Cerpen: Khusni Nur Aini, S.Pd.I*
KEMBALI kulangkahkan kaki dengan lesu, tak ada semangat sama sekali hari ini untuk mengajar. Namun aku tentu tidak bisa seperti ini terus.
Peristiwa yang terjadi kemarin aku kira aku bisa melupakannya namun sampai sekarang nyatanya belum bisa juga pergi dari pikiranku.
Saat berjalan menuju kantor entah kenapa terasa begitu lama. Aku mendengar suara sepatu fantovel yang makin keras datang dari arah belakangku.
“Bu Aida, Pak Kepala menunggu Bu Aida dikantor beliau sekarang ” ucap Bu Laras.
“Oh iya bu, tapi kira – kira ada apa ya bu?” jawabku penasaran.
Dengan wajah datar bu Laras menjawab “Saya kurang tahu Bu, tapi mungkin ini ada kaitan dengan kejadian kemarin”.
Deg, sudah kuduga berita ini pasti sudah menyebar dan sekarang kepala sekolah kami ternyata sudah mengetahui. Ku taruh tas di meja kecilku.
Aku duduk termenung, menarik dan menghembuskan nafas dengan berat. Aku tidak mungkin menghindar, Pak Kepala Sekolah sudah mau memanggilku berarti aku harus menyiapkan semua jawaban untuk semua pertanyaan yang nanti Pak Kepala ajukan.
Tuhan, kenapa serumit ini sih?
Enggan sekali rasanya melangkahkan kaki ke kantor Pak Abidin, kepala sekolah kami. Tapi tidak enak juga rasanya kalau sampai aku mengabaikan pemanggilan ini.
Kulangkahkan kaki dengan terpaksa. Aku mengetuk pintu dengan pelan sambal ku ucapkan salam. Terdengar beliau menjawab salamku lalu mempersilakanku masuk dan duduk.
“Bu Alina, tadi malam saya dapat kabar namun saya tunda kabar ini karena untuk hal semacam ini memang seharusnya disampaikan langsung,” ucap beliau.
“Iya pak, sebelumnya saya meminta maaf untuk kejadian kemarin, tentang berkas yang harus ditandatangani Pengawas, tanpa sengaja karena berkas itu berada satu tumpukan dengan berkas pribadi saya jadi saya menanda tangani berkas yang seharusnya ditanda tangani Pak Pengawas.”
Saya paham waktu itu posisi beliau sedang dalam keadaan sedang kurang enak badan, jadi Bu Aira menangis pak.
Posisi sudah sore sudah lelah seharian karena mengajar full, tapi harus mengeprint ulang, saya benar benar tidak sengaja pak. Saya menawarkan diri untuk mengeprint ulang, tapi Bu Aira kurang berkenan.
“Soal itu saya tidak akan ikut campur bu, itu tidak ada kaitan dengan sekolah tapi murni kesalahpahaman antara Bu Alina dan Bu Aira. Silahkan diselesaikan baik – baik saja ya Bu,” imbuh beliau.
“Saya kira Bapak memanggil saya karena masalah ini”.
“Ada yang lebih penting dari itu Bu. Kemarin sore saya dapat surat dari Bapak Kepala Kantor Kementrian Agama, dari berkas yang sudah diverifikasi pihak Kemenag akhirnya berkas bu Alina lah yang terpilih. Beliau mengutus Bu Alina untuk mewakili Kabupaten Banyumas untuk mengikuti lomba guru berprestasi di tingkat provinsi,” ujarnya.
“Ini suratnya, bu. Saya harap Bu Alina bisa mempersiapkan diri sebaik – baiknya sehingga di tingkat provinsi Bu Alina bisa menjadi yang terbaik”.
“Alhamdulillah pak, terima kasih infonya. Baik pak, saya akan berusaha semampu dan semaksimal yang saya bisa. Mohon doanya ya Pak, semoga lolos provinsi,” kataku.
“Aamiin Bu, baik Bu sepertinya cukup untuk informasi yang saya sampaikan, Bu Alina bisa kembali ke kantor,” jelas beliau.
Akupun pamit, bahagia rasanya bisa mewakili lomba guru berprestasi mewakili kabupaten, saking asyiknya melamun sampai tidak sadar di depanku ada Bu Aira.
Akupun tersenyum, niat hati mau meminta maaf duluan. Ternyata bu Aira langsung memelukku, meminta maaf atas kejadian kemarin. Dan akupun meminta maaf atas kesalahanku.
Ada makna tersendiri dari cerita ini. Terkadang Tuhan menghadapkan kita pada sesuatu yang tidak kita sukai, namun dibalik itu Tuhan juga sediakan kado indah yang sering diluar dugaan kita.
Suka duka pasti akan selalu datang silih berganti, namun yakinlah kita pasti mampu melewati semua. Tuhan sudah mendesain setiap masalah sesuai kemampuan kita. Jadi bersabarlah jika diberi ujian dan besyukurlah ketika diberi nikmat. (*)
Tentang Penulis:
Khusni Nur Aini, S.Pd.I
Tinggal di Lereng Gunung Slamet Jawa Tengah, mengajar di salah satu lembaga pendidikan Islam Full Day. Ibu dari satu anak ini, sedang menyibukkan diri dengan aktif menulis buku antologi dan di media elektronik