Alasan mereka melakukan itu beragam. Meski tidak terucap – mungkin malu menyampaikannya – paling dominan adalah faktor ekonomi. Ingin tetap menerima gaji bulanan untuk menopang hidupnya bersama keluarga. Itu sih sah-sah saja.
Ada yang setelah pensiun mencoba mandiri. Melakukan bisnis sesuai dengan kemampuannya. Karena usahanya tidak maju akhirnya berpikir dan berkeinginan jadi karyawan lagi. Bisa rutin terima gaji setiap bulan.
Mengenai besaran gajinya tidak dimasalahkan. Kalaupun lebih kecil dari yang sebelumnya – saat masih jadi pegawai – ngga apa-apa. Terpenting ada pemasukan rutin bulanan.
Pertanyaannya sampai kapan mereka bertahan jadi karyawan. Apalagi manusia ada batasan usia produktifnya. Ironisnya sering terjadi usia atasannya jauh lebih muda. Bisa jadi seusia adiknya, anaknya, atau bahkan cucunya.
Jika perbedaan usia antara dirinya dan atasannya terlalu jauh, dapat menimbulkan gap komunikasi. Kalau ada masalah pasti yang akan dikorbankan bawahannya, bukan atasan. Seandainya terjadi akan bikin sakit hati dan penyesalan dalam waktu yang lama.
Rezeki Terus Datang dari Berbagai Penjuru Mata Angin dan Sumbernya Tidak Disangka-Sangka
Kalau mereka yakin bahwa rezeki setiap manusia dari TUHAN dan telah dicatat jauh sebelum dirinya lahir – 50 ribu tahun sebelum TUHAN menciptakam alam semesta – mereka tidak perlu khawatir tentang hidupnya bersama keluarga setelah pensiun. Rezeki dalam bentuk materi tetap akan diperoleh asal mau terus berusaha.