Soroti Legitimasi LAMR, Gubernur Wahid Disarankan Kembalikan Sementara Gelar Adat

Pj Ketua Umum Dewan Pimpinan Agung LAM Riau, Datuk Seri M. Nasir Penyalai SH didampingi Pj Setia Usaha Agung Datuk Armansyah SH, menandatangani surat terbuka ke gubernur. (Foto: Istimewa)

PEKANBARU, FOKUSRIAU.COM-Persoalan legitimasi Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) tampaknya masih belum selesai.Kubu LAMR versi Musyawarah Besar VIII Dumai masih terus mempertanyakan kebijakan yang dilakukan LAMR hasil Musyawarah Luar Biasa (Mubeslub) 2022

Salah satunya menyangkut penabalan gelar adat Datuk Seri Setia Amanah kepada Gubernur Abdul Wahid. Sorotan terhadap kebijakan pemberian gelar adat itu bukan hanya karena momen simboliknya, namun karena legitimasi lembaga adat yang menganugerahkan gelar tersebut.

Salah satu kritik paling keras datang dari Datuk Armansyah, Penjabat Setia Usaha Agung LAMR versi Musyawarah Besar VIII Dumai. Ia menyebut, pemberian gelar LAMR hasil Mubeslub 2022 cacat konstitusi dan tidak sah secara organisasi.

“Dalam kondisi LAMR yang sedang tidak baik-baik saja, tentu tidak legitimate. Maka semua produk dari LAMR versi Mubeslub sangat diragukan keabsahannya, termasuk dalam memberikan gelar kepada pejabat,” ujar Armansyah kepada wartawan, Rabu (2/8/2025).

Armansyah menyayangkan keputusan Gubernur Wahid menerima gelar tersebut tanpa mempertimbangkan konflik dualisme kepemimpinan di tubuh LAMR.

Ia menilai, seharusnya tim ahli atau Dinas Kebudayaan memberikan masukan yang objektif kepada Gubernur.

“Sayang sekali beliau menerima gelar dari pihak yang legitimasinya belum jelas. Kalau belum paham soal putusan MA, seharusnya ada yang memberi tahu,” tegasnya.

Armansyah bahkan menyarankan agar gelar adat tersebut dikembalikan sementara waktu hingga persoalan internal LAMR benar-benar selesai secara adil dan bermartabat.

“Jangan sampai Gubernur Wahid justru menjadi korban dari manuver kelompok tertentu. Gelar itu sebaiknya dikembalikan dulu sampai semuanya tuntas,” sarannya.

Ia juga menyinggung adanya dugaan intervensi kekuasaan di era Gubernur sebelumnya, Syamsuar, yang turut memperuncing konflik dan menciptakan dualisme organisasi adat Melayu Riau tersebut.

Sebelumnya, pengurus LAMR hasil Mubes VIII Dumai telah menyampaikan surat terbuka kepada Gubernur Wahid. Surat tersebut memuat lima tuntutan, di antaranya: penyelesaian konflik secara bermartabat, penghentian pencairan dana hibah kepada LAMR versi Mubeslub, dan pengosongan Balai Adat yang kini dikuasai kelompok tersebut.

Surat itu dibacakan dalam konferensi pers yang dipimpin oleh Datuk Seri M Nasir Penyalai SH dan didampingi Armansyah.

Meski mengkritik keras, Armansyah tetap menaruh harapan besar kepada Gubernur Wahid agar mampu bersikap netral dan bijaksana sebagai pemimpin semua golongan.

“Ini bukan soal siapa yang menang. Ini soal menjaga warisan nilai dan marwah lembaga adat. Kami percaya Gubernur bisa mengambil sikap terbaik agar kepercayaan masyarakat terhadap LAMR bisa pulih kembali,” tukasnya. (bsh)

Exit mobile version