Banner Bupati Siak

Alih Kelola Blok Rokan, Antara Realistis dan Mimpi

Nawasir Kadir. (Foto: Istimewa)

Kalau begitu, apa yang harus dilakukan PT Pertamina nanti?

Yang bisa dilakukan bagaimana bisa memanfaatkan sebanyak mungkin sumber daya. Sedangkan bagi daerah, pertama kan ada jaminan PI 10 persen untuk Riau, kedua soal ketenagakerjaan. Memang semua pekerja lama harus tetap dipakai. Sebab kalau diganti dengan yang baru akan runyam nantinya.

Tidak hanya tenaga kerja, tapi semua kontraktor atau pemasok yang selama ini bergelut di CPI mestinya juga harus dipakai. Begitu juga dengan fasilitas produksi, seperti pembangkit listrik yang ada. Ini tidak bisa diganti dengan pembangkit PLN serta merta. Bisa bermasalah serius nanti. Tetapi untuk rekruktmen yang baru, harus diprioritas kepada masyarakat daerah Riau.

Secara alami penurunan produksi itu tetap akan terjadi. Tapi jika dilakukan sesuatu untuk menahan lajunya penurunan produksi, maka ini akan bisa bertahan cukup lama.

Semua ini tentu butuh teknologi, investasi, inovasi dan lain sebagainya. Dan ini yang tidak mungkin dilakukan Pertamina. Entahlah kalau tiba-tiba ada perubahan mendasar dalam strategi pencapaian target bisnis yang genuine.

Sebab selama ini Pertamina tidak terbiasa seperti itu. Yang mereka lakukan bisnis dan bekerja yang nyaris rutin sifatnya (business as usual). Tidak peduli apakah jumlah produksi menurun atau tidak. Padahal, SKK migas punya target meningkatkan produksi minyak menjadi 1 juta barel di tahun 2030.

Ini harapan terbesar peningkatan dari Blok Rokan. Jika sekarang produksinya 160.000 barel/hari, maka dengan dilakukannya berbagai ikhtiar cerdas, inovasi dan investasi diharapkan bisa meningkatkan jumlah produksi menjadi 200-300 barel/hari. Tapi jika ini tidak dilakukan, hanya mimpi target 1 juta barel itu akan tercapai.

Sebenarnya Pertamina sudah mulai kewalahan. Bayangkan, ada lebih dari 80 blok migas yang dipegang, tetapi kontribusi produksi nasional terus menurun. Bahkan yang terakhir Blok Mahakam, cukup besar produksinya saat dikelola PT Total Indonesia (Perancis).

Ketika diambil alih dan dikelola Pertamina 3 tahun lalu, sekarang babak belur. Ini mungkin dapat disebut nasionalisasi asal-asalan yang tidak menguntungkan. Padahal, kita semestinya bangga, senang dan tidak menolak ada Indonesianisasi.

Anda pesimis dengan target yang dipatok SKK migas tersebut?

Kalau hanya mengharap dari blok Rokan, saya ragu pencapaian target itu terwujud. Apalagi saya melihat Pertamina tidak memiliki strategi bisnis unggul dan kultur bisnis yang kuat, yang cerdas kerja efektif, inovatif dan siap untuk mengambil risiko investasi yang terukur.

Investasi di sektor migas ini besar dan lama baru berisiko tinggi disamping butuh teknologi yang canggih. Untuk mendapatkan teknologi tersebut butuh biaya yang besar dan untuk mendapatkan hasil perlu berkorban waktu panjang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *