JAKARTA, FOKUSRIAU.COM-Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mencatat, penjualan mobil baru dalam 10 tahun terakhir stagnan dan hanya mencapai 1 juta unit.
Plt. Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin, Putu Juli Ardika mengungkap, penyebab stagnasi lantaran menurunnya daya beli masyarakat.
“Kita lihat antara inflasi kendaraan menjadi lebih mahal. Dari 2014 ke 2023 itu perbandingan dengan pendapatan semakin besar. Kalau dulu 2014 gap harga mobil dengan pendapatan masyarakat sekitar Rp 15 juta, tetapi di tahun 2023 kemarin gapnya sudah Rp 30 juta,” ujar Putu dalam Diskusi Solusi Mengatasi Stagnasi Pasar Mobil, Jakarta, Rabu (10/7/2024).
Selain itu, penyebab mengapa tren pembelian mobil baru tak bergairah karena masyarakat lebih condong memilih untuk membeli mobil lama atau mobil bekas.
“Pada 2014, penjualan mobil baru itu 1,2 juta dan hanya 500.000 yang membeli kendaraan second. Nah 2023, ini ada 1 juta orang yang membeli kendaraan baru, tetapi yang membeli mobil second ini naik jadi 1,4 juta,” urai Putu.
Karena itu, Putu menilai, pemerintah perlu menyiapkan program khusus untuk menstimulus pembelian mobil baru di masyarakat.
“Tentunya, pemberian stimulus harus tetap mengedepankan komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi karbon,” ujarnya dikutip FokusRiau.Com dari kompas.com.
Sementara ihwal yang berkaitan dengan penurunan daya beli masyarakat, pelonggaran suku bunga untuk pembelian mobil baru secara kredit dapat menjadi salah satu opsi untuk mengembalikan minat masyarakat untuk dapat membeli mobil baru.
Sebelumnya, Pengamat otomotif sekaligus peneliti senior di Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis (LPEM FEB) Universitas Indonesia, Riyanto menjelaskan, ada beberapa faktor utama yang membuat penjualan mobil baru stagnan.
Salah satunya terjadi lonjakkan harga mobil di periode 2013-2022 yang tidak diikuti pertumbuhan pendapatan per-kapita. Sehingga, membuat masyarakat jadi kesulitan untuk memiliki kendaraan baru.
“Secara empiris, harga pada seluruh jenis kendaraan paling berpengaruh. Lantas, pendapatan per-kapita, tingkat suku bunga kredit, kurs atau nilai tukar, dan harga bahan bakar,” kata Riyanto, Selasa malam di Jakarta.
“Berdasarkan data, pendapatan per-kapita dan harga jual mobil selama periode 2000-2013 itu tumbuh beriringan. Di mana, pendapatan masyarakat tumbuh 28,26 persen sementara harga mobil naik 21,23 persen,” ujarnya. (bsh)