Ketika Stasiun Sawahlunto dan Legenda Mak Itam Jadi Warisan Dunia

Stasiun Sawahlunto. (Foto: Dok. PT KAI)

SAWAHLUNTO, FOKUSRIAU.COM-Di Sumatera Barat terdapat sebuah kawasan lembah hijau perbukitan. Di sini juga akan dijumpai sebuah stasiun kecil, yakni Stasiun Sawahlunto.

Berpadu dengan Mak Itam, lokomotif uap hitam legendaris seri E1060 buatan Jerman tahun 1966.

Stasiun Sawahlunto dipenuhi bangunan berarsitektur Indische Empire Style dengan dinding tebal, pilar tinggi dan jam dinding tua yang masih berdetak.

Di balik keindahannya, tersimpan kisah besar, yakni tentang keringat tambang, deru lokomotif dan perjalanan sejarah bangsa.

Diresmikan pada 1 Januari 1894, Stasiun Sawahlunto dulu adalah jantung kota tambang batu bara Ombilin, salah satu proyek infrastruktur paling ambisius Pemerintah Hindia Belanda kala itu.

Dari sinilah hasil tambang dibawa menuruni lembah, melintasi rel-rel bergigi menuju Pelabuhan Teluk Bayur (dulu Emmahaven).

Setiap pagi, suara peluit dan kepulan asap lokomotif menjadi penanda kehidupan dimulai di kota kecil itu.

Dan di tengah cerita itu, ada satu legenda yang hidup hingga kini: Mak Itam, lokomotif uap hitam legendaris seri E1060 buatan Jerman pada 1966.

Dikenal tangguh menaklukkan jalur menanjak bergigi di perbukitan Sumatera Barat, Mak Itam bukan sekadar mesin, lokomotif itu adalah simbol kerja keras dan ketahanan manusia terhadap alam.

Suaranya yang khas dulu menjadi alarm alami warga Sawahlunto dimana tanda pagi tiba, tambang berdenyut, dan kehidupan berputar.

“Stasiun Sawahlunto dan Mak Itam bukan sekadar peninggalan masa lalu. Di sanalah tersimpan narasi besar tentang industri, teknologi, dan interaksi sosial yang membentuk kota ini. KAI berkomitmen menjaga warisan ini agar tetap hidup dan bisa dinikmati publik lintas generasi,” ujar VP Public Relations KAI, Anne Purba dalam siaran pers, Selasa (21/10/2025).

Saat masa kejayaan tambang batu bara berakhir pada awal 2000-an, Sawahlunto sempat terdiam. Namun, KAI bersama Pemerintah Kota Sawahlunto mengubah senyap itu menjadi kebangkitan baru.

Bangunan stasiun direvitalisasi dan resmi beralih fungsi menjadi Museum Kereta Api Sawahlunto pada 17 Desember 2005, diresmikan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Di halaman depannya, Mak Itam yang telah direstorasi kembali berdiri gagah, bukan lagi menarik gerbong batu bara, tapi menarik perhatian dunia.

Kini, Museum Kereta Api Sawahlunto menjadi bagian integral dari Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto (WTBOS), yang telah diakui UNESCO sebagai Warisan Dunia.

Ruang-ruang operasional diubah menjadi galeri interaktif; mesin telegraf, lampu sinyal, hingga dokumen pengangkutan batu bara menjadi saksi bisu peradaban industri masa lampau.

Bagi wisatawan, museum ini bukan sekadar tempat berfoto, melainkan ruang refleksi tentang perjalanan manusia menaklukkan alam, dan bagaimana teknologi dapat menjadi budaya.

Museum buka setiap hari, yakni mulai Senin-Jumat pukul 08.00-16.00 WIB, kemudian Sabtu-Minggu dan hari libur pukul 09.00-17.00 WIB di Kelurahan Pasar, Kecamatan Lembah Segar, Kota Sawahlunto.

Menariknya, pada Simposium Internasional “We Are Site Managers” (23-27 Agustus 2025), Mak Itam kembali hidup!

Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, ia beroperasi dalam delapan perjalanan (4 kali pulang-pergi) dari Stasiun Sawahlunto ke Stasiun Muarakalaban. Deru uap dan sorak pengunjung yang menonton menjadi momen penuh haru, seolah masa lalu menyalami masa kini.

“Transformasi Stasiun Sawahlunto menghidupkan kembali denyut kehidupan kota. Kawasan stasiun kini menjadi panggung komunitas, ruang edukasi, dan destinasi wisata budaya. Sawahlunto menunjukkan bahwa rel kereta tak hanya menghubungkan kota, tapi juga menghubungkan masa lalu dengan masa depan,” kata Anne. (dtc/bsh)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *