Banner Bupati Siak
Kolom  

Aku Termangu, Tapi Hidup Harus Melaju

Oleh: Muhammad Pajri Zullian

“Cerita kita sulit diterka, tak lagi sama, arah kiblatnya.”

Ada masa di hidup ini ketika bukan hanya langkah yang bimbang, tapi arah juga enggan menunjukkan diri.

Kita diam, bukan karena malas bergerak, tapi karena tidak tahu harus ke mana. Hati ingin pulang, tapi tak tahu di mana rumah berada.

Lirik lagu “Mangu” dari Charita Utamy dan Fourtwnty itu seolah membacakan isi kepalaku belakangan ini.

Aku sedang berada di fase hidup yang membingungkan tidak sepenuhnya tersesat, tapi juga tidak tahu harus melangkah ke mana.
Lirik itu bukan sekadar penggalan lagu.

Dia seperti catatan harian yang tak pernah kutulis, tapi selalu kurasakan. Diam-diam, aku sedang mangu, bukan hanya pada cinta, tapi juga pada diri sendiri.

Teman-teman satu angkatan sudah lulus. Sebagian besar sudah kerja, beberapa bahkan sedang sibuk mempersiapkan pernikahan.

Sementara aku? Masih berkutat dengan lembar demi lembar skripsi yang tak kunjung rampung. Setiap kali membuka laptop, kursor berkedip pelan di layar, seperti mengejekku yang tak tahu harus menulis apa.

Aku Termangu. Takut melangkah, tapi juga lelah diam. Rasanya seperti berjalan dalam kabut, tahu harus maju, tapi tak tahu apa yang ada di depan.

Anehnya, di tengah ragu yang tak reda, kurir JNE justru membawa arah yang nyata. Datang cepat tanpa jeda, senyum tipis, dan berkata “Paketnya ya, Kak,” Dari sana aku paham, Hidup butuh langkah yang SAT SET, bukan hati yang terus tersesat.

Dalam dunia yang sering bikin mangu, JNE mengajarkan satu hal, bergeraklah. Kirim saja dulu. Karena kadang arah itu ditemukan bukan saat kita menunggu, tapi saat kita mulai melangkah.
Lagu “Mangu” adalah cermin yang jujur.

Ia mewakili perasaan kita saat semua terasa berat, saat hubungan tak lagi sama, saat hidup terasa stagnan. Lagu itu mengizinkan kita untuk jujur dengan rasa.

Tapi JNE mengajarkanku sisi lain, bahwa setelah kita jujur pada perasaan, ada tindakan yang harus dilakukan.

Lagu itu membawa perenungan. JNE membawa gerak.

Lagu itu bicara tentang kehilangan arah. JNE menunjukkan bahwa arah bisa ditentukan asal kita berani melangkah.

Dalam dunia yang penuh cemas, kurir JNE hadir dengan tekad keras — tetap bekerja, tetap melangkah, dan melayani tanpa batas.

Dan akhirnya aku sadar: hidup bukan soal tidak merasa. Merasa itu manusiawi. Tapi setelah itu? Bergerak itu penting. Sat set itu perlu.

“Cerita kita sulit diterka, tak lagi sama, arah kiblatnya…”

Tapi JNE tak pernah lupa arah setiap paket tahu ke mana langkahnya.

“Tak lagi sama, cara berdoa…” Tapi niat yang dikirim tetap sampai pada waktunya.

Hidup seperti paket, tak harus selalu lurus jalannya. Kadang berbelok, kadang tertunda, kadang sengsara, tapi selama terus melaju, ia akan tiba meski lewat rute yang tak pernah kita duga.

Aku berharap semangat JNE yang tepat waktu di tiap langkah, tak kenal lelah meski badai membelah, dan melayani tanpa batas hingga paket sampai ke teras, bisa menjadi cermin bagi kita, anak-anak muda yang kerap terjebak dalam ragu yang berlapis, diam terlalu lama di kursi pesimis, menunda langkah, menahan pipis, padahal dunia memanggil dengan lantang,

“Jangan takut jalan, JNE aja gak pernah nyasar”.

Semangat itu mengajarkan, bahwa yang bergeraklah yang menang, bukan yang duduk menunggu waktu datang.

Bahwa yang berani mencoba akan menemukan terang, meski jalannya tak selalu tenang.

Bahwa batas bukanlah penghalang, melainkan tanda: di sana ada medan yang menantang, bukan untuk dihindari, tapi untuk ditantang dan ditaklukkan.

Karena hidup bukan soal siapa yang paling siap, tapi siapa yang tetap melangkah meski gemetar, bukan soal siapa yang paling tahu arah, tapi siapa yang tak berhenti saat jalan terasa berat.

Kalau JNE aja gak nunda kiriman, masa kamu nunda impian? (*)

Penulis adalah mahasiswa Pasca sarjana UIN Imam Bonjol Padang.

#JNE #ConnectingHappiness #JNE34SatSet #JNE34Tahun #JNEContentCompetition2025 #JNEInspirasiTanpaBatas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *