Kolom  

Belajar Keterbukaan Informasi dari Swedia

Musfi Yendra. (Foto: Istimewa)

Oleh : Musfi Yendra*

SEJAK masa lampau, masyarakat Swedia telah menuntut agar informasi yang dikelola oleh pemerintah dapat diakses secara bebas, sehingga memungkinkan warga negara untuk memahami kebijakan serta memantau kinerja pejabat publik.

Sejarah keterbukaan informasi di Swedia dimulai sejak abad ke-18. Setelah itu, Undang-Undang Kebebasan Pers tahun 1766 yang diperkenalkan di Swedia.

Undang-undang ini menjadi tonggak penting dalam perkembangan demokrasi negara tersebut, karena undang-undang ini memberikan hak kepada setiap individu untuk mengakses dokumen dan arsip pemerintah tanpa harus menyertakan alasan tertentu.

Konsep tersebut kemudian dikembangkan lebih lanjut dalam Undang-Undang Dasar Swedia melalui penerapan prinsip Offentlighetsprincipen atau “prinsip keterbukaan” yang telah menjadi dasar kebijakan transparansi di negara ini.

Dengan menerapkan prinsip tersebut, Swedia telah menjadi pelopor dalam keterbukaan informasi, memastikan bahwa setiap dokumen yang dihasilkan instansi pemerintah wajib dapat diakses publik, kecuali jika terdapat alasan sah, seperti demi keamanan nasional atau perlindungan privasi individu.

Seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, Swedia telah memanfaatkan inovasi digital untuk mendukung keterbukaan informasi.

Pemerintah telah mengembangkan sistem digital yang memungkinkan masyarakat untuk mengakses dokumen-dokumen pemerintah secara online melalui portal resmi, sehingga mengurangi birokrasi dan mempercepat distribusi informasi.

Inisiatif digital ini sangat membantu dalam menjembatani kesenjangan antara pemerintah dan warga, terutama di era di mana akses internet telah menjadi kebutuhan primer.

Selain itu, digitalisasi juga memungkinkan proses pengumpulan data dan pelaporan dilakukan secara real time, yang sangat berguna untuk memastikan bahwa informasi yang diterima oleh publik selalu mutakhir dan akurat.

Meski demikian, keberhasilan sistem keterbukaan informasi di Swedia tidak lepas dari berbagai tantangan yang harus dihadapi. Salah satu tantangan utama adalah menjaga keseimbangan antara hak publik untuk mengakses informasi dan perlindungan data pribadi individu.

Dengan semakin banyaknya informasi yang tersedia secara online, risiko penyalahgunaan data pribadi menjadi semakin besar.

Dalam hal ini pemerintah harus menetapkan batasan yang jelas untuk melindungi privasi tanpa mengorbankan transparansi.

Pemerintah Swedia secara terus-menerus memperbarui regulasi dan kebijakan untuk menanggulangi isu-isu ini, dengan mengacu pada standar internasional dan pengalaman negara lain sebagai pembelajaran.

Selain tantangan teknis dan regulasi, aspek budaya juga memainkan peran penting dalam keberhasilan keterbukaan informasi di Swedia. Budaya demokrasi yang telah mengakar sejak lama mendorong warga untuk aktif menuntut kejelasan dan keterbukaan dari para pejabat publik.

Rasa ingin tahu yang tinggi serta kepercayaan bahwa informasi adalah hak asasi membuat masyarakat Swedia secara konsisten mendukung upaya transparansi.

Bahkan, partisipasi masyarakat dalam proses konsultasi publik dan pengawasan kebijakan telah menjadi bagian rutin dari kehidupan politik di Swedia, sehingga setiap warga merasa memiliki andil dalam menentukan arah pemerintahan.

Pengalaman Swedia dalam menerapkan keterbukaan informasi juga telah menjadi inspirasi bagi negara-negara lain di dunia.

Banyak negara, terutama di Eropa, melihat model Swedia sebagai contoh bagaimana prinsip keterbukaan dapat diintegrasikan ke dalam sistem pemerintahan tanpa mengorbankan keamanan dan privasi.

Studi dan laporan internasional sering menempatkan Swedia di peringkat teratas dalam hal transparansi pemerintah, yang tidak hanya meningkatkan citra negara di mata dunia, tetapi juga membuka peluang kerja sama dalam berbagai bidang.

Misalnya, menurut laporan Transparency International dan World Justice Project, Swedia dikenal sebagai negara dengan tingkat korupsi yang sangat rendah, sebagian besar disebabkan sistem keterbukaan informasi yang telah diterapkan secara konsisten.

Keberhasilan ini menunjukkan bahwa transparansi dapat menjadi alat efektif untuk memperkuat demokrasi dan mendorong kemajuan sosial-ekonomi.

