2,48 Juta Karbon Indonesia Mulai 20 Januari Dijual ke Luar Negeri

Ilustrasi bursa karbon, perdagangan karbon. (Foto: Shutterstock)

PEKANBARU, FOKUSRIAU.COM-Kementerian Lingkungan Hidup (KLH)/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) menyebut, mulai 20 Januari sebanyak 2,48 juta ton karbon dioksida ekuivalen siap diperdagangkan secara global.

Deputi Bidang Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon KLH/BPLH, Ary Sudjianto menyebut, rencana penjualan carbon credit atau sertifikat karbon tersebut merupakan langkah besar bagi Indonesia.

“Kita optimis bahwa bersama-sama, kita mampu mengimplementasikan dan menghadapi tantangan perdagangan karbon internasional demi mencapai target NDC sekaligus memperoleh manfaat ekonomi,” kata Ary, Rabu (15/1/2025) di Jakarta.

Dikatakan, Indonesia dalam rangka mewujudkan komitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) siap meluncurkan perdagangan karbon internasional yang akan diresmikan pada 20 Januari 2025.

Potensi besar karbon di Indonesia tercermin dari nilai perdagangan yang telah mencapai Rp 55,237 miliar sejak bursa karbon mulai beroperasi September 2023.

Dari nilai itu, volume perdagangan mencapai 1,040 juta ton karbon dioksida. IDXCarbon, platform perdagangan karbon yang dikembangkan Bursa Efek Indonesia (BEI) akan menjadi tulang punggung transaksi karbon internasional.

Namun, Ary menyebut masih memerlukan fondasi kokoh berupa regulasi yang adil, sistem pengawasan transparan, dan komitmen bersama dari semua pihak.

Indonesia telah memiliki dasar hukum yang kuat melalui Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon, didukung oleh infrastruktur transparansi berupa Sistem Registri Nasional (SRN) PPI.

Langkah perdagangan karbon itu sendiri menjadi instrumen penting untuk mencapai target iklim nasional yang tertuang dalam dokumen NDC. Berdasarkan Enhanced NDC, terdapat target pengurangan emisi GRK menjadi 31,89 persen lewat upaya sendiri dan 43,20 persen dengan dukungan internasional pada 2030.

Indonesia juga bersiap mengeluarkan Second NDC yang akan disampaikan ke UNFCCC pada 2024 yang memperkuat komitmen iklim hingga 2035. Dokumen itu mencakup sektor baru seperti kelautan dan hulu migas, serta elemen penting seperti transisi berkeadilan dan adaptasi iklim.

“Kita semua harus terus bersinergi dan berkolaborasi untuk mengurangi emisi GRK serta meningkatkan ketahanan iklim demi kesejahteraan masyarakat Indonesia,” ujar Ary. (ant/bsh)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *