PEKANBARU, FOKUSRIAU.COM-Bupati Afni menyatakan, Pemkab Siak tidak akan mengintervensi proses hukum yang sedang berjalan dalam kasus kerusuhan di kawasan PT SSL, beberapa hari lalu.
Pernyataan itu ditegaskan Afni di sela retreat kepala daerah yang berlangsung di Kampus IPDN Jatinangor. Hal itu penting disampaikan menyikapi pemberitaan dan narasi yang beredar di masyarakat dan dinilai tidak sesuai fakta sekaligus berpotensi menimbulkan penafsiran keliru.
“Sebagai seorang jurnalis aktif, saya sangat paham pentingnya memilih judul yang menarik perhatian. Tapi jika tidak hati-hati, bisa terkesan sebagai fitnah. Ini harus diluruskan agar tidak muncul narasi di ruang gelap,” kata Afni dalam keterangan tertulisnya, Selasa (24/6/2025).
Dikatakan, dirinya telah berkomunikasi langsung dengan Kapolda dan Direktur Kriminal Umum Polda Riau. Keduanya menyampaikan, ada informasi yang beredar di publik yang tidak sesuai dengan maksud sebenarnya.
“Alhamdulillah, kami tetap solid menjaga situasi kondusif pasca kerusuhan di PT SSL. Saya bekerja berdasarkan sumpah di bawah al quran sebagai pemimpin Siak. Kami menghormati hukum dan mendukung penuh penegakannya,” ujarnya.
Ditegaskan, dirinya tidak memiliki kepentingan pribadi maupun utang politik dengan perusahaan atau kelompok manapun.
“Kami paham membedakan mana rakyat kecil, mana cukong murni dan mana cukong berizin. Hutang kami hanya kepada Allah dan rakyat Siak,” tegasnya.
Disebutkan, ada dua isu berbeda yang saat ini tengah ditangani di wilayah Kabupaten Siak dan perlu dipahami secara terpisah.
Pertama, kasus kerusuhan yang ditangani oleh aparat penegak hukum, dan kedua, penyelesaian sengketa lahan antara masyarakat dan PT SSL.
“Kasus pengrusakan, pembakaran dan kerusuhan lainnya adalah ranah hukum. Itu kami hormati dan tidak akan kami intervensi. Namun dalam urusan sengketa lahan, sesuai kesepakatan bersama, penyelesaiannya bersifat administratif dan menjadi tanggung jawab kami sebagai mediator,” ulas Afni.
PT SSL beroperasi di kawasan hutan produksi, bukan hutan lindung atau konservasi. Wilayah konsesinya telah lama berkonflik dengan masyarakat yang sejak lama menanami lahan tersebut dengan kelapa sawit.
Afni juga menyayangkan tindakan perusahaan yang memperluas lahan tanam akasia, tanpa koordinasi dengan pemerintah daerah. Bahkan dengan cara menumbangkan tanaman sawit milik warga secara diam-diam di malam hari.
“Kalau semua perusahaan bertindak sendiri di wilayah konflik tanpa menghormati tuan rumah, apa jadinya Siak kami? Padahal Siak ini negeri bertuan,” ujar Afni.
Disampaikan, persoalan struktural, sebagian besar wilayah pemukiman dan pertanian masyarakat berada dalam kawasan hutan produksi yang berizin usaha. Sementara wilayah yang berstatus Areal Penggunaan Lain (APL) sangat terbatas.
“Konflik ruang hidup ini nyata. Kami di pemerintah daerah sedang berjuang agar petani kecil mendapatkan keadilan ekologis, tanpa mengganggu kepentingan bisnis,” tukasnya.
Afni mengajak semua pihak belajar dari peristiwa di Kampung Tumang, agar konflik tidak terus berulang di masa depan. Ia juga meminta media dan publik untuk tidak menggiring narasi yang tidak akurat.
“Cukuplah konflik Tumang menjadi pelajaran. Jangan diplintir kemana-mana. Karena kami sedang bekerja,” ujarnya. (bsh)