Kolom  

Gimik Prabowo Mirip Presiden Filipina Bongbong Marcos?

Yanto Budiman. (Foto: Istimewa)

Oleh: Yanto Budiman*

Beredar kritikan di media sosial, soal Calon presiden Prabowo Subianto dianggap menggunakan “gimik” mirip presiden Filipina, Bongbong Marcos yang merupakan anak dari mantan diktator Filipina, Ferdinand Marcos.

Prabowo Subianto, tokoh politik yang kontroversial di Indonesia juga memiliki latar belakang terkait dengan kediktatoran masa lalu di Indonesia.

Dalam video yang beredar Bongbong Marcos saat kampanye terlihat sesekali berjoget. Cara ini dinilai untuk menarik perhatian publik sekaligus menutupi sejarah kelam ayahnya, Ferdinan Marcos.

Ferdinand Marcos adalah seorang diktator yang memerintah Filipina selama hampir dua dekade, dari tahun 1965 hingga 1986. Pemerintahan Marcos ditandai dengan kekerasan politik, pelanggaran hak asasi manusia, dan penindasan terhadap oposisi politik.

Marcos juga terkenal karena kekayaan yang berlebihan dan penyalahgunaan kekuasaan yang masif.

Bongbong Marcos, anak Ferdinand Marcos, telah memasuki dunia politik dan mencoba membangkitkan kembali pengaruh dan kekuasaan keluarganya.

Namun, ada kekhawatiran bahwa dia hanya menggunakan nama keluarganya yang terkenal dan mengandalkan citra ayahnya untuk mendapatkan dukungan politik.

Hal serupa juga dapat dilihat dalam strategi kampanye Prabowo Subianto. Prabowo merupakan mantu dari mantan Presiden Indonesia, Soeharto, yang juga dikritik atas penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran hak asasi manusia selama kepemimpinannya.

Prabowo telah mencoba membangun citra sebagai sosok yang kuat dan tegas, dengan menarik perhatian pada pengalaman dan keahliannya dalam bidang militer dan keamanan.

Kritikus menganggap bahwa Prabowo menggunakan “gimik” yang mirip dengan Bongbong Marcos untuk menarik dukungan dari mereka yang masih mengagumi masa lalu otoriter.

Dengan merujuk pada hubungannya dengan Soeharto dan menggunakan bahasa dan gaya retorika yang kuat, Prabowo berusaha membangun citra sebagai seorang pemimpin yang kuat dan berwibawa.

Namun, penting untuk dicatat bahwa pandangan ini merupakan persepsi masyarakat dan opini publik yang belum tentu menggambarkan motivasi sesungguhnya di balik strategi kampanye.

Setiap kandidat memiliki hak untuk membangun citra dan menjalankan kampanye politik sesuai dengan visi dan visi mereka sendiri.

Pada akhirnya, keputusan pemilih akan berdasarkan pada penilaian mereka terhadap karakter, kepemimpinan, dan program kerja dari masing-masing calon.

Masyarakat juga harus berhati-hati dalam mempelajari sejarah dan mengkritisi secara kritis narasi politik yang dihadirkan oleh para kandidat.

* Penulis adalah Ketua Pro Jurnalismedia Siber (PJS) Riau

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *