SIAK, FOKUSRIAU.COM- Pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada Siak akan berlangsung 22 Maret mendatang di tiga tempat pemungutan suara atau TPS.
Berdasarkan data yang dikeluarkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), untuk gelaran PSU di Kabupaten Siak membutuhkan anggaran Rp483.265.600 yang menggunakan dana APBD.
Alokasi dana tersebut dikhawatirkan bakal mengganggu keuangan daerah. Apalagi, saat ini presiden Prabowo sedang menerapkan program mengefisienkan anggaran.
Pengamat Politik dari Universitas Lancang Kuning (Unilak) Riau, Alexander Yandra berpendapat, PSU di Siak merupakan bagian dari mekanisme demokrasi dan tertuang dalam putusan MK tanggal 24 Februari 2025 lalu.
Walaupun anggaran dana PSU Siak diambil dari sisa hibah APBD untuk Pilkada, namun dana tersebut bisa saja dikembalikan dan masuk kas daerah untuk kebutuhan lainnya.
“Beberapa hal yang mengkhawatirkan, pembiayaan ini dapat mengganggu belanja daerah, terlebih di tengah kondisi di mana tunjangan pegawai belum cair,” sebutnya.
Alexander menilai, analisis terhadap penggunaan APBD untuk PSU ini dapat dikaji dengan teori alokasi anggaran yang harus didasarkan pada prioritas kebutuhan masyarakat.
Kebijakan penganggaran daerah harus didasarkan pada asas value for money, yaitu efisiensi, efektivitas, dan ekonomis dalam penggunaan dana publik.
Salah satu dampak langsung dari penggunaan APBD untuk PSU adalah kemungkinan tertundanya pencairan tunjangan pegawai.
Di sisi lain, PSU ini tengah menjadi perhatian masyarakat. Terlebih beredar video rapat kerja dan rapat dengar pendapat antara Komisi II DPR RI dengan Mendagri, KPU, Bawaslu dan DKPP, Senin 10 Maret 2025 lalu.
Berpotensi Berulang
Dalam rapat ini terungkap bahwa peluang PSU dua kali sangat berpotensi. terjadi di Pilkada Siak. Karena Calon Bupati nomor urut 3 Alfedri diketahui cacat administrasi pasca putusan MK, karena ternyata sudah menjabat dua periode.
Sementara itu, Pengamat Politik Riau Dr Ronny Basista menilai, KPUD seharusnya dari awal harus teliti dalam proses pencalonan.
“Pencalonan ini harusnya dari awal sudah di teliti benar oleh KPUD, berdasarkan bukti faktual, bukan dari salah satu pihak,” ujar Ronny.
Jika pada PSU yang menang incumbent, kata Ronny, bisa menimbulkan PSU kedua. Karena incumbent berpotensi dinyatakan cacat administrasi dan hukum oleh MK akibat gugatan pihak yang kalah.
“Kalau sudah demikian, bisa jadi PSU dilakukan di seluruh TPS alias pilkada ulang untuk memilih 1 dari 2 calon yang sah. Kecuali incumbent tidak menang maka PSU selesai 1 kali saja,” sebutnya.
Ditambahkan, DKPP harus memeriksa KPU Siak, melihat apakah ada penyimpangan dalam menetapkan para calon. Hal ini harus ada laporan masyarakat sehingga pemeriksaan dapat dilakukan sebelum PSU.
Jika hasil temuan DKPP terjadi maladministrasi dalam proses pencalonan incumbent karena sudah menjabat 2 periode, maka KPU mesti membatalkan dan menggugurkan pasangan tersebut berdasarkan temuan/rekomendasi DKPP.
Selanjutnya KPU menetapkan pasangan yang memiliki suara terbanyak sebagai pemenang, tidak perlu melanjutkan PSU lagi.
“Sekarang tinggal keberanian KPU menjalankan amanat MK mengenai periodesasi incumbent yang dinilai sudah 2 periode,” tukasnya. (bsh)