Melemahnya Gerakan Mahasiswa Kini: Dari Obor Perlawanan Menjadi Percikan Terserak

Oleh : Pratiwi Khairunnisa*)

Mahasiswa Indonesia telah menjadi saksi penting dalam merajut benang merah sejarah Indonesia yang panjang. Dimulai dari masa penjajahan sampai dengan era reformasi pada saat ini.

Peran mahasiswa sebagai agen perubahan bukanlah sekedar jargon semata melainkan sebuah benteng dalam mengawasi tiga pilar negara yaitu Eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Apabila demokrasi berada dalam ancaman mahasiswa hadir sebagai kelompok yang peka untuk menyelamatkan demokrasi. Secara historis mahasiswa telah menjadi garda terdepan dalam menghadapi segala isu permasalahan di Indonesia.

Beberapa gerakan mahasiswa yang hadir sampai saat ini terlahir dengan satu tujuan yang sama yaitu menjadikan negara Indonesia menjadi negara yang lebih baik dan demokratis.

Gerakan mahasiswa yang awalnya hadir pada tingkat regional berkembang menjadi organisasi setingkat nasional dalam menyuarakan keadilan dan kesejahteraan. Mereka hadir berdasarkan ideologis yang dianut bukan berdasarkan asal kampus.

Gerakan mahasiswa memasuki puncaknya pada masa orde baru tahun 1998, saat itu Indonesia mengalami gelombang krisis finasial yang disebut sebagai krisis moneter. Dimana nilai tukar rupiah yang semula stabil tiba-tiba merosot tajam. Pecahnya kerusuhan membuat stabilitas sosial politik terganggu.

Hal ini membuat masyarakat mengalami kesulitan sehingga terciptanya demontrasi dari gerakan mahasiswa besar-besaran yang menyebar dengan luas di berbagai kota di Indonesia sehingga membuat gelombang demonstrasi menuntut Soeharto untuk mundur.

Reformasi 1998 merupakan bentuk keberhasilan dari gerakan mahasiswa dimana reformasi 1998 membawa harapan baru dalam menjaga semangat demokrasi. gerakan 98 dapat diliihat bagaimana kuatnya dan kompaknya gerakan mahasiswa yang belum terpolarisasi.

Mereka bersekutu dan berorganisir untuk menyuarakan kepentingan rakyat. Gerakan mahasiswa 1998 yang saling terkoordinasi kemudian membuat jaringan antar seksama dalam organisasi. Hal ini membuat setiap aksi dapat berjalan dengan aman dan lancar.

Sudah 27 tahun lamanya Suharto lengser dari kekuasaannya, gerakan mahasasiswa pada era reformasi saat ini terus berkembang dengan pesat. Mahasiswa selalu aktif untuk menyuarakan kepentingan rakyat. Akan tetapi pada saat ini terdapat stigma bernada sinis di kalangan masyarakat, bahwasannya gerakan mahasiswa saat ini tidak lagi sekuat tahun 1998.

Hal ini memicu terjadinya polarisasi. Gerakan mahasiswa pada saat ini tentunya memiliki tantangan tersendiri, terutama pada zaman yang semakin cangging dimana akses informasi dapat menyebar secara luas dengan cepat.

Pada era reformasi saat ini kebanyakan mahasiswa hanya bergerak apabila terdapat suatu hal yang viral. Era reformasi yang juga masih dipenuhi berbagai macam masalah tetapi kebanyakan mahasiswa pada saat ini menjadi gerakan yang pasif dengan tujuan hanya untuk kebutuhan konten media sosial pribadi.

Lantas, apakah api reformasi itu telah padam? Atau ia hanya berganti bentuk dengan mencari celah di tengah era globalisasi ini?

Tentu bisa dibilang semangat api reformasi saat ini tidaklah sekuat tahun 1998. Hal tersebut dikarenakan bedanya konteks dan tujuan. Gerakan mahasiswa pada tahun 1998 terlahir dari kekecewaan, kemarahan dan penderitaan yang dipicu oleh kelakuan rezim orde baru. Memliki tujuan yang sama yaitu menggulingkan rezim Soeharto. Oleh karena itu mahasiswa lebih solid dalam bergerak.

