Oleh: Boy Surya Hamta*
Indonesia dikenal sebagai salah satu penghasil kopi terbaik di dunia. Namun, di balik dominasi arabika dan robusta, ternyata ada satu varietas kopi yang perlahan mulai mencuri perhatian, yakni liberika.
Jenis kopi ini tumbuh subur di dataran rendah dan lahan gambut—wilayah yang selama ini kurang dimanfaatkan untuk budidaya kopi. Kini, liberika mulai disebut-sebut sebagai komoditas unggulan baru yang bisa menopang ekonomi petani dan memperkuat posisi Indonesia di pasar kopi dunia.
Subur di Lahan Gambut
Berbeda dengan arabika yang membutuhkan udara sejuk di ketinggian, kopi liberika justru tangguh di dataran rendah dengan tanah asam dan lembab alias lahan gambut.
Penelitian dari Universitas Jambi dan BRIN menunjukkan, liberika mampu tumbuh di tanah gambut dengan pH rendah, tanpa menurunkan produktivitas. Hal ini membuatnya sangat cocok dikembangkan di daerah yang memiliki lahan gambut seperti Riau, Jambi dan Kalimantan Barat.
Di Kepulauan Meranti, Riau, kopi liberika bahkan sudah menjadi identitas lokal. Merek Liberika Meranti, kini mulai dikenal di kafe-kafe besar dan ajang kopi nasional sebagai kopi lahan gambut khas Indonesia.
Rasa Unik dan Bernilai Tinggi
Kopi liberika dikenal memiliki aroma khas buah nangka, rasa manis alami dan body yang tebal. Profil rasa yang eksotis ini membuatnya disukai pecinta kopi yang mencari sensasi berbeda dari arabika dan robusta.
Dari unsur kimianya menunjukkan, biji liberika mengandung senyawa antioksidan dan fenolik alami yang lebih tinggi dibanding beberapa jenis robusta.
Artinya, selain nikmat diminum, liberika juga potensial sebagai bahan baku minuman fungsional, kosmetik alami hingga produk kesehatan berbasis kopi.
Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut, produksi kopi nasional tahun 2024 mencapai lebih dari 800.000 ton. Dari jumlah itu, sekitar 70 persen merupakan robusta, 29 persen arabika dan sisanya liberika.
Liberika tentu memiliki peluang pasar sangat besar. Apalagi, permintaan terhadap kopi spesialti (specialty coffee) dunia terus meningkat sekitar 5–7 persen setiap tahun.
Dengan aroma dan cita rasa unik, Liberika Indonesia berpotensi menjadi bintang baru di pasar premium. Beberapa produk liberika asal Meranti dan Jambi bahkan sudah dijual dengan harga dua hingga tiga kali lipat dibanding kopi robusta biasa.
Dampak Ekonomi Bagi Petani
Bagi masyarakat petani, pengembangan liberika membawa banyak manfaat, salah satunya menambah pendapatan keluarga. Artinya, lahan gambut yang sebelumnya hanya ditanami sawit kini bisa disisipi kopi atau sistem tumpang sari.
Kemudian harga jual juga lebih tinggi. Kopi liberika berkualitas baik dapat dijual dengan kisaran harga antara Rp 70.000–90.000 per kilogram.
Di sisi lain, akar liberika yang kuat akan membantu menjaga kelembapan tanah gambut dan mencegah ancaman kebakaran lahan.
Kendati memiliki potensinya besar, pengembangan liberika masih menghadapi beberapa kendala. Di antaranya masih belum banyak tersedia bibit unggul, kemudian terbatasnya pengetahuan petani tentang pengolahan pasca-panen dan branding kopi liberika yang masih belum kuat.
Tentunya, butuh campur tangan pemerintah dan swasta dalam membantu menyelesaikan hal ini. Seperti dilakukan Yayasan Gambut bekerjasama dengan Badan Pengelolaan Dana Perkebunan (BPDP) beberapa waktu lalu. Mereka menggelar workshop bagi petani sawit dan mengajak mereka melakukan budidaya kopi liberika dengan sistem tumpang sari.
Workshop diikuti puluhan petani berlangsung di Kabupaten Siak dan Bengkalis, Riau. Tak hanya teori dari narasumber yang kompeten, peserta juga diajak praktek langsung ke lapangan untuk menanam kopi liberika.
Tentunya, kegiatan seperti ini perlu diapresiasi dalam upaya meningkatkan pemahaman masyarakat petani terhadap budidaya kopi liberika.
Di sisi lain, dengan dukungan pemerintah dalam bentuk riset, kebijakan dan promosi berkelanjutan, tentunya kopi liberika akan bisa menjadi salah satu sumber ekonomi baru bagi masyarakat desa, sekaligus memperkaya keragaman kopi Nusantara di pasar dunia. (*)
Penulis adalah jurnalis, Sekretaris Pro Jurnalismedia Siber (PJS) Riau dan pemerhati agribisnis



