Pengembang Optimis, Rumah Tapak Masih Miliki Prospek

Pemerintah diharapkan bisa menunda kenaikan PPN menjadi 12 persen. (Foto: Sindonews)

Hal itu dikarekan para calon konsumen mengalami ketidakpastian usaha dan terkena penyesuaian upah hingga dilakukannya PHK.

“Kalau segmen Rp1,5 miliar hingga Rp2 miliar ini pemilik usahanya masih memiliki uang meskipun usahanya macet. Mereka kalau mau deposito kondisi sekarang sangat kecil sekali bunganya, jadi pilihannya ya membeli properti sebagai investasi,” tuturnya.

Sementara itu, Head of Research Jones Lang LaSalle (JLL) Yunus Karim memproyeksi, para pengembang properti rumah tapak diperkirakan akan tetap aktif membangun hunian karena permintaan yang masih tinggi.

Adapun, tingkat penjualan rumah tapak pada semester I/2021 mengalami kenaikan menjadi 83 peresen dari tahun lalu yang sebesar 72 persen.

“Sejak tahun lalu keaktifan pengembang untuk menciptakan produk ini mendapatkan respon yang bagus dari pasar, sehingga kondisi itu berlanjut di semester I tahun ini,” ujarnya.

Permintaan rumah tapak didominasi oleh end user, sehingga membuat rumah tapak bisa bertahan selama pandemi. Selain itu, keterjangkauan harga produk juga membuat rumah tapak masih diminati konsumen.

“Salah satu alasan rumah tapak punya peforma yang cukup baik, karena kami mencatat pada semester I/2021 hampir 80 persen produk yang terjual memiliki harga di bawah Rp1,3 miliar,” katanya.

Pada semester I/2021, terdapat penambahan 7.800 meter persegi rumah tapak dan sebanyak 37.700 unit yang belum selesai ditawarkan di pasar. (*)

Editor: Boy Surya Hamta
Sumber: Bisnis.com

Pengembang Optimis, Rumah Tapak Masih Miliki Prospek

Pemerintah diharapkan bisa menunda kenaikan PPN menjadi 12 persen. (Foto: Sindonews)

Hal itu dikarekan para calon konsumen mengalami ketidakpastian usaha dan terkena penyesuaian upah hingga dilakukannya PHK.

“Kalau segmen Rp1,5 miliar hingga Rp2 miliar ini pemilik usahanya masih memiliki uang meskipun usahanya macet. Mereka kalau mau deposito kondisi sekarang sangat kecil sekali bunganya, jadi pilihannya ya membeli properti sebagai investasi,” tuturnya.

Sementara itu, Head of Research Jones Lang LaSalle (JLL) Yunus Karim memproyeksi, para pengembang properti rumah tapak diperkirakan akan tetap aktif membangun hunian karena permintaan yang masih tinggi.

Adapun, tingkat penjualan rumah tapak pada semester I/2021 mengalami kenaikan menjadi 83 peresen dari tahun lalu yang sebesar 72 persen.

“Sejak tahun lalu keaktifan pengembang untuk menciptakan produk ini mendapatkan respon yang bagus dari pasar, sehingga kondisi itu berlanjut di semester I tahun ini,” ujarnya.

Permintaan rumah tapak didominasi oleh end user, sehingga membuat rumah tapak bisa bertahan selama pandemi. Selain itu, keterjangkauan harga produk juga membuat rumah tapak masih diminati konsumen.

“Salah satu alasan rumah tapak punya peforma yang cukup baik, karena kami mencatat pada semester I/2021 hampir 80 persen produk yang terjual memiliki harga di bawah Rp1,3 miliar,” katanya.

Pada semester I/2021, terdapat penambahan 7.800 meter persegi rumah tapak dan sebanyak 37.700 unit yang belum selesai ditawarkan di pasar. (*)

Editor: Boy Surya Hamta
Sumber: Bisnis.com

Exit mobile version