Pada saat itu media massa juga dibungkam, tanpa adanya internet. Akan tetapi gerakan mahasiswa 1998 merupakan murni dari gerakan fisik yang mengandalkan konsolidasi dari mulut ke mulut. Sedangkan saat ini, pada era pasca reformasi, gerakan mahasiswa cenderung terpecah atau beracakan hal ini dikarenakan musuh mahasiswa bukanlah individu lagi melainkan sebuah sistem yang dianggap korups yaitu oligarki.

Saat ini gerakan mahasiswa dapat terbendungi dikarenakan para elit politik berkoalisi satu sama lain saling jaga, sehingga tidak adanya pihak oposisi yang mengkritik kinerja pemerintah. Satu-satunya harapan bagi rakyat ialah gerakan mahasiswa, akan tetapi medan peretempuran tidak hanya lagi di jalanan akan tetapi ia bergeser ke ruang digital media sosial seperti Instagram, Facebook, Tiktok dan X.

Ruang digital yang berisi banyaknya kebebasan berpendapat tanpa adanya batas, mahasiswa rentan terhadap misinformasi yang membawa perpecahan.

Tak hanya itu tanggapan publik terhadap gerakan mahasiswa dipandang negatif dikarenakan hanya membuat macet lalu lintas, menghabiskan waktu, tenaga dan pikiran. Dan merusak fasilitas, padahal yang sebenarnya apa yang mereka lakukan adalah untuk mencegah dari hal yang terburuk dan berusaha untuk menyelamatkan demokrasi dari para elit yang korup.

Sebagian yang lain, masyarakat curiga bahwasannya gerakan mereka ditunggangi oleh pihak asing atau lawan politik pemerintah. Stigma tersebut membuat gerakan mahasiswa saat ini terasa pasif dikarenakan kurangnya dukungan oleh masyarakat. Kemudian banyak mahasiswa hanya lebih berfokus kepada bidang akademik di kampus.

Mahasiswa saat ini memiliki kurangnya rasa kepedulian dan kepekaannya terhadap suatu isu yang terjadi. Kemudian adanya tuntutan dan hambatan dari kampus yang kemudian terbatasnya ruang bergerak selama di kampus. Tak hanya itu gerakan mahasiswa saat ini selalu diawasi oleh aparat keamanan, dimana aparat bermain secara membabi buta, menangkap aktivis, yang sekiranya menjadi ancaman bagi mereka.

Hal ini dapat dilihat dari kasus demontrasi  17+8 Tuntutan Rakyat kemaren dimana para aparat menunjukkan arogansinya terhadap para demonstran. Pada saat ini tentu kita tidak bisa menyamakan ataupun membandingkan kekuatan gerakan mahasiswa tahun 1998 dengan gerakan mahasiswa pasca reformasi saat ini.

Namun bukan berarti semangat api perlawanan itu tidak lagi berbentuk obor yang berkobar di satu titik, melainkan menyebar menjadi percikan kecil di banyak tempat. Gerakan mahasiswa tidak butuh dibanding-bandingkan. Melainkan mereka butuh dukungan dari berbagai elemen dan lapisan masyarakat sebagai motor penggerak demokrasi.gerakan mahasiswa akan selalu hidup dengan berbagai bentuk.

Gerakan mahasiswa turun ke jalan bukan seolah hanya untuk mengkritik kinerja pemerintah, melainkan cara tersebut merupakan bentuk dari cinta mereka terhadap negara ini. Kritik adalah bentuk dari kepedulian terhadap sesuatu yang kita cintai termasuk di dalam kehidupan masyarakat dan bernegara. (*)

Penulis adalah mahasiswa Ilmu Politik, FISIP Universitas Andalas

Exit mobile version