PEKANBARU, FOKUSRIAU.COM-Menghilangkan hak pilih seseorang pada pemilihan kepala daerah atau Pilkada merupakan tindak pidana dan bisa dikenai sanksi hukum. Hal itu sudah diatur dalam Pasal 178 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota.
Pelanggaran ini memiliki ancaman pidana berupa hukuman penjara minimal 12 bulan dan maksimal 24 bulan serta denda paling sedikit Rp12 juta dan paling banyak Rp24 juta.
“Jadi, ini bukan sekadar pelanggaran biasa. Tapi sudah dikategorikan sebagai tindak pidana,” kata Mantan Ketua KPU Riau, Ilham Muhammad Yasir kepada wartawan, Jumat (28/2/2025) di Pekanbaru.
Pendapat itu disampaikan Ilham menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 24 Februari 2025 yang memutuskan untuk menggelar Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Siak di RSUD Siak.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim MK menemukan adanya indikasi pelanggaran yang menyebabkan hilangnya hak pilih sejumlah warga, sebagaimana didalilkan salah satu pasangan calon.
“Majelis Hakim MK menyebut, dalam putusannya terdapat perbuatan yang menghilangkan hak pilih orang lain. Karena itu, MK memerintahkan PSU di RSUD Siak,” ujar Ilham.
Dengan adanya putusan ini, Ilham mengingatkan semua pihak untuk bisa menjaga integritas proses demokrasi dan memastikan hak pilih setiap warga tetap terlindungi.
Dewan Pembina Yayasan Peduli Literasi Demokrasi Riau (YPLDR) ini menyebut, dalam penanganan kasus seperti ini tentu menjadi kewenangan Bawaslu dan Sentra Gakkumdu.
Bila ada masyarakat yang mengalami kejadian tersebut, bisa melapor langsung ke Bawaslu. Begitu perbuatan tersebut diketahui sebagai tindak pidana, maka proses hukum bisa segera dilakukan. (bsh)