PELALAWAN, FOKUSRIAU.COM-Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan atau Satgas PKH menyita kebun sawit di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) Kabupaten Pelalawan, Riau, Selasa (10/6/2025).
Ini merupakan bagian dari upaya penyelamatan sekaligus pemulihan kawasan TNTN yang selama ini di rambah dan dialihfungsikan menjadi perkebunan sawit.
Keberadaan Satgas PKH menyita kebun sawit dalam kawasan hutan tersebut untuk mengembalikan taman nasional seluas 81.793 hektare ke fungsinya sebagai kawasan hutan lindung.
Saat ini, dari 81.793 hektare luas TNTN, sekitar 50.000 hektare lebih telah beralih menjadi kebun sawit. Selain itu, 600 hektare sudah menjadi pemukiman penduduk, fasilitas umum dan lainnnya.
Sedangkan hutan primer yang masih asli hanya tinggal sekitar 12.000 hektare saja. “Hutan primer (TNTN) saat ini kurang lebih tidak sampai 12.000 hektare,” ungkap Wakil Komandan Satgas PKH, Brigjen Dodi Triwindo kala memaparkan kondisi TNTN, Selasa (10/6/2025).
Dikatakan, pihaknya sudah berada di lokasi TNTN selama dua pekan untuk melakukan identifikasi masalah perambahan dan penguasaan kawasan taman nasional yang disulap menjadi kebun sawit.
Penelusuran tim Satgas PKH, diketahui modus oknum-oknum menguasai TNTN dijadikan kebun sawit dengan menerbitkan Surat Keterangan Tanah (SKT) palsu dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) palsu oleh oknum terkait.
Kemudian, terjadi pungutan liar oleh aparatur pemerintah desa dan pemerintah kabupaten. Selain itu juga ditemukan 1.805 Sertifikat Hak Milik (SHM) dalam areal TNTN dengan rincian 5 bidang di Pelalawan dan 1.800 bidang di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu).
Ada juga indikasi Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dalam praktik penguasaan lahan taman nasional.
“Hal ini masih kita tangani secara maraton dan paralel. Kita akan tindak tegas pada oknum-oknum yang terlibat langsung,” katanya.
Tim Satgas PKH telah memanggil beberapa oknum kepala desa yang terlibat langsung di sekitar kawasan TNTN. Selain itu, ada beberapa kepala dinas yang terkait langsung. Sehingga diketahui KTP yang bodong serta Kartu Keluarga (KK) palsu.
Begitu juga dengan SHM yang terbit dalam kawasan taman nasional tersebut, kata Brigjen Dodi, semua akan dicek kembali. (trp/bsh)