Oleh : Prof. Herri*
Di tengah arus modernisasi ekonomi yang kian deras, Indonesia kembali menengok akar kekuatan perekonomian yang tumbuh dari bawah — koperasi.
Presiden Prabowo menggagas program besar, mendirikan sekitar 80.000 Koperasi Merah Putih di seluruh nusantara, sebagai upaya nyata membangkitkan ekonomi berbasis kekeluargaan.
Potensi yang tersimpan sangat besar. Bayangkan saja, jika setiap koperasi mampu menyerap lima tenaga kerja, berarti ada 400.000 lapangan pekerjaan baru yang terbuka — peluang yang mampu menggerakkan denyut ekonomi hingga ke desa-desa terpencil.
Lebih dari itu, koperasi ini diharapkan dapat menjadi sahabat petani dan pelaku usaha kecil, menghubungkan mereka dengan pasar dan menyediakan akses ke input produksi yang terjangkau.
Ekonomi rakyat akan bergerak, terutama jika koperasi mampu mengadopsi teknologi tepat guna untuk menambah nilai produk lokal. Semangat kekeluargaan yang melekat pada koperasi akan mendorong pemerataan kesejahteraan, bukan hanya menguntungkan segelintir orang.
Namun, di balik potensi besar itu, ada tantangan nyata yang harus dihadapi.
Tantangan Utama: Kualitas dan Kompetensi Pengelola
Selama ini, salah satu kelemahan terbesar koperasi adalah kualitas sumber daya manusia, terutama pengurusnya. Seringkali pengurus dipilih karena kedekatan, bukan kompetensi. Akibatnya, koperasi berjalan lambat, tidak profesional, dan terkadang malah disalahgunakan.
Pengurus koperasi yang ideal haruslah orang yang tidak hanya paham bisnis dan manajemen, tetapi juga memiliki integritas tinggi, kreativitas, dan jaringan yang luas. Mereka harus mampu menjaga kepercayaan anggota dan menjalankan koperasi sebagai mesin penggerak ekonomi rakyat yang sesungguhnya.
Mencari Pengurus yang Tepat
Bagaimana mendapatkan pengurus dengan kriteria tersebut? Sistem rekruitmen yang profesional menjadi kunci. Harus ada proses seleksi yang transparan, meliputi tes kemampuan dan kepribadian, agar yang terpilih benar-benar mampu menjalankan tugasnya dengan baik.
Perihal gaji, ada anggapan bahwa pengurus koperasi harus diberi kompensasi yang layak agar termotivasi dan terhindar dari godaan penyimpangan. Namun, gaji yang adil harus disesuaikan dengan kemampuan koperasi dan kesepakatan anggota.
Motivasi yang utama tetap berasal dari panggilan hati untuk membangun kesejahteraan bersama, bukan semata-mata uang.
Menjaga Asa dan Membangun Kepercayaan
Koperasi Merah Putih adalah harapan besar bangsa ini untuk menegakkan ekonomi kerakyatan yang adil dan merata. Namun, tanpa pengelola yang jujur dan profesional, potensi tersebut sulit diwujudkan.
Jalan menuju kesejahteraan berbasis kekeluargaan memang tidak mudah. Diperlukan kesungguhan, kesabaran, dan sistem yang kuat untuk mewujudkan mimpi itu.
Dengan pengurus yang benar-benar berintegritas dan memiliki kapasitas memadai, koperasi bisa menjadi tonggak utama yang menopang perekonomian nasional. (*)
* Penulis adalah Ketua Program Doktor Manajemen FEB Unand