Selain aspek pemerintahan, keterbukaan informasi di Swedia juga memberikan dampak positif dalam sektor swasta dan inovasi teknologi.

Data yang terbuka dan mudah diakses memungkinkan perusahaan swasta serta para pengembang teknologi menciptakan berbagai aplikasi dan solusi inovatif yang meningkatkan pelayanan publik.

Misalnya, data transportasi dan informasi geografis yang disediakan oleh pemerintah telah digunakan untuk mengembangkan aplikasi navigasi dan perencanaan kota yang lebih efisien.

Inovasi ini tidak hanya memberikan manfaat ekonomis, tetapi juga memperkuat hubungan antara sektor publik dan swasta dalam menciptakan solusi yang berdampak luas bagi masyarakat.

Dengan demikian, keterbukaan informasi turut berperan sebagai katalisator bagi pertumbuhan ekonomi dan inovasi di negara tersebut.

Tantangan baru pun muncul seiring dengan meluasnya akses informasi secara online. Ancaman terhadap keamanan siber dan penyebaran informasi palsu menjadi dua isu utama yang harus dihadapi.

Pemerintah Swedia, bersama dengan lembaga-lembaga pengawas, telah berinvestasi besar dalam sistem keamanan siber untuk memastikan bahwa data yang diakses oleh publik tetap aman dan tidak disalahgunakan.

Selain itu, upaya edukasi dan literasi digital terus digalakkan agar masyarakat tidak mudah terpengaruh oleh berita hoaks atau informasi yang menyesatkan.

Di Swedia, penyelesaian sengketa informasi publik berlandaskan prinsip keterbukaan informasi yang dijamin Undang-Undang Kebebasan Pers (Tryckfrihetsförordningen, TF) dan Undang-Undang Kebebasan Informasi (Offentlighetsprincipen).

Setiap orang berhak mengajukan permintaan akses informasi kepada badan pemerintah, dan jika permintaan tersebut ditolak, badan terkait harus memberikan alasan secara tertulis.

Jika pemohon tidak puas dengan keputusan tersebut, mereka dapat mengajukan banding ke Ombudsman Parlemen (Justitieombudsmannen, JO) atau Komisi Kejaksaan (Justitiekanslern, JK) yang bertugas meninjau apakah badan publik telah bertindak sesuai hukum.

Apabila sengketa tidak terselesaikan, kasus bisa dibawa ke Pengadilan Administratif (Förvaltningsrätten) yang memiliki wewenang untuk meninjau ulang keputusan badan publik dan jika diperlukan, memerintahkannya untuk mengungkap informasi yang seharusnya bersifat terbuka.

Jika salah satu pihak masih tidak puas, mereka dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung Administratif (Högsta förvaltningsdomstolen), di mana keputusan yang diambil bersifat final.

Dalam kasus pelanggaran serius terhadap keterbukaan informasi, pejabat yang bertanggung jawab bisa dikenakan sanksi administratif atau bahkan tuntutan hukum.

Swedia dikenal sebagai salah satu negara dengan transparansi tertinggi di dunia, sehingga sistem ini sangat efektif dalam menjamin hak masyarakat terhadap informasi publik.

Pengalaman dan pencapaian Swedia dalam menerapkan keterbukaan informasi telah banyak didokumentasikan dan dijadikan acuan oleh negara-negara lain.

Berbagai penelitian dan laporan internasional menempatkan Swedia sebagai salah satu negara dengan sistem pemerintahan yang paling transparan dan akuntabel.

Studi dari European Commission dan Transparency International menunjukkan bahwa tingkat keterbukaan informasi di Swedia memberikan dampak positif dalam menurunkan angka korupsi dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Data-data tersebut memberikan bukti bahwa transparansi yang konsisten dapat menghasilkan pemerintahan yang efisien dan responsif, serta mendorong partisipasi aktif warga dalam proses demokrasi.

Keberhasilan Swedia menjadi inspirasi bagi banyak negara, terutama di era digital ini, di mana akses informasi yang cepat dan mudah menjadi kebutuhan utama masyarakat.

Dengan segala pencapaian dan inovasi yang telah diterapkan, Swedia terus menunjukkan komitmennya terhadap prinsip keterbukaan informasi sebagai fondasi demokrasi.

Meskipun masih ada tantangan, seperti perlindungan data pribadi dan ancaman keamanan siber, pemerintah dan masyarakat Swedia secara bersama-sama berupaya mengatasi hambatan tersebut melalui regulasi yang adaptif dan teknologi yang terus diperbarui. (*)

* Penulis adalah Ketua Komisi Informasi Provinsi Sumatera Barat

Exit mobile version