PEKANBARU, FOKUSRIAU.COM-Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau tengah mengusut dugaan pertambangan ilegal atau illegal mining yang melibatkan empat perusahaan besar di Kecamatan Tanah Putih, Kabupaten Rohil.
Pengusutan perkara kini masih ditahap penyelidikan. Empat perusahaan besar diduga yang terlibat adalah PT Batatsa Tunas Perkasa (BTP), PT Bahtera Bumi Melayu (BBM), PT Rifansi Dwi Putra (RDP).
PT BTP dan PT BBM yang diduga melakukan pertambangan ilegal. Dua perusahaan itu sebagai pemasok tanah urug untuk PT RDP.
Namun PT BTP dan PT BBM dalam melaksanakan kegiatan operasi pengurugan tanah hanya mengantongi perizinan Izin Usaha Pertambangan (IUP) berstatus eksplorasi.
Kedua perusahaan ini padahal sudah menjual hasil pertambangan. Mestinya, izin yang dikantongi berstatus produksi.
Kabid Humas Polda Riau, Kombes Pol Sunarto dalam konferensi pers mengungkap, penanganan perkara berawal dari undangan rapat dari Kementerian ESDM melalui Inspektur Tambang Riau selaku pengawas IUP yang diterima Ditreskrimsus Polda Riau, 11 Januari 2022 lalu.
Saat itu ditemukan ada kegiatan galian C diduga ilegal yang dilakukan PT BTP dan BBM.
“Rapat dihadiri PT BTP, PT BBM, dan PT RDP. Hasil rapat, Inspektur Tambang Riau selaku pengawas pemberi izin meminta perusahaan menghentikan aktivitas. Perusahaan menyetujui dan membuat surat pernyataan menghentikan kegiatan penambangan tanah urug,” kata Kombes Pol Sunarto didamping Direktur Reskrimsus Kombes Pol Ferry Irawan dan Kasubdit IV Reskrimsus, AKBP Dhovan Oktavianton, Senin (16/5/2022).
Setelah rapat, tepatnya selang sehari petugas Ditreskrimsus Polda Riau bersama tim dari Inspektur Tambang Kementerian ESDM, langsung bergerak cepat melakukan pengecekan ke lokasi pertambangan 2 perusahaan, yaitu PT BTP dan PT BBM.
Hasil pengecekan di lokasi pertambangan PT BBM seluas 5 hektare yang bertempat di Desa Manggala Sakti, Kecamatan Tanah Putih, Kabupaten Rohil, tidak ada ditemukan aktivitas.
“Seluruh lokasi kosong serta tidak ada peralatan kegiatan pertambangan atau karyawan. Tim hanya menemukan adanya bekas aktivitas kegiatan pertambangan tanah urug yang telah ditinggalkan,” ungkap Sunarto.
Di lokasi berikutnya, areal pertambangan PT BTP seluas 3,6 hektare juga didapati hal yang sama.
Petugas tidak melihat ada peralatan kegiatan pertambangan maupun juga karyawannya. Hanya ada bekas aktivitas kegiatan pertambangan tanah urug. Atas temuan itulah, petugas mengambil langkah penyelidikan.
Sunarto menyebut, penyidik sudah memanggil 8 orang saksi dari beberapa pihak untuk diminta keterangannya.
“Penyidik Ditreskrimsus Polda Riau telah meminta keterangan saksi. Diantaranya masing-masing 1 orang saksi dari pihak PT BTP, dan PT BBM, 4 saksi dari PT RDP, dan 1 saksi dari pihak Inspektorat Tambang ESDM provinsi Riau. Kami juga telah bersurat meminta bantuan Saksi Ahli dari Dirjen Minerba Kementrian ESDM di Jakarta,” urainya.
Dikatakan, kasus dugaan pertambangan ilegal ini kini dalam tahap penyelidikan oleh Ditreskrimsus Polda Riau.
Jika sudah rampung, penyidik dibeberkan Sunarto, akan melakukan gelar perkara untuk menentukan kelanjutan penanganan kasus ini.
“Perkara ini masih penyelidikan. Mengapa (kasus) ini kami sampaikan, kami ingin menjelaskan bahwa Polda Riau dan jajaran komit menangani perkara ilegal mining,” tuturnya dilansir FokusRiau.Com dari TribunPekanbaru.com.
Sementara itu, Direktur Reskrimsus Kombes Pol Ferry Irawan menyampaikan, pihaknya akan melakukan gelar perkara setelah mendapatkan keterangan saksi ahli.
“Keterangan saksi ahli sangat dibutuhkan dalam kasus ini, untuk melihat arahnya ini menjadi bagian sanksi administrasi atau sanksi lain. Setelah pemeriksaan saksi ahli, akan kami gelar perkaranya untuk menentukan pelanggarannya apakah ada indikasi pidana atau sanksi administrasi. Keterangan ahli ini akan kita jadikan pijakannya,” terang Ferry.
PT BBM dan PT BPT, menurut Ferry, diduga telah menjual hasil pertambangan tanah urug melalui vendor PT RDP. Sedangkan kedua perusahaan itu baru memiliki izin eksplorasi terhadap area pertambangan tersebut.
“Untuk trading (penjualan hasil tambang, red), izin mereka mesti ditingkatkan ke operasi produksi,” ungkapnya.
Diungkap, menurut Undang-Undang Minerba, jika kegiatan yang tertangkap tangan melakukan aktivitas, baru bisa masuk unsur pidananya.
“Akan saya dalami lagi kasus ini. Perusahaan tersebut baru melakukan aktivitas sekitar semingguan sebelum akhirnya mereka hentikan. Perbuatan melawan hukumnya kita perhatikan betul dan keterangan saksi ahli nantinya akan sangat membantu dalam kita menangani kasus ini secara profesional dan proporsional,” tukasnya. (trp/bsh)