Kolom  

Grand Design Model E-Policing Menuju Indonesia Emas 2045

Personil Ditlantas melakukan sosialisasi. (Foto: Istimewa)

Oleh: Vera Taurensa S,S., M.H.

Kini kita tengah berada dalam era digital. Dimana kita sedang hidup dalam konteks budaya digital. Di era kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu cepat, tentunya akan berdampak dalam kehidupan global.

Positifnya, persoalan sosial berkaitan dengan pelayanan publik akan bisa diakses secara luas.

Gangguan sistem keamanan dan pola kejahatan yang terjadi di masyarakat tentu akan semakin kompleks dan canggih, sistematis, terorganisir secara profesional dengan memanfaatkan teknologi dan peralatan modern yang dilakukan secara profesional.

Sejalan dengan hal itu, tuntutan, harapan dan tantangan juga akan semakin tinggi dan kejahatanya yang muncul juga akan semakin sulit dicegah, dilacak dan dibuktikan.

Sementara tuntutan dan harapan masyarakat terhadap kinerja polisi akan semakin meningkat dan masyarakat tentu saja menginginkan adanya pelayanan prima.

Pelayanan prima kepolisian dapat dihasilkan dalam birokrasi yang adil. Artinya, harus ada birokrasi yang mampu memangkas dan memberantas korupsi yang telah mengakar dan terpola, terstruktur dan seperti mafia yang telah mengaburkan antara yang legal dan ilegal.

Dimana ketidakadilan lebih dominan daripada keadilan. Karena itu, kepolisian membutuhkan model birokrasi yang adil yang dapat mendukung penyelenggaraan pemolisian yang mampu menghasilkan produk sebagai berikut:

1. Manfaat bagi kemajuan bangsa dan negara, kesejahteraan masyarakat, kemajuan institusi Polri.

2. Model pemolisian yang baik dan berbasis: wilayah, kepentingan, maupun dampak masalah (ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, keamanan dan keselamatan).

3. Fungsi dan tugas pokok polisi baik sebagai institusi, sebagai fungsi maupun sebagai petugas kepolisian. Arah untuk Polri didepan (setidaknya untuk 2020) Polri sebagai institusi yang profesional (ahli), cerdas (kreatif dan inovatif), bermoral (berbasis pada kesadaran, tanggungjawab dan disiplin).

4. Model-model pembinaan baik untuk kepemimpinan, bidang administrasi, bidang operasional maupun capacity building.

Untuk menjawab tantangan tersebut, kepolisian melalui aplikasi E-Policing diharapkan bisa mendukung penyelenggaraan tugas kepolisian berbasis elektronik. Keberadaan aplikasi ini diharapkan mampu membangun sistem terpadu, terintegrasi, sistematis dan saling mendukung serta terciptanya harmonisasi antar fungsi/bagian dalam mewujudkan serta memelihara keamanan dan rasa aman dalam masyarakat.

Polisi selalu berusaha memberikan layanan maksimal kepada masyarakat. (Foto: Istimewa)

Dikutip dari buku Model Pemolisian Pasca 2020: Menuju Indonesia Emas 2045 yang ditulis Dr. Chryshnanda Dwilaksana, M.Si dijelaskan, pemolisian secara elektronik atau E-Policing merupakan model pemolisian di era digital yang berusaha menembus sekat ruang dan waktu.

Sehingga berbagai pelayanan kepolisian dapat dilakukan dengan cepat, tepat, akurat, transparan, akuntabel informatif dan mudah diakses.

Dampaknya, hubungan antara polisi dengan masyarakat dapat terjalin 24 jam sehari dan 7 jam seminggu, tanpa batas ruang dan waktu, untuk selalu dapat saling berbagi informasi dan melakukan komunikasi.

E-Policing merupakan model pemolisian yang membawa community policing dalam sistem online.

Pemolisian secara elektronik juga sebagai program gagasan antikorupsi, sebagai reformasi birokrasi. Dengan E-Policing menghasilkan berbagai program dan inovasi serta kreasi dalam pemolisian yang dapat dikembangkan, contohnya pada berbagai sistem pelayanan Kepolisian seperti pelayanan administrasi, pelayanan keamanan, pelayanan keselamatan, pelayanan hukum, pelayanan kemanusiaan, dan pelayanan informasi.

E-Policing bisa dikatakan sebagai reformasi birokrasi, karena dapat menerobos sekat-sekat birokrasi yang rumit, mampu menembus ruang dan waktu. Misalnya tentang pelayanan informasi dan komunikasi melalui internet.

Dalam hubungan tata cara kerja birokrasi, dapat diselenggarakan secara langsung dengan Standar 4 Manajemen Kinerja (SMK) yang dibuat melalui intranet/ internet, sehingga juga menjadi less paper dan sebagainya.

Dengan demikian, pelayanan prima dapat diwujudkan melalui dukungan SDM berkarakter. Artinya, para pemimpin yang transformatif, sistem-sistem berbasis IT dan melalui program-program unggul dalam memberikan pelayanan, perlindungan, pengayoman bahkan sampai dengan penegakkan hukumnya.

Pembahasan E-Policing dapat dikategorikan dalam konteks: (1) kepemimpinan, (2) administrasi, (3) operasional, dan (4) capacity building (pengembangan kapasitas institusi). Berikut model E-Policing:

1. Model E-Policing pada Komunitas
Pemolisian komunitas (community policing) adalah model Pemolisian dalam masyarakat sipil yang demokratis, yaitu Pemolisian yang bersifat proaktif dan problem solving, yang juga menekankan kemitraan dengan warga masyarakat dalam memelihara keteraturan sosial.

Masyarakat sipil adalah adanya kekuatan nonpemerintah yang cukup kuat untuk menjadi penyeimbang atau kontrol secara aktif terhadap pemerintah yang berkuasa dalam melaksanakan kinerjanya agar tidak menyimpang atau sewenang-wenang.

Dalam pemolisian komunitas, hubungan polisi dengan warga komunitas mempunyai tiga posisi yaitu:
a. Posisi seimbang atau setara, yaitu Polisi dengan masyarakat menjadi mitra yang saling bekerja sama dalam rangka menyelesaikan berbagai masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat.

b. Posisi Polisi yang menganggap seolah-olah masyarakat sebagai atasan yang berbagai kebutuhan rasa aman yang harus dipahami dan dipenuhi oleh polisi. Dalam hal ini polisi senantiasa berupaya untuk memahami warga masyarakat yang dilayaninya.

c. Posisi Polisi sebagai pelindung, pengayom masyarakat yang sekaligus aparat penegak hukum yang dapat dipercaya. (Suparlan 2003, 2004).

Pola Pemolisian pada komunitas diera digital dinamakan Harmoni (pemeliharaan keamanan yang modern dan manusiawi) yang mengimplementasikan pola-pola community policing atau Polmas secara virtual dengan langkah-langkah membangun back office sebagai pusat data, koordinasi, kodal, komunikasi dan informasi.

Dengan dukungan sistem-sistem application untuk inputing data serta network sebagai jejaring untuk mensinergikan atau membuat terhubung secara online satu dengan lainnya. Pengamanan pada komunitas dapat dikategorikan yang berbasis geografis. Ada pun yang lainya, untuk pengamanan pada komunitas yang berbasis fungsional atau kepentingan.

2. Model E-Policing pada Lalu Lintas
Pada era digital ini, E-Policing sebagai pemikiran tentang model Pemolisian sangat penting bagi pengembangan fungsi lalu lintas dalam rangka melaksanakan amanahkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya.

Sesuai manat UU ini, pengembangan lalu lintas bertujuan:

(1) mewujudkan dan memelihara keamanan dan keselamatan serta ketertiban dan kelancaran lalu lintas (kamseltibcarlantas);

(2) meningkatkan kualitas keselamatan dan menurunkan tingkat fatalitas korban kecelakaan;

(3) membangun budaya tertib berlalu lintas; dan (4) meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat di bidang LLAJ.

Kita sadari bersama, lalu lintas merupakan urat nadi kehidupan, cermin budaya bangsa, dan tingkat modernitas pada transportasi, yang menjadi satu kesatuan dari kegiatan atau aktivitas manusia. Dengan demikian, pada bidang lalu lintas perlu dibangun model pemolisian yang merupakan penjabaran dari E-Policing sebagai strategi pembangunan pemolisian di era digital.

Implementasi e-policing pada fungsi lalu lintas dijabarkan sebagai berikut:
a. Electronic Regident (ERI): suatu sistem pendataan regident secara elektronik yang dikerjakan pada bagian BPKB sebagai landasan keabsahan kepemilikan dan asal usul kendaraan bermotor.

Legitimasi keabsahan asal-usul kendaraan bermotor memang bukan hanya ditangani pihak kepolisian saja, tetapi terkait dengan Bea Cukai, Departemen Perindustrian, Departemen Perhubungan dan dealer kendaraan bermotor.

Sekalipun demikian, dibutuhkan catatan kepolisian dengan verifikasi dokumen dan cek fisik kendaraan bermotor. Cek fisik mencakup cek fisik kendaraan secara umum, transmisi, dan emisi gas buang.

Verifikasi dokumen dilakukan untuk pelayanan keamanan; dan cek fisik untuk pelayanan keselamatan. Kemudian dilanjutkan pada bagian Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) sebagai legitimasi pengoperasionalannya.

NKB dapat dibangun melalui Automatic Number Plate Recognation (ANPR). Database kendaraan secara elektronik ini saling berkaitan dengan fungsi kontrol dan forensik kepolisian dalam rangka memberikan pelayanan prima.

Dari ERI dapat dikembangkan program-program pembatasan, pengoperasionalan Electronic Road Pricing (ERP), Electronic Toll Collect (ETC), E-Parking, E-Banking. Hal ini akan menerobos serta memangkas birokrasi Samsat karena hukum diterapkan secara elektronik melalui Electronic Law Enforcement (ELE).

b. Safety Driving Centre (SDC): suatu sistem yang dibangun untuk menangani pengemudi atau calon pengemudi yang membutuhkan Surat Izin Mengemudi (SIM) melalui sistem elektronik. Sistem SDC berkaitan dengan ERI (yang dapat dikembangkan dalam Regident Centre (RIC). Sistem ini dapat digunakan sebagai bagian dari fungsi dasar regident yakni memberi jaminan legitimasi (kompetensi untuk SIM), fungsi kontrol, forensik Kepolisian, dan pelayanan prima Kepolisian.

c. Safety Security Centre (SSC): suatu sistem elektronik yang mengatur pelayanan kepolisian di bidang lalu lintas, khususnya yang berkaitan dengan keamanan dan keselamatan. Sistem ini dijalankan oleh Subdit Penegakan Hukum (Gakkum) dan Dikyasa dan Subdit Keamanan Keselamatan (Kamsel). Sistem data dan jaringan informasi akan dikerjakan oleh Traffic Management Centre (TMC).

d. Traffic Management Centre (TMC): sistem ini merupakan Pusat Komando, Kendali, Komunikasi, dan Informasi (K3I) untuk memberikan pelayanan cepat (quick response time) yang dapat mengedepankan Satuan PJR, Pamwal, Gatur, dan juga para petugas Satlantas ditingkat Polres maupun Polsek.

e. Intellegence Traffic Analysis (INTAN): sebagai Implementasi Back Office melalui application, network untuk pelayanan prima. Dalam era digital, sistem back office, application dan network merupakan model untuk mengimplementasikan pelayanan prima (cepat, tepat, akurat, transparan, akuntabel, informatif dan mudah diakses).

Dalam membangun pemolisian diera digital, pemikiran-pemikiran secara konseptual dan bertindak pragmatis yang saling melengkapi dan menjadi suatu sistem. Penerapan teknologi dalam rangka menggeser pola-pola yang manual, parsial dan temporer menjadi sistem-sistem online yang terpadu dan berkesinambungan.

Takkala membangun sistem, hal yang perlu diperhatikan adalah proses-proses dan standar-standar yang mencakup: masukan (input), proses (cara mencapainya), maupun keluarannya (output), yang memerlukan adanya standar-standar baku sebagai pedoman operasionalnya (SOP).

Membangun sistem Pemolisian merupakan upaya-upaya merubah habitus dan mindset para Petugas Polisi dalam menggunakan pemolisiannya.

Di era digital, mau tidak mau Polri harus melakukan perubahan mind set dan culture set Pemolisiannya melalui e-Policing yang dapat dijadikan model inisiatif antikorupsi, reformasi birokrasi Polri dan bagian dari creative breakthrough dengan membangun back office, pengembangan model-model aplikasi dan networking (jaringan).

Dalam era digital, para aparatur penyelenggara negara sudah saatnya membangun sistem back office, application dan network untuk dapat memberikan pelayanan prima (cepat, tepat, akurat, transparan, akuntabel, informatif dan mudah diakses).

E-Policing dikatakan sebagai bagian creative breakthrough, karena banyak program serta berbagai inovasi dan kreasi dalam pemolisian yang dapat dikembangkan melalui berbagai aplikasi, baik melalui media elektronik, cetak maupun media sosial, bahkan secara langsung sekaligus.

E-Policing bukan dimaksudkan untuk menghapus cara-cara manual yang masih efektif dan efisien dalam menjalin kedekatan dan persahabatan antara polisi dengan masyarakat yang dilayaninya.

E-Policing justru untuk menyempurnakan, meningkatkan kualitas kinerja, sehingga polisi benar-benar menjadi sosok yang profesional, cerdas, bermoral, dan modern sebagai penjaga kehidupan, pembangun peradaban, dan sekaligus pejuang kemanusiaan. (*)

* Penulis merupakan peserta didik Sekolah Pengembangan Profesi Kepolisian (SPPK) 1-2024
Pokjar 7 No. Serdik 202409002046

Sumber: buku Model Pemolisian Pasca 2020: Menuju Indonesia Emas 2045

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *