tanah mempunyai peranan:
- Menahan atau mengurangi daya perusak butir-butir hujan yang jatuh dan aliran air di atas permukaan tanah
- Menambah bahan organik tanah melalui batang, ranting dan daun mati yang jatuh
- Menyerap air dan melakukan transpirasi.
Tanaman yang digunakan sebagai penutup tanah sebaiknya memiliki karakter:
- Mudah diperbanyak
- Mempunyai sistem perakaran yang tidak menimbulkan kompetisi berat bagi tanaman pokok
- Mempunyai sifat sebagai pengikat tanah yang baik
- Tidak mensyaratkan tingkat kesuburan tanah yang tinggi
- Tumbuh cepat
- Banyak menghasilkan daun
- Tidak berubah menjadi gulma
Sebaiknya dipertimbangkan juga manfaat tanaman secara ekonomi. Harapannya, selain bermanfaat dalam pelestarian lingkungan, warga sekitar bisa memperoleh penghasilan tambahan dari tanaman itu.
Untuk mengembalikan fungsi hutan, maka tanaman penutup tanah sebaiknya bertingkat, terdiri dari tanaman penutup tanah rendah, sedang (perdu) dan tinggi (pelindung).
Tanaman Penutup Tanah Rendah
Salah satu tanaman penutup tanah rendah ini adalah vetiver atau akar wangi dengan berbagai spesiesnya: Vetiveria zizanioides, Andropogon zizanoides, Chrysopogon zizanioides.
Akar vetiver dikenal mampu mencegah longsor dan banjir, memperbaiki kualitas air, melindungi infrastruktur, menyerap racun dan menyuburkan tanah. Tanaman ini juga efektif sebagai pengikat tanah dalam jangka pendek.
Keunggulan lainnya, vetiver tidak mudah menyebar liar karena tidak menghasilkan bunga dan biji seperti alang-alang. Sistem perakarannya pun unik.
Vetiver memiliki akar serabut yang dapat tumbuh sangat dalam ke tanah bahkan rekor terpanjang mencapai 5,2 meter. Akar vetiver juga mampu menembus lapisan tanah keras setebal 15 cm.
Pada lereng yang berbatu dan padat, ujung akarnya tetap bisa masuk dan berfungsi sebagai semacam jangkar alami yang memperkuat struktur tanah.
Selain vetiver, tanaman lain penutup tanah rendah:
Ageratum conyzoides L (babandotan)
Panicum maximum (rumput benggala)
Panicum ditachyum (balaban, paitan)
Paspalum dilatum (rumput australia)
Pennisetum purpureum (rumput gajah)
Centrosema pubescens Benth
Tanaman Penutup Tanah Sedang (Perdu)
Tanamaan penutup tanah sedang (perdu), misalnya
Lantana camara L (tahi ayam)
Crotalaria anagyroides HBK
Tephrosia candida DC
Tepherosia vogelii
Desmodium gyroides DC (kakatua, jalakan)
Acacia villosa Wild
Sesbania grandiflora PERS (turi),
Calliandra calothyrsus Meissn (kaliandra merah)
Gliricidia maculata (gamal)
Clorataria juncea (orok-orok)
Cajanus cajan Nillst (kacang gude)
Leucaena glauca (L) Benth (pete cina, lamtoro, kemlandingan)
Tanaman Penutup Tanah Tinggi (Pelindung)
Salah satu yang direkomendasikan dari berbagai riset dan jurnal adalah bambu karena memiliki struktur akar serabut yang kuat sehingga mampu menahan laju erosi, pertumbuhan rumpun bambu sangat cepat, memiliki toleransi terhadap lingkungan sangat tinggi.
Dia juga memiliki kemampuan memperbaiki sumber tangkapan air yang efektif sehingga sesuai untuk reboisasi wilayah hutan terbuka atau gundul akibat penebangan dan sesuai sebagai tanaman pelindung tebing sungai atau jurang.
Spesies bambu yang direkomendasikan adalah:
Gigantolochloa apus (bambu apus)
Dendrocalamus asper (bambu betung)
Bambusa vulgaris (bambu wulung)
Selain bambu tanaman penutup tanah tinggi yang direkomendasikan adalah:
Albizia falcata (sengon laut, jeunjing)
Pithecellobium saman benth (pohon hujan)
Erythrina sp.(dadap)
Gliricidia sepium
Albizia procera Benth
Acacia melanoxylon
Acacia mangium
Eucalyptus saligna/Eucalyptus alba (eukaliptus)
Cinchona succirubra
Durio zibethinus (durian)
Pithecellobium lobatum (jengkol)
Alstonia scholaris (pulai)
Anthocephalus cadamba (jabon)
Casuarina junghuhniana (cemara gunung)
Melaleuca cajuput (kayu putih)
Shorea selanica (meranti)
Pemphis acidula (sentigi Papua)
Kelapa Sawit Berakar Dangkal
Di sisi lain, Dr Ir Mahawan Karuniasa, MM dosen dari Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia (SIL UI) kini Sekolah Pascasarjana Pembangunan Berkelanjutan/SPPB) mengatakan, pohon kelapa sawit itu tidak punya daya serap air sebaik pepohonan di hutan yang jenisnya beragam. Kenapa?
“Individu pohon itu, kan, akarnya besar-besar kalau pohon biasa, berkayu dengan tingginya dan seterusnya. Biasanya kan tinggi pohon sama dengan kedalaman akarnya, meskipun macam-macam gitu ya,” ulas Mahawan Karuniasa dikutip dari 20Detik, Senin (8/12/2025).
“Tetapi kelapa sawit ini, kan, akarnya dangkal. Sehingga dari berbagai penelitian bahwa infiltrasi air itu menjadi sedikit dibandingkan dengan pohon-pohon,” tambahnya.
Kelebihan ekosistem hutan yang bertingkat dengan banyak macam pohon dan tanaman heterogen ini yang tak dimiliki kelapa sawit. Apalagi dalam skala perkebunan monokultur (terdiri dari satu jenis tanaman saja).
“Sehingga kalau ada hujan dengan intensitas yang sama, jatuh di hutan atau jatuh di tanaman kelapa sawit, maka banjir itu lebih besar terjadi di tanaman kelapa sawit dibanding di hutan. Karena (di hutan) yang diserap banyak dibanding apa yang terjadi di tanaman kelapan sawit,” kata Mahawan. (dtc/bsh